Se0 #3

7 0 0
                                    

Sambil berjalan menuju pulang ke rumah, aku sering mengunjungi taman bunga mawar yang berada di pinggir kota, meski jalannya sangat berbanding terbalik dan justru menjauh dari arah pulang, aku selalu menyempatkan waktu datang ke taman tersebut.

Setelah bencana kebakaran menimpa kami bertahun-tahun lalu, aku selalu mencoba untuk terus melupakan trauma kehilangan orang tua yang sangat aku cintai.

Sepenggal kejadian sedikit demi sedikit berkumpul dan saling menyatu satu sama lain.

"Ayah, Ibu, aku ingin sekali melupakan trauma itu, tapi kalian justru memberikan aku puzzle yang harus dipecahkan... aku lelah" gumamku dalam hati.

Kalau diingat kembali, apa yang terjadi pada saat itu? Bagaimana bisa kobaran api menjalar dengan begitu cepat?

Lagi-lagi aku hanya bisa menunggu sampai semua ingatan ku pulih, semua serpihan belum terkumpul dengan sempurna. Hal terbaik yang dapat aku lakukan tentu saja hanya menunggu.

(20.00 di Rumah)

source: Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

source: Pinterest

"Aku pulang!" kata ku setiap kali membuka pintu rumah menuju ruang tamu.

"Kakak!" Seru suara anak perempuan dan lelaki berlarian ke arah ku.

Mereka adalah adik-adik ku, yang perempuan bernama Magenta dan yang lelaki bernama Grey.

Magenta. Adik perempuan satu-satunya yang sangat manja, ia anak yang pintar dan pemalu. Usianya dengan Grey hanya berjarak 1 tahun. Namun Grey telat sekolah karena masalah finansial yang kami alami dulu.

Di rumah kami, hanya aku yang bekerja. Lavender lebih sering keluar rumah untuk berpesta atau sekedar mabuk-mabukan bersama teman-temannya.

"Kak! Lihat ini, bagus tidak?" kata Grey sambil menunjukkan sebuah lukisan.

"Wah keren, siapa yang melukis?"

"Kak Magenta yang membuatnya, lihat ini, ini siapa?" tanya Grey.

Lukisan sederhana yang menggambarkan sebuah keluarga utuh yang bahagia.

"Ini Ayah dan Ibu,

Kak Ria, Kak Magenta,

Kak Lilac, Kak Lavender, dan aku" ucap Grey menggebu-gebu.

"Tapi kak, kami tidak tahu bagaimana rupa Ayah dan Ibu sehingga aku belum mewarnai mereka" jelas Magenta, dengan wajahnya yang sedih.

Ayah dan Ibu. Mereka tiada, saat Magenta dan Grey masih sangat kecil, tentu saja mereka tidak akan tahu rupanya.

"Baiklah, sini ku beritahu sekarang"

Aku rindu Ayah dan Ibu. Apakah mereka sudah berada di surga bersama kakek dan nenek? Setidaknya aku berharap mereka sudah berada ditempat yang layak.

Setelah menceritakan sedikit bagaimana rupa Ayah dan Ibu, aku lanjut menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Bagaimana pekerjaanmu di hotel kak? Apakah berjalan lancar?" tanya Magenta.

Aku tersenyum sembari menyiapkan makan malam bagi adik-adik ku tersayang, lalu menjawab, "pekerjaan ku tentu sangat menyenangkan, kalian tidak perlu khawatir"

"Tapi mengapa kali ini, pipi dan hidung mu memiliki sedikit memar?" tanya Grey dengan polos.

"Aku tadi terjatuh, hingga motorku rusak sejadi-jadinya" ucap ku, bohong.

Mendengar jawaban ku, Magenta dan Grey tidak menanyakan hal lain lebih lanjut, dan fokus melahap makanan yang baru saja selesai ku siapkan.

The Purple RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang