Kini tinggal Jisoo dan Chaeyoung yang saling berhadapan. Bertemu muka dengan wajah Jisoo yang lemah lembut seperti biasa, bedanya sekarang wajah itu terbalut penyesalan. Chaeyoung tak sanggup lagi menahan air mata.
"Kenapa ... kenapa kau harus melakukannya, Unnie?" Chaeyoung runtuh di kursi terdekat.
Jisoo cukup menatap Chaeyoung yang sengaja berpaling. Jisoo merasa tidak pantas dan terlalu merasa bersalah untuk memegang tangan atau menatap mata adiknya.
"Aku minta maaf, meski ini tidak akan cukup. Aku hanya ingin mengatakannya. Chaeyoung-ah, semua yang kutunjukkan padamu dan Lisa bukan pura-pura. Aku menyayangi kalian. Hanya saja aku lebih dulu sangat menyayangi Jennie. Yang kulakukan, itu salah, hanya salahku. Maaf kau mengetahuinya dengan cara seperti ini." Tak kunjung mendapat balasan, Jisoo menjauhkan diri dari Chaeyoung. Meninggalkannya sendirian.
Jisoo keluar dari sana mendatangi kamarnya. Jennie pernah bilang, Jennie mungkin akan marah, tapi Jisoo tidak boleh mendiamkannya. Jisoo akan bicara dengannya.
Ketika membuka pintu, Jisoo tidak menangkap sosok Jennie di sana. Masuk semakin dalam, Jisoo melihat pintu ruang ganti terbuka.
Jisoo menahan tangan Jennie yang bergerak terlalu cepat memasukkan pakaian ke dalam koper, meski Jennie segera menghempaskan. Jisoo bergerak lebih tegas memegang kedua bahu Jennie, mendorongnya hingga bersandar pada tempat pakaian.
"Jennie-ya ... apa yang kau lakukan? Kau mau ke mana?"
Jennie tidak suka melihat mata Jisoo yang begitu terluka. Jennie tidak bermaksud membuatnya terluka. Tetapi Jennie menangkis tangan Jisoo dari bahunya.
"Sejak awal ini memang bukan kamarku. Aku akan pergi ke tempat seharusnya aku berada." Jennie lanjut mengemasi pakaiannya.
"Di sinilah kau seharusnya berada. Di sampingku, di dekatku." Jisoo sadar Jennie sengaja mengabaikan. "Ayo kita bicara dulu."
Jennie menutup kopernya, kini menghadap Jisoo sepenuhnya. Dapat Jennie bayangkan tak terkira Jisoo menyesal dan merasa sakit. Namun, dirinya sendiri juga kesakitan. Kepedulian dan kasih sayang Jisoo terasa begitu membebani Jennie. Jennie pikir itu juga berlaku pada Jisoo. Jisoo mungkin menganggap Jennie yang sedikit lebih muda merupakan beban yang harus begitu dijaga.
"Padahal kita kembar, Unnie, tapi kau tidak pernah menganggapnya begitu. Kenapa kau berpikir aku akan bahagia ketika kau terus berbohong padaku? Kenapa kau berpikir kalau aku akan bahagia saat kau menanggung semua ini karena aku? Kau membuatku merasa takut kalau dekat-dekat denganmu lagi."
"Sepertinya kita sudah terlalu melekat, sehingga rasanya justru seperti sedang menyakiti satu sama lain dan diri sendiri dengan dalih ingin melindungi. Aku takut kau terlalu melindungiku lagi. Kau membuatku beranggapan, bahwa aku tidak pernah cukup baik di matamu. Aku berpikir, aku hanya orang lemah yang tidak berguna bagimu. Kau tidak pernah mau bergantung padaku, tapi kau membuatku selalu bergantung padamu." Jennie sudah memegang gagang koper saat Jisoo menghentikan.
"Tidak seperti itu. Dengarkan--" Ucapan Jisoo terpotong sebab Jennie menarik lengannya begitu kuat serta-merta pergi dari sana.
"Jennie! Jendeukie!" Jisoo menyerah dengan sengaja. Tidak mengejar Jennie atau melakukan usaha lebih untuk meminta dia kembali.
Ada bagusnya juga Jennie pergi. Jisoo tidak perlu mengusir Jennie agar tidak terlalu ikut campur saat Jeewon mengeluarkan sungutnya nanti. Sekarang tinggal melihat nasib seperti apa yang menunggunya.
"Apa dia sudah berhenti peduli padaku? Untuk siapa lagi aku berada di sini, Eomma?"
Ke teras belakang, Chaeyoung mencari Lisa. Chaeyoung duduk di sampingnya. Kepala Chaeyoung bertumpu pada bahu tegar adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.