🔪 • 2 | Bayangan

50 22 2
                                    

HUJAN deras baru saja reda. Sisa-sisa airnya mengalir mengiringi sawah, menciptakan genangan di sepanjang jalan, meninggalkan setetes-tetes di dedaunan. Jane yang menggendong kucing betina kesayangannya akhirnya menuju pulang. Sedari tadi, dirinya terjebak di halte karena tidak membawa payung atau jas hujan.

Dia sengaja mematikan ponselnya karena tahu pasti Mama sudah mengomel-ngomel lewat chat. Jane suka hujan, makanya dia menikmatinya dulu, tapi makhluk di gendongan kebalikan dengannya, jadi Jane membawanya berteduh di halte dan menyelimutinya dengan syal. Menunggu hujan reda sambil memainkan bulu-bulu halusnya. Dia tidak pernah bosan melakukan sesuatu guna mengisi waktu luangnya.

Begitu hujan reda sesuai dugaannya, Jane membawa kucingnya lagi untuk lanjut jalan menuju kost-kostan yang sebentar lagi akan terlihat. Namun, di tengah perjalanan, kucingnya tiba-tiba loncat dari gendongan karena tertarik pada sesuatu. Tidak biasanya kucingnya melompat begitu saja, pasti ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Dan ternyata benar. Seekor burung sekarat di tengah jalan membuat kucing itu mendekat hendak menerkamnya.

Jane terlihat panik waktu dari arah berlawanan ada lampu sorot mobil melaju sedang. Ingin berteriak tidak bisa. Bodoh kalau dia melintas begitu saja. Tapi, bagaimana bisa dia hanya berdiam diri menyaksikan kucing kesayangannya yang sebentar lagi bisa dilindas?

Saat Jane melangkah, mobil itu sudah akan dekat, Jane berlari, tapi—

Cciiiiitttt.

—mobil itu mendadak berhenti. Jane ambruk terduduk di jalanan, syok. Nafas Jane memburu waktu matanya menyaksikan tinggal sejengkal lagi kucingnya menyentuh ban mobil. Rasa lega saja tidak mampu mengembalikan rasa syoknya.

Tatapan Jane kosong, bahkan tidak menyadari pengendara mobil itu turun dan membopong kucingnya. Saking syoknya Jane hingga dia keliatan linglung begitu di hadapannya sudah ada lelaki jangkung membawa kucingnya.

Jane mendongak. Mata keduanya saling menumbuk.

"Lo okay?"

Tanpa menjawab, Jane merebut kucingnya. Mengelusnya. Kemudian berdiri tanpa sepatah kata. Hanya keheningan melanda. Jane pergi begitu saja.

•••

Jane mana mungkin melupakan kejadian malam itu? Parahnya, sekarang mereka bertemu lagi di tempat yang tidak terduga. Tunggu dulu, cowok ini... murid baru? Kenapa Jane baru melihatnya?

"Iya, gue tahu gue seganteng itu sampe-sampe lo terbius." Ken memainkan rambutnya sok ganteng.

Kalimat itu menyadarkan Jane. Gadis itu berkedip, sebelum memasang raut jutek, mengalihkan pandang, dan hendak pergi. Belum sempat melangkah, lengannya ditahan lagi. Tapi gadis itu menyentak lepas karena tidak nyaman.

"Kok main pergi gitu aja? Sesi kenalannya belum selesai. Kebetulan tangan gue juga nganggur. Mau ke kelas bareng?"

Jane melirik arlojinya. Ini sudah jam pulang. Kalau dia balik ke kelas, cowok ini mengikuti, dan masih ada murid-murid tersisa berkeliaran, sudah pasti Jane menjadi pusat perhatian. Karena Jane di sekolah tidak dekat dengan siapa-siapa.

"Hei, kok dikacangin mulu, sih..., Jane?" Ken melirik ragu name tag di dada kiri cewek itu. Alona Jane Beverly. Lantas senyumnya terbit, sepertinya sesuatu berhasil dia temukan. Seolah Jane adalah seseorang yang dicari.

Criminal Midnight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang