[8]. Last

100 16 0
                                    

———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———


Delio menangis di tempatnya. Lalu, dia perlahan juga mengangkat tangannya, seolah menerima uluranku. Aku berjalan ke arahnya dengan senyum lega. Tetapi, kakinya terpeleset lalu, Delio mulai terjatuh ke bawah.

"Dokja!!" Aku berteriak kencang sembari berlari. Aku tidak menggapai tangannya. Kemudian, Delio langsung terjatuh di bawah. Aku menatap ke bawah dengan terkejut sembari berpegangan pada pagar.

Di bawah, Delio terbaring dengan darah yang berasal dari kepalanya. Dia terbatuk-batuk mengeluarkan darah. Matanya masih terbuka. Lalu, dia sedikit melirik ke atas. Matanya yang pucat bertemu dengan mataku. Di atas gedung aku sudah menangis di tempatku.

Setelahnya, Delio dinyatakan meninggal saat itu.

Aku hanya bisa terdiam saat berada di rumah sakit. Di atas ranjang yang cukup jauh dariku. Terdapat seseorang yang di atasnya dibaluti kain putih. Aku menatapnya nanar, tanganku mengepal di setiap sisi tubuhku.

Pada akhirnya, aku tidak bisa menyelamatkan Delio, lagi.

Lalu menghilang. Kesadaranku kembali saat aku menyadari sekarang aku sudah berada di perpustakaan yang kukenal. Tampaknya aku kembali pada timeline-ku. Aku berjalan ke sana kemari menyusuri perpustakaan untuk mencari Delio.

Lalu, langkahku terhenti di depan jendela yang kukenal. Aku berjalan ke arahnya. Kemudian membayangkan jika ada portal yang bisa menghubungkan duniaku dengannya di sana. Pandanganku terarah ke bawah, tepat di halaman belakang gedung. Itu adalah tempat Delio meninggal di tempat.

Aku menoleh ke samping dan menemukan sebuah buku yang tergeletak di bawah. Entah sejak kapan buku itu bisa ada di sana. Aku membungkuk dan mengambilnya. Tidak ada sampul hanya warna polos biru. Selanjutnya, aku membuka buku tersebut.

Leya. Aku suka kamu, engga, lebih, aku cinta kamu. Kamu ingat waktu kita ketemu? Kamu ada di sudut perpustakaan dan menangis, lalu aku menghampirimu. Sebenarnya aku sedikit terkejut karena kamu bahkan bisa melihat keberadaanku. Setelahnya, kita mulai berteman dekat. Bahkan sering sekali mengadakan pertemuan di sudut perpustakaan dan membolos jam pelajaran.

Sejujurnya itu bukanlah pertemuan pertamaku denganmu. Pertama aku bertemu denganmu adalah saat aku masih hidup, kau orang yang berteriak di kelas saat anak-anak merundungku. Kemudian, membawaku ke ruang kesehatan dan mengobatiku. Saat itu aku sadar, kau sudah cukup berarti bagiku. Walaupun kau menghilang setelahnya, dan kita bertemu lagi di saat aku yang hendak membunuh diriku sendiri.

Aku ingin mengakui satu hal. Saat itu aku ingin menggapai tanganmu. Tetapi entah itu garis takdir atau apapun, aku berakhir waktu itu. Saat itu, kau menangisi diriku yang justru membuatku sedikit senang dan berpikir 'ternyata ada orang yang peduli padaku'. Rohku mulai berkelana dan pada akhirnya menjadi roh penunggu secara permanen di perpustakaan. Setiap hari, setiap saat, setiap jam, kamu adalah orang yang kupikirkan.

[✓] Star Lost | Kim DokjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang