"EH, lo udah liat berita belum? Ada berita pembunuh lagi, buset. Gila. Kayaknya pelakunya orang yang sama, deh."
"Pelaku yang pernah bunuh Lisa?"
"Hust, jangan bahas Lisa, napa? Gue jadi keinget dia lagi, nih. Mana perasaan gue masih digantung ama dia, hiks."
"Sabar, Den, sabar. Lisa nunggu lo di alam sana, kok."
"Kampret."
Kedua kaki Rachel bergerak naik turun, gelisah. Dia menggigit satu ibu jarinya. Obrolan-obrolan para siswa di kantin meja seberang membuatnya kembali teringat pada kejadian malam itu. Sinting, kenapa Rachel harus menyaksikan adegan mengerikan itu tepat di matanya? Rachel membenci dirinya sendiri karena dia belum buka mulut soal dia ada di tempat kejadian Lisa dibunuh. Bodoh. Rachel merutuki dirinya sendiri bodoh karena dia saat itu langsung kabur. Gadis itu mengacak-acak rambutnya gelisah.
Rachel takut arwah Lisa gentayangan karena tidak menyelamatkannya. Tapi dia juga tidak mempunyai jalan lain lagi karena si pembunuh sialan itu mengancamnya.
Rachel bukannya takut mati. Tapi Rachel mau mati dengan cara yang keren. Bukan disiksa tragis dan konyol seperti yang dilakukan psikopat gila itu kepada Lisa. Mayat Lisa ditemukan sangat tragis. Lisa mati dengan kedua mata melotot ke arah Rachel, tangan terulur seperti meminta bantuan kepadanya, dan satu kaki yang dipotong-potong. Gila. Psikopat itu benar-benar gila.Tadi malam, saat Rachel di rumah sendirian, ada yang mengetuk-ngetuk pintu beberapa kali. Saat dibuka, tidak ada siapa-siapa, sempat membuatnya merinding-tapi sebuah kotak berukuran sedang di depan pintu menarik perhatiannya. Dan saat dibuka, Rachel berteriak dan langsung membuang kotak itu. Sebuah potongan jemari dilumuri darah dan ada surat yang melayang dibacanya tanpa diraih.
Ini baru pembukaan. Jangan sampe lo bikin gue turun tangan karena lo ikut berurusan sama polisi-polisi sialan itu tentang gue. I can see you, baby.
Rachel tahu itu adalah surat dari si psikopat gila. Sekarang Rachel jadi tidak tenang di rumah sendirian hingga akhirnya dia melambaikan tangan melihat Jane, dengan senyum cerianya membawa nampan menuju ke mejanya.
"Ntar malem gue nginep di kost-an lo, yaaa?" Rachel langsung memelas.
Jane baru menyeruput jusnya sedikit heran. Dia memiringkan kepalanya seolah meminta jawaban karena tumben sekali permintaan Rachel ini.
"Soalnya gue takut, Jane, di rumah sendirian. Nyokap-bokap lagi ada bisnis di Kalimantan. Terus para pekerja gue juga ambil cuti. Tadi malem gue diteror. Takut...."
Jane mengerutkan kening, meminta penjelasan lebih detail.
"Lo janji nggak bilang siapa-siapa, ya?"
Jane mengangguk berusaha memasang telinga tajam-tajam.
"Tadi malem gue di rumah sendiri." Rachel memelankan suara ke dalam bisikan. "Terus ada yang ngetuk-ngetuk pintu kasar banget pas gue lagi nonton TV di ruang tamu. Nah, pas gue buka nggak ada orang." Jeda. "Terus, cuman ada kotak yang isinya bikin gue mau muntah."
"Apa isinya?" Jane keliatan tertarik.
Rachel mengernyit. Sebenarnya tidak ingin mengingatnya lagi karena membuatnya sampai sekarang tidak nafsu melahap barang sesendok makanan, mulutnya menolak. "Lo percaya, nggak, kalo isinya potongan jari-jari manusia yang berlumuran darah?" Dia masih memelankan suaranya sambil melirik ke sana kemari, seolah tidak ingin ada yang mengetahui.
Jane membulatkan matanya syok dan mengernyit jijik.
"Jadi... boleh, ya... gue nginep kost-an lo?"
Jane keliatan seperti tengah berpikir sebentar. "Yaudah, ntar gue bilang Mama dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal Midnight
Mystery / ThrillerAdakah yang ingin bermacam-macam dengan gadis tunawicara itu? Maka, satu persatu dari kalian akan mati. Pertanyaan 'siapa pelakunya?' 'siapa yang melindungi Jane?' meninggalkan teka-teki yang sulit dipecahkan. Jane: "Gue pemeran utama, tunawicara...