9. Berdua Dengan Winarni

508 5 0
                                    

Semenjak kejadian semalam, Mas Irsan jadi sering melamun. Seperti pagi ini. Saat di meja makan, dia yang biasanya ceria dan bahkan bercanda dengan Indira jadi mendadak diam. Rasa bersalah menggerogoti hatinya. Sebab, tidak sepatutnya ia menyaksikan dan menikmati pemandangan semalam.

Rinjani yang melihat suaminya melamun di kursi pun mengerutkan keningnya. Rinjani menggandeng Indira untuk mendekat ke arah pria yang sudah duduk di tempat sarapan.

Rinjani mengusap bahu Mas Irsan, tapi tetap saja suaminya malah diam dan melamun. Merasa ada yang aneh, Rinjani jadi mengecup pipinya hingga Mas Irsan tersentak.

"Mas lagi ngelamunin apa sih? Nggak sadar ya dari tadi aku di sini?" tanya Rinjani, tangannya masih mengusap lembut bahu suaminya.

Mas Irsan tersenyum kaku, ia kaget ketika Rinjani tiba-tiba mencium pipinya. Kendati demikian, ia senang.

"Maaf Yang, Mas rada nggak fokus ini," ujar Mas Irsan, mengurut pelipisnya yang terasa pusing karena tidak bisa tidur semalaman.

Wajah Rinjani berubah khawatir. "Kamu sakit, Mas? Atau nggak enak badan?"

Pria itu tersenyum simpul, tangannya menuntun tangan Rinjani agar duduk di sebelah pahanya. Rinjani melingkarkan tangannya di leher sang suami.

"Mas butuh pelukan kamu."

Dia melihat kelopak mata suaminya hitam, sepertinya Mas Irsan tidak tidur semalam. Rinjani hanya bisa diam ketika Mas Irsan menenggelamkan kepalanya di ceruk lehernya, menyesap parfume khas istrinya yang begitu memabukan.

Jari tangan Rinjani membelai kepala Mas Irsan, keduanya tidak langsung sarapan. Melainkan menikmati pelukan di pagi hari, seolah dunia serasa milik berdua.

Sesekali keduanya melirik ke arah Indira yang sedang anteng memakan pudding buatan Rinjani, karena pudding adalah makanan kesukaan Indira.

Ah, anak kami ini memang mudah di ajak kompromi. Di saat kedua orangtuanya bermesraan, si kecil tidak rewel.

"Mau aku buatin kopi, Mas? Kelopak mata kamu hitam, semalem nggak tidur ya?" tanya Rinjani.

Sang suami mengangguk, tangannya yang melingkar di perut Rinjani pun menelusup masuk ke piyama yang masih Rinjani kenakan. Seperti biasa, untuk memberikan usapan lembut pada anaknya.

"Mas nggak bisa tidur semalam."

"Lagi mikirin apa emang? Malem nggak tidur, pagi malah bengong, nggak biasanya kamu kayak gitu," ujar Rinjani.

Bibir Mas Irsan terkatup rapat-rapat. Ia resah dan gelis karena kejadian semalam. Bayangan tubuh Winarni terngiang-ngiang di pikirannya. Sampai-sampai ia jadi gagal fokus dan sulit tidur.

Pelukan padanya ia eratkan, kepalanya semakin menghirup aroma parfume Rinjani yang memang selalu menjadi candunya. Ia merasa bersalah, sudah menjadikan wanit lain sebagai objek fantasi liarnya.

Padahal Rinjani saja sudah cukup. Mungkin karena istrinya masih belum bisa memberikan hak batinnya. Ia jadi khilap seperti itu.

"Pusing aja, banyak kerjaan," alibi Mas Irsan, supaya Rinjani tidak khawatir.

"Jangan terlalu di forsir, Mas. Kamu juga butuh istirahat," kata Rinjani. Di dalam pelukan istrinya, Mas Irsan tersenyum, beruntung sekali ia mempunyai istri seperti Rinjani. Pantas saja, rasa cintanya semakin bertambah, jika sikap Rinjani selalu membuatnya nyaman.

Mumpung berangkat kerja masih lama, ia gunakan waktu itu untuk bergelayut manja dengan istrinya. Jika sudah sampai di tempat kerja, bawaanya ingin segera pulang saja, lantaran rindu dengan Rinjani dan juga anaknya.

Misteri Selingkuhan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang