Seperti pagi biasanya, sebelum Mas Irsan berangkat bekerja aku akan memasak dan menyiapkan sarapan untuknya. Badanku terasa lebih segar karena sudah mandi.
Mas Irsan dan Indira sudah berada di bawah, mereka jika sudah asik berdua pasti aku akan terabaikan seperti sekarang. Aku memolesi wajahku dengan bedak dan lipecream agar wajahku tidak pucat.
Aku menatap tubuhku di pantulan cermin, ingin memastikan bahwa noda itu tidak terlihat oleh siapa pun. Di rasa baju yang kupakai menutupi, aku bergegas untuk turun ke bawah. Menyusul suami dan anakku.
Langkahku menuruni setiap anak tangga, aku tersenyum kala mendengar suara tawa Indira yang begitu lepas. Entah apa yang sedang anakku lakukan. Setelah sampai di ujung tangga, rupanya Mas Irsan sedang menggelitiki perut putri kami. Pantas saja Indira terlihat sangat bahagia.
Setibanya di belakang tubuh Mas Irsan, aku melingkarkan tanganku di bahunya dan menyandarkan daguku di kepalanya. Aroma shampo yang di pakai Mas Irsan begitu menguar, selalu memanjakan indera penciuman.
"Asik banget, sampai aku di lupain." Aku berpura-pura merajuk.
Indira melambaikan tangan ke arahku. "Camat pagi Ma!" sapanya.
"Pagi sayang," balasku sembari membelai gemas pipi chubby-nya.
"Nggak usah masak, langsung duduk dan makan aja," titah Mas Irsan dan aku menurut saja.
Aku menarik kursi di sebelah kanan Mas Irsan. Dia menatapku secara intens. "Kenapa Mas?"
"Kamu cantik banget, Yang. Mas suka," ungkapnya. Aku membalasnya dengan senyuman. Meski jiwa ini bergetar hebat, aku berusah bersikap biasa saja. Walaupun perutku tergelitik, bagaikan ada kupu-kupu berterbangan di dalam sana.
Aku mengusap punggung tangannya, kemudian melayani suami dan anakku makan. Mas Irsan makan sambil menyuapi Indira. Hatiku menghangat melihat perlakuan Mas Irsan padanya. Pantas jika Indira sulit berjauhan dengan sang Ayah, jika sikap Mas Irsan membuat Indira betah.
Aku salut dengan sikap Mas Irsan, yang memperlakukan aku dan anakku dengan tulus. Walaupun Indira rewel, Mas Irsan tidak pernah mengeluh sama sekali. Suamiku itu justru terlihat senang-senang saja mengurus anak kami.
"Indi nggak mau calapan!" tolak Indira ketika Mas Irsan menyodorkan sesendok nasi ke mulut Indira.
"Kenapa nggak mau? Papa sama Mama juga sarapan kok, nanti Indi sakit perut kalau nggak sarapan," bujuk Mas Irsan.
Indira mendorong tangan Mas Irsan. Anak itu benar-benar rewel. "Nanti aja, Indi mau main cama Papa."
"Iya nanti main sama Papa, sekarang makan dulu ya. Kalau Indi nggak makan, Papa nggak mau main sama Indi lagi loh."
Wajah Indira berubah memelas, matanya yang puppe eyes dan bibirnya yang mengerucut membuatku jadi gemas.
"Ya udah, cini, cuapin!" kata Indira pada akhirnya. Dengan telaten Mas Irsan menyuapi Indira, padahal suamiku belum makan sesuap nasi pun.
Sebentar lagi Mas Irsan berangkat bekerja, ia harus sarapan agar tidak kesiangan.
"Mas, biar aku aja yang suapin Indi, Mas makan aja," kataku sambil mengusap lengannya.
Senyuman manis terukir di wajah tampan Mas Irsan. "Nggak papa, biar Mas suapin aja. Kamu juga makan Yang, aku mah nanti aja."
"Ya udah, aku juga nunggu Mas makan," kataku. Mas Irsan yang sedang menyuapi Indira menoleh ke arahku, dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Kenapa? Mama Rin mau Papa suapin juga?" kata Mas Irsan dengan menggodaku.
Aku terkekeh pelan. "Apaan sih Mas, aku bisa sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Selingkuhan Suamiku
RomanceKeanehan yang di rasakan oleh Rinjani ketika dirinya mengandung lagi, membuatnya curiga terhadap perilaku suaminya. Merasa penasaran, Rinjani memutuskan untuk menyelidiki setiap gerak-gerik suaminya secara diam-diam. Ia memutuskan untuk membuntuti s...