- i. Dua Pengintai

4 0 0
                                    

Sepasang iris heterochromia milik gadis itu menatap lekat-lekat gang gelap di seberang jalan. Seseorang berdiri di sana dengan sebuah senjata berbahaya di pinggang-sebuah katana.

Ia balik melihat sosoknya yang duduk di atas tumpukan kotak usang yang kokoh. Sorotan matanya tajam-gadis itu tahu betul lelaki di seberang sana berbahaya lewat informasi sekecil itu.

Tetapi apakah ia mundur? Mustahil.

Ponsel di pinggangnya bergetar, dengan sigap gadis itu menariknya keluar dari kantong untuk menjawab panggilan. Suara tenang wanita di telepon itu mengalun di telinganya tanpa perlu basa-basi mengatakan salam.

"Kembalilah ke markas, Elizabeth."

Elizabeth mendapati panggilannya terputus, tepat setelah perintah itu selesai diucapkan. Dengan segera ia melompat turun dari tempatnya duduk selama tiga puluh menit.

"Dasar wanita sinting," gumamnya sembari berbalik. "Aku harus segera menyelesaikan ini sebelum hari berganti."

Ia melangkah menjauh dan menghilang dalam kegelapan. Pandangan laki-laki itu segera turun ke tanah, kakinya turut melangkah ke arah yang berlawanan, dengan ponsel menempel di telinganya.

Ia menghela nafas. "Aku rasa ada orang lain yang menargetkan orang yang sama dengan kita," katanya. "Apa kubunuh saja...."

"Tidak," jawaban tegas itu membuatnya mendecakkan lidah. "Fokus saja pada tugasmu, Sanzu."

"Dimengerti."

.
.
.

When You Close Your Eyes

When You Close Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang