1. Candle Light

18 3 0
                                    

Jangan lupa bintang dan komen nya ya!

Happy reading.

Langit redup dengan gemuruh hujan yang cukup kencang, petir yang menyambar serta angin yang berlalu-lalang kesana kemari cukup menggambarkan ekspresi seorang lelaki yang tengah duduk menyendiri di koridor rumah sakit.

Anak itu menangis dengan sesegukan, di teman oleh deras nya hujan yang seperti tahu mengenai suasana hati anak itu.

Anak itu adalah, Renjun.

Renjun tengah menangis tersedu sedu setelah menghampiri mama nya yang tengah di rawat di rumah sakit.

Mama nya mengidap penyakit kanker otak stadium 4 dan di diagnosis hanya bertahan selama 5 tahun, hanya 5 tahun.

Saat ini sudah tahun ke 4 setelah mama nya di diagnosis kanker stadium 4.

Renjun terpukul, sangat amat terpukul, ia bahkan tidak bisa memikirkan bagaimana hidupnya nanti tanpa mama nya itu.

Terlebih lagi umur nya yang baru menginjak 19 tahun, ia buntu akan hidup, memang mama nya termasuk seseorang yang berjaya, sangat berjaya.

Tetapi walau di warisan begitu banyak harta benda dari mama nya, bagaimana pun juga ia akan lebih memilih mama nya.

Bisakah ia menukar harta benda yang ia miliki? Agar mama nya tetap bertahan hidup dengan nya?

Atau, pilihan baik nya, ia ikut dengan mama nya?

Di dalan pikiran nya berputar putar pertanyaan yang berhubungan dengan mama nya, mengapa? mengapa harus mama nya!?

Setelah papa meninggal tepat 9 tahun silam, kondisi mama semakin drop, bahkan sakit sakit an.

Renjun selalu memberikan kalimat kalimat penyemangat untuk mama nya, agar ia terus bersemangat hidup bersama nya.

"Maaa, Renjun bingung." ucap lelaki itu dengan sesegukan tanpa henti.

Renjun merendahkan tubuh nya dengan muka yang di tutup dengan kedua tangan nya.

Baju yang basah dengan rambut yang lepek mampu membuat orang yang melewati nya merasa kasihan.

"Maaf, Dek renjun? Tolong temui dokter yang menangani mama mu di sana." ucap Suster yang tiba tiba menghampiri nya sambil menunjukan ruang an dokter yang akan ia temui.

Renjun membalas dengan anggukan sebagai tanda bahwa ia mengerti.

Tok Tok Tok!

"Masuk."

"Permisi dok, ini anak dari pasien kamar 102." ucap Suster itu masuk mendahului Renjun dengan Renjun yang masih berapa di luar ruangan.

Suster itu kembali dari ruang an itu dan memanggil Renjun untuk segera masuk.

"Maaf dokter, saya masuk dalam keadaan basah." ucap Renjun sambil duduk, anak itu berucap dengan terpotong potong akibat sesegukan yang tidak mau berhenti.

Dokter itu mendongak dan menatap Renjun dengan cukup lama, yang mampu membuat Renjun gelisah.

"Ah, maaf, sebelum itu saya ingin menjelaskan bahwa pasien mengalami kanker stadium 4 dan karena kondisi nya cukup parah, pasien akan di rawat inap dan para dokter perawat akan berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan pasien, pasien masih mengalami gejala pusing, penglihatan kabur, mual, dan bahkan lambat ketika berbicara, untuk administrasi bisa di lakukan di depan." ucap dokter itu panjang lebar.

"Dok, usahakan ya, untuk mama saya, saya mohon sebesar besar nya kepada dokter Jeno." ucap Renjun dengan tatapan yang sangat mengutarakan kesedihan nya.

"Saya akan usahakan yang terbaik untuk pasien, sebelum itu apa kamu kehujanan?" tanya dokter itu, dokter Jeno.

"I-iya, tadi saya terburu buru kemari setelah perawat menghubungi saya." balas Renjun sambil memainkan jari-jarinya.

"Tidak membawa baju ganti?" tanya dokter Jeno dengan khawatir.

Bagaimana dokter itu tidak khawatir, mama renjun adalah salah satu pasien yang sering ia tangani, dan ia cukup mengetahui latar belakang keluarga itu.

Terlebih lagi Renjun anak tunggal dan mereka hanyalah tinggal berdua di salah satu rumah besar di perumahan yang cukup elit.

"Tidak dokter, saya lupa, saya terlalu kalang kabut, jadi saya datang tanpa persiapan." jelas Renjun sambil menatap ke arah dokter Jeno.

"Sudah makan?"

Lagi lagi Renjun menjawab pertanyaan itu dengan sebuah gelengan.

"Dokter punya kue, Renjun makan ya? Ganjal perut saja, sambil menunggu perawat datang kesini." ucap dokter Jeno yang berusaha membujuk anak itu agar tidak murung terus menerus.

Jujur saja, Jeno cukup kasihan dengan Renjun yang seperti itu, bahkan di umur nya yang cukup terbilang muda.

"Ya sudah ingin apa? dokter belikan bento di kantin rumah sakit mau?" tanya Jeno kembali.

"Tunggu sebentar, dokter belikan ya."

Renjun masih duduk termenung di kursi tanpa memedulikan dokter Jeno sama sekali, ia lebih memilih memikirkan mama nya, hanya mama nya.

Tanpa lama, Jeno langsung kembali ke ruang an nya dengan membeli 1 botol air mineral, bento dan juga permen, ya sebagai penghibur anak itu tentu nya.

"Ingin makan sambil menonton di iPad?" tawar dokter Jeno, ya memang bisa saja di bilang mama nya Renjun adalah pasien yang selalu di tangani oleh Jeno.

Jadi Jeno lumayan, atau bisa di bilang cukup mengerti dengan apa yang di inginkan renjun.

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Renjun menggangguk pelan yang menyatakan kalau ia ingin makan sambil menonton.

Jeno merogoh laci nya dan memberikan iPad miliknya kepada Renjun.

Renjun meraih iPad itu dan mulai memakan makanan nya dengan perlahan, walau tadi ia sempat enggan memakan nya, bahkan dokter Jeno sampai menawarkan diri untuk menyuapi nya.

Jeno mengerti bahwa Renjun ingin makan sendiri, ia membiarkan renjun memakan makanan nya sambil menonton di iPad miliknya.

Jeno melanjutkan pekerjaan nya, melihat data data para pasien nya, sesekali mengawasi Renjun yang tengah makan dengan tenang.

Anak itu makan dengan lahap yang mana langsung membuat Jeno tersenyum.




halooooooooooo!!!

entah tiba tiba aja mau bikin book baru, wkkwkwkw, malam malam lagi aku bikin nya~

8 day lagi idul fitri ndda sieee, hohoho.

gimana pendapat kalian tentang book ini? boleh kritik dan saran di komentar.

jangan lupa vote dan komen nya ya!!

The Candle Light | NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang