"I'm dying, and you still can say sorry without doing anything, ask yourself, is it change everything? This is not a game, darling. I have feelings, I am human"
****
Aku melirik jam dindingku. Pukul 7. Aku bersiap-siap sambil ikut menonton televisi di ruang keluarga, tak berapa lama aku mendengar ketukan pintu.
Aku membuka pintu depan dan melihat sosok Orion dengan tuxedonya. Ia benar-benar terlihat tampan. Tetapi, diantara kami tak ada yang memulai untuk bicara.
"Ehm, Ri?" Orion seperti tersadar dari lamunannya dan mengangguk, entah mengapa, aku merasa ia akan kembali menjadi Orion yang dulu. Yang dingin dan pendiam. "Oh ya, ayo pergi"
Setelah berpamitan, kami melaju ke sebuah hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat.
******
Perfect time, isn't it? Batin Orion, ia tersenyum tipis melihat Gita yang menjadi bintang pesta malam ini mendatanginya. Tak lupa ia memeluk pinggang Melody erat, menegaskan bahwa telah ada yang dapat menggantikannya.
"Orion" panggil Gita. Orion hanya mengangguk sambil tersenyum walau tak pelak Melody, yang sedari tadi bingung melihat tingkahnya yang berubah-ubah, menyadari senyum lelaki itu tak pernah diberikannya untuk Melody, tatapan itu bahkan terlihat penuh kerinduan dan cinta.
Sesaat Melody membeku mengetahui apa yang sedang terjadi saat ini, tetapi untuk Kali ini, ia seperti tak ingin hal yang ia pikirkan menjadi kenyataan, walau tanpa ia tahu, memang itulah kenyataannya.
"Kenalkan ini Melody" ujar Orion, dengan lugas ia memperkenalkan Melody pada Gita. Melody menatap gadis itu dan berkata pada dirinya sendiri bahwa gadis ini sempurna.
"Oh nama yang indah" ujar Gita dengan ramah. Tidak ada rasa dendam muncul dari reaksi Gita, yang membuat Orion tidak merasa puas, ia ingin Gita marah akan posisinya yang telah digantikan dengan mudah, semudah gadis itu meninggalkannya.
"Terimakasih" ujar Melody sambil tersenyum. Ia dapat merasakan gadis ini gadis yang baik. "Aku Sagita Andrea Sigithatmojo, panggil saja Gita. Kau datang bersamanya, Ri?" Tanya Gita, seolah ia tak tahu jawabannya, walaupun ia tahu sama sekali, ia hanya ingin berbasa-basi. Ada rasa tak enak dari hati Gita karena sudah berselang beberapa bulan Ia dan Orion lost contact dikarenakan hal yang ia tak tahu mengapa bisa terjadi.
"Ya" Gita tersenyum kikuk, walaupun senyumnya tetap sempurna. Ia tahu Orion kembali menjadi dingin padanya seperti 10 tahun yang lalu, dimana ia baru bertemu dengan Orion Kala itu.
"Oh, jadi..." Gita tak tahu ingin berkata apa. Melody pun sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri dan terus menatap bola Mata Orion yang memancarkan kerinduan dan rasa cinta yang mendalam, ya tak salah lagi, Melody tau maksudnya walaupun ia tak berani mengatakannya.
"Ya, dia tunanganku" ujar Orion lagi. Melody terkejut mendengar penuturan Orion. Apa-apaan? Batin gadis itu. Melody tak dapat berkata apa-apa selain berspekulasi dengan pikirannya sendiri.
"Oh.. Selamat kalau begitu, Ri. Kau benar-benar mengejar jejakku dan Peter" Gita tersenyum bahagia, mengetahui sahabatnya itu akhirnya mempunyai orang selain dia. Gita tahu sekali Orion benar-benar jatuh cinta padanya, tapi perasaan tak bisa dipaksakan bukan? Gita mencintai orang lain dan ia ingin Orion tahu dan mengerti hal itu. Walaupun tanpa ia tahu, Orion sama sekali tak mengerti dan tak dapat menerimanya.
Orion yang sedari tadi sudah berganti posisi memegang tangan Melody, kini mengenggam tangan itu begitu erat. Melody yakin tangannya sudah terluka sekarang, Karena rasanya sakit sekali, bahkan tahu spekulasi pikirannya itu benar, rasa sakit hatinya melebihi sakit di tangannya.
"Ri.." Erang Melody. Bahkan lelaki itu tak menyadari, bahwa sisi yang ia korbakankan benar-benar telah ia sakiti sedemikian rupa. "Maaf, kami harus pulang" bahkan suara Orion dapat menyebarkan aura dingin di sekitar mereka.
Gita mengangguk, senyumnya masih tercetak jelas di wajahnya. "Hati-hati. Sampai berjumpa lagi." Ujar Gita dan bergabung dengan tunangannya, Peter.
Sampai di lobby hotel. Melody berusaha melepas genggaman Orion. Begitu terlepas, Orion menatap Melody dengan dingin, bahkan sampai sekarang ia tak menyadari luka di pergelangan tangan Melody.
"Lepas" Melody menatap Orion tak kalah dingin. Tak kalah terpukul dengan apa yang terjadi malam ini. Orion menyadari apa yang telah ia perbuat dan berusaha menggapai tangan Melody yang terluka.
"Dy, Aku.." Melody tersenyum miris, meratapi apa yang terjadi, bahkan perasaannya dengan mudah dipermainkan bagai barang. "Maaf, tapi ternyata pergi ke pesta ini hanya untuk menegaskan kau tidak mencintai gadis itu lagi, Egois sekali" tangis gadis itu tertahan. Ia tak ingin terlihat lemah di depan manusia tak berhati ini. Ia pun sadar tak ada gunanya ia menangis di depan Orion, membuat harga dirinya makin jatuh.
"Aku antar pulang, kita sembuhkan lukamu" Orion kembali ingin menggapai tubuh gadis itu tetapi sia-sia. Gadis itu menolak, dan mulai berjalan menjauhinya, pelan kemudian berlari, berlari meninggalkannya yang mematung. Memang sungguh egois. Ia sungguh egois.
****
Melody berjalan menyusuri lorong sekolahnya. Pikirannya muram sejak tiga hari yang lalu, tak pernah ia sangka ia hanya menjadi alat. Ia tersenyum perih, ternyata serendah itu ia di mata Orion. Bodohnya lagi, Melody ingin sekali bertemu dengan lelaki itu, ada rasa rindu yang ia pendam, bahkan rasa sakit yang ia rasakan tak bisa mengalahkan rasa rindunya.
Benar-benar bodoh, batin Melody. Matanya mulai memanas, bodohnya ia menangisi lelaki yang bahkan tak pernah memandang dirinya sebagai wanita.
"Melody" Melody terkejut mendengar namanya dipanggil, baru saja ia mendongak tetapi sudah terlambat, ia menabrak dinding di depannya. "Astaga" ucap Melody sambil mengelus dahinya yang telah memerah.
"Kamu itu kalau jalan lihat-lihat" Tak pernah ia sangka, orang yang menolongnya adalah orang yang menyakitinya tiga hari lalu. Dengan cepat, Melody melepaskan genggaman tangannya, dan membalikkan badan. "Makasih" ujarnya sambil berlalu. Ia benar-benar tak ingin menatapnya, jika ia menatap Orion sekali lagi, ia pasti akan jatuh hati sekali lagi.
"Ody" Melody menoleh tetapi tak menatapnya. "Aku minta maaf" ujar Orion, ia benar-benar minta maaf atas segala apa yang ia perbuat. "Semudah itu?" Melody akhirnya menatap wajahnya. Orion benar-benar terkejut dengan reaksi Melody. "Lalu kenapa kamu curi itu? Lalu kenapa kamu mengatakan kata-kata itu saat setelah kamu mengajakku ke pelabuhan?" Orion gelagapan. Ia benar-benar tak tahu bahwa gadis ini dapat mengingat segala yang ia perbuat.
Ia mengira gadis ini tidak akan jatuh hati padanya. Ia mengira, gadis ini tidak pernah benar-benar menanggapi segala hal yang ia perbuat. Ia kira gadis ini hanya berpura-pura polos dan tak tahu apa-apa. Dan ia benar-benar merasa seperti bajingan ketika ia tahu, ia lah yang berpura-pura.
"Oh ya, permainanmu" Melody tersenyum sinis lalu meninggalkan Orion yang mematung. Mata gadis itu memanas, dekat ataupun jauh sama saja baginya. Ia ingin semuanya kembali seperti dulu, seperti sebelum ia mengenal lelaki ini yang sudah memporak-porandakan hidupnya kurang lebih dua minggu.
***
Please vote atau comment.
Aku ingin tahu apakah ada sesuatu yang kurang, tolong beri kritik dan saran:)
Thanks for reading :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Melody of Us
RomanceCerita ini tak ubahnya sebuah cerita cinta biasa. Dengan tokoh yang biasa. Seorang yang dingin dan seorang yang begitu aktif, dipersatukan dalam sebuah keinginan panah sang pemanah cinta. Mereka diikat sebuah cincin, tanpa cinta awalnya. Tetapi p...