SRG 08

116 18 3
                                    

"Anda baik-baik saja, Nona?" Tanya Nenek saat sarapan. Sarang tidak menjawab.

Tidak, dia tidak baik-baik saja. Pikir nenek. Nona bahkan tidak bicara sejak bangun tidur sampai sekarang. Energinya seperti habis begitu saja. Pandangannya kosong dan dia hanya mengangguk atau menggeleng ketika ditanya.

"Bersemangat lah, Nona." Kata Nenek kemudian. Dia melihat Sarang sedikit menoleh, tapi hanya sedetik, lalu kembali seperti semula.

"Meskipun Anda ada disana, tidak ada yang bisa Anda lakukan." Tambah nenek. "Dokter sudah berusaha sebaik mungkin. Kita hanya bisa berdoa."

Dan Sarang hanya menghela nafas.

Nenek jadi menahan diri untuk tidak berkomentar lagi. Dia memilih membacakan jadwal Sarang lalu mengantarnya ke agenda pertama.

Untuk sejenak Nenek mengingat isi laporan yang sudah di update tadi pagi-pagi sekali. Beberapa hal yang ditambahkan adalah latar belakang Baekjin Na dan kesehariannya.

Apa benar Nona mengenal orang itu? Pikir nenek dalam perjalanan. Taewong bilang, nona bahkan tahu namanya. Tapi jika dikaitkan dengan laporan itu, rasa-rasanya tidak ada jalan untuk Nona mengenal laki-laki itu. Jadi, apa benar nona mengenalnya? Kalau ya, bagaimana caranya?

Putus sekolah saat SD, masuk SMP dengan mengancam kepala sekolah, dan mengeluarkan guru nya dengan menyebarkan berita buruk. Dia juga kerap terlibat perkelahian, bahkan kelompoknya sering kali melakukan perampokan dan pencurian. Meskipun akademik orang itu luar biasa, tapi reputasinya sebagai preman sekolah benar-benar tidak cocok untuk Nona.

Benar-benar tidak ada jalan untuk Nona bisa bertemu, apalagi mengenalnya. Pikir nenek.

"Silahkan, Nona." Kata nenek membukakan pintu ketika mereka sudah sampai di ruang belajar. Sarang pun masuk dan memberi salam kepada gurunya, sementara nenek melangkah mundur untuk menutup pintu. Sekali lagi dia melihat Nonanya menghela nafas.

Nenek menggigit bibir, merasa tidak berdaya. Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada lagi kata-kata penghiburan yang bisa dia katakan.

Nenek pun ikut menghela nafas juga. Bahkan ketika dia membaca pesan singkat dari sekertaris Cho untuk menemui Presdir, dia juga hanya bisa menghela nafas.

Beberapa pengawal yang dilewatinya memberinya hormat singkat ketika dia berjalan di koridor menuju ruang kerja Presdir. Bahkan sekertaris Cho yang juga membuka pintu untuknya, masih sempat membungkuk dengan hormat sebelum mempersilahkannya masuk.

"Presdir sudah menunggu." Kata sekertaris Cho padanya.

Nenek mengangguk dan melangkah masuk.

Dia benar-benar baru saja masuk.

"Bagaimana?" Tanya ayah Sarang langsung. Ayah Sarang, Kwang Seo Park, sampai berdiri tanpa sadar. Tapi dia buru-buru duduk lagi.

"Nona baik-baik saja. Beliau hanya murung dan juga tidak banyak bicara." Tambah nenek. "Meski begitu, nona tetap datang mengikuti pelajarannya seperti biasa."

"Hmm.. begitu." Gumam ayah Sarang sambil menggaruk dahinya yang tidak gatal. "Apa dia mengatakan sesuatu?"

"Tidak, Pak."

"Soal pergi ke rumah sakit?"

"Tidak juga, Pak."

"Begitu, ya.." ayah Sarang terdiam dan berfikir sejenak. "Kalau begitu, setelah pelajarannya selesai, katakan pada Sarang untuk menemui ku."

"Baik, Pak!"

Dia memberi isyarat pada nenek bahwa dia sudah selesai dan nenek boleh pergi. Nenek pun keluar dari ruangan itu, meninggalkan ayah Sarang yang bersandar lelah di kursinya.

Happy Ending Buat Bias KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang