14. Can I?

12 1 0
                                    

Beberapa helai poni pirang Georgia melambai bebas karena tertiup angin sejuk di pagi hari kala ia menarik langkah demi langkah dengan cepat—terburu-buru seperti akan mengejar sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa helai poni pirang Georgia melambai bebas karena tertiup angin sejuk di pagi hari kala ia menarik langkah demi langkah dengan cepat—terburu-buru seperti akan mengejar sesuatu.

Mahasiswa yang berkumpul di koridor kampus memperhatikan Georgia, si wanita yang terkenal manipulatif, sombong, pembuat masalah, dan selalu mengenakan pakaian yang terlihat mewah. Tak lupa beberapa makeup yang ia kenakan semua bermerek terkenal seperti parfum saat ini. Aromanya tertinggal saat ia terus melangkahkan kakinya.

Georgia hanya mengenakan kaos putih dibalut dengan balutan blazer hitam, jeans yang tidak terlalu ketat dan sepatu kets putih terlebih rambut pirangnya yang berbeda dengan teman-temannya. Namun, orang-orang menatapnya seperti mengenakan pakaian yang mahal. Sebuah tote bag tergantung di bahu kanannya dan wajahnya terlihat sangat tegas—terlihat ada sesuatu pada tujuannya saat ini. Matanya menatap lurus ke depan dan wajahnya terangkat mencerminkan tekadnya saat itu dan tidak memperdulikan tatapan temannya yang ia tahu selalu ada rumor mengenai dirinya.

Anak yatim piatu miskin yang berlagak sebagai anak konglomerat.

Semua rumor tersebut Georgia simpan seorang diri, ia menahannya selama ia menjadi mahasiswa pasca sarjananya. Hingga hari ini ia mengambil satu keputusan terbesar dan terberat dalam hidupnya, padahal jauh di dalam sana ia bergetar takut dibalik tubuhnya yang kokoh.

Meskipun raut wajahnya terlihat tegas, di dalam pikirannya ia merasakan kebingungan karena ia tidak memiliki tujuan yang jelas. Sesekali ia melirik ke arah kiri dan ke arah kanan mencoba memikirkan arah yang akan ia tempuh.

Langkah kakinya terhenti tepat di depan sebuah ruangan dengan pintu tertutup rapat dan terdapat papan nama yang tertempel apik pada permukaan pintu tersebut, Dr. Kang Mira.

Pertemuan Georgia berlangsung di ruang dosen milik Dr. Kang Mira yang rapi dan bersih. Ruangan yang memiliki meja kerja yang besar dan terdapat papan nama yang terbuat dari kaca terletak apik di atas permukaan meja serta beberapa buku dan materi pelajaran yang berkaitan dengan desain.

Dr. Kang Mira menyambut hangat kedatangan Georgia dengan senyuman ramah—menciptakan atmosfer yang menenangkan bagi Georgia yang kini sangat gugup. Tidak ada sepatah kata dari dua wanita tersebut. Atensi Dr. Kang Mira memperhatikan Georgia yang kini memangku tote bag nya dan mengambil satu amplop panjang berwarna putih. Amplop putih itu Georgia letakkan di atas permukaan meja tamu dan menatap wajah Dr. Kang Mira yang masih berdiam.

Entah memang tahu atau memang tidak tahu sebelum mengambil amplop putih tersebut Dr. Kang Mira mengajukan pertanyaan. "Apa ini?"

"Ini ... ." Georgia menjeda ucapannya. Ada perasaan mengganjal di dalam dadanya, perasaan antara mengambil kembali amplop tersebut atau meneruskan apa yang tengah ia lakukan saat ini. "Ini ... surat pengunduran diri saya sebagai mahasiswa."

Georgia—kedua netra indahnya itu tergenang danau kecil. Menahan isak tangisnya yang hampir pecah tidaklah mudah, ia mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas pangkuannya.

Your Favorite VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang