47. Stay Here With Me!

13K 826 504
                                    

Tak pernah kurasakan

Rasa yang tlah lama hilang

Kini hadir kembali saat melihatmu

Ingin rasanya diri ini memiliki dirimu

Namun semua hanya mimpi indah bagiku

Akila mematung di tempat dengan kedua tangannya sedang memegangi nampan yang berisi minuman dan snack, untuk ia berikan pada Langit yang saat ini duduk di bangku taman.

Akila terpana. Semakin hari, penampilan Langit begitu memukau. Perasaannya pada laki-laki itu semakin besar, tak berkurang sedikit pun. Meski pernah berusaha untuk melupakan Langit, semua itu sia-sia. Akila justru semakin dibuat jatuh cinta.

"Bayik, ngapain disitu?" Langit menatap Akila yang mematung di tempat. Ia singkirkan gitar ke sisi kursi besi.

"Ah- itu, Akila kayaknya kelupaan sesuatu. Bentar Kak Langit." Akila gelagapan lalu buru-buru memutar badan, menuju pintu apartemen.

Langit menatap kepergian Akila dengan gelengan kecil. Ia kembali meraih gitar lalu melanjutkan aktivitasnya. Sementara Akila bersembunyi di balik tembok, sedang menetralkan degup jantung yang membuncah.

"Ish, Akila kenapa jadi gini, sih." Akila bergumam. Baru saja ia bertingkah seperti maling yang ketahuan pemilik rumah yang barangnya ia curi.

Akila menghirup udara sebanyak-banyaknya. Setelah merasa jantungnya aman, ia pun keluar dari tempat persembunyian, kembali menuju tempat Langit berada.

"Kak Langit lagi apa?" tanya Akila berbasa-basi sembari berdiri di depan cowok itu dengan wajah ceria.

"Tadi kelupaan apa?" Langit mendongak seraya berhenti memetik senar gitar.

"Anu, itu ... Akila lupa ngambil coklat." Akila cengengesan lalu duduk di samping Langit sambil menyodorkan nampan yang ia bawa.

Langit mengamati Akila instens lalu tersenyum hangat. Ia ambil nampan tersebut kemudian menaruhnya ke kursi di sampingnya.

"Kak Langit pinjem gitar Kak Mario?"

Langit mengangguk lalu menyeruput jus buah yang Akila bawakan. "Iya," jawabnya singkat.

Akila tersenyum tipis lalu bersandar. Ia peluk kedua lengan sembari mendongak menatap hambaran langit malam. Malam ini begitu damai.

Langit mengamati wajah Akila dari samping. Cukup lama ia amati. Perlahan, sudut bibirnya tertarik. Langit menaruh gelas ke nampan lalu mendekatkan wajah pada Akila.

"Bayik makin cantik," bisiknya nakal.

Akila terkesiap sontak bergeser menjauh. Langit si pelaku langsung terbahak dengan gerakan refleks Akila. Ia tak menyangka Akila akan kaget.

"Kak Langit, ngagetin!" Akila mendelik dengan degup jantung berpacu cepat. Wajah Langit begitu dekat dengannya.

Langit meredakan tawa. "Sorry, sengaja."

Akila mencubit lengan Langit lalu menggembungkan pipi. Kembali ia peluk kedua lengan dengan raut pura-pura dongkol demi menutupi sensasi yang ia rasakan. Langit selalu saja membuat jantungnya lari maraton.

"Bayik marah?" tanya Langit sembari mengusap bekas cubitan Akila yang rasanya cukup nyut-nyutan.

"Jangan gitu lagi, nanti jantung Akila lompat keluar. Kak Langit mau tanggung jawab?" tanya Akila tanpa menoleh.

Langit menegakkan badan. "Mau."

Akila langsung menoleh. "Nyari jantung susah tauk. Pokoknya nggak boleh ngagetin Akila kayak gitu lagi," kata Akila sedikit ketus.

I'm Not A Narsis Baby (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang