#Pertanda apa?

29 3 0
                                    

Assalamu'alaikum...

Aku kembali, Enjoy yaa...
Jangan lupa vote dan komennya.

⚠️ Cerita hanya fiktif belaka ⚠️

🌷🌷🌷


#Author's POV

Sudah empat hari Alna mengurung diri dikamar, setiap umik atau yang lain menawarkan makanan, jawaban Alna selalu sama, -puasa-. Entah itu hanya alasan atau memang dia benar berpuasa.

Empat hari pula bujuk rayuan Umik-abinya tidak pernah digubris. Setiap ada yang datang ke kamarnya, Alna terlihat dalam posisi yang sama, Alna hanya tetap berbaring dengan suara ngajinya yang samar disertai tatapan kosong dan tasbih melingkar ditangannya.

Malam ini, Umik Alna sedang berada diruang keluarga bersama Abi, Lafif dan juga istrinya, mereka tengah mengobrol perihal Alna, kekhawatiran Abi dan Umik Alna sangat terlihat jelas, karena Alna adalah tuan putri bagi mereka mengingat dia anak perempuan satu-satunya di keluarga ini.

"Kita harus cari tau Bi, Umik ndak ridho kalau Alna- Na'udzubillah, diperlakukan kurang baik sama suaminya."

"Iya, tapi kalem-kalem. Kita tanya Alna dulu mik, abi sungkan kalau ujug-ujug tanya sana. Kita ini siapa." Ujar Abi

Sebenarnya Abi juga merasa kalau ada yang tidak beres dengan hubungan anaknya, Abi juga penasaran dan ingin sekali melabrak Agham yang sudah menyebabkan tangis putri kesayangannya, tapi tetap saja Abi merasa dia tidak boleh sembrono untuk menghadapi situasi ini, apalagi Alna belum mau berbicara apapun, Abi tidak ingin salah paham dan menjadikan hubungan keluarganya dengan Al-Hikam buruk.

Abi harus menunggu putrinya mau bicara dan menceritakan segalanya, Abi harus sabar.

"Apa Lafif mawon yang sowan kesana? Ta'tanya langsung ke gus Agham?" Tawar Lafif. Wajar saja Lafif adalah kakak yang paling dekat dengan Alna dibandingkan yang lain, karena jarak umur mereka yang berdekatan.

"Sek sabar... Tunggu Alna cerita dulu, sebenernya ono opo, biar kita nanggepine nanti juga ndak salah kaprah Le. Biar bagaimanapun Adekmu itu sudah berkeluarga, dia bukan lagi Alna kecil kita yang apa-apa harus ada campur tangan kita, biarkan dia tenang dulu. Kita ini bagian kasih saran yang tepat sama jadi pendengar yang baik buat dia. Selebihnya kita serahkan ke Alna dan suaminya."

"Iya Bi, Umik tau, umik juga sependapat sama Abi. Tapi iniloh liaten anake. Empat hari ndak mau keluar kamar. Makan ya ora, ngomong juga ora. Umik ndak tega bi, Alna itu ndak pernah kayak gini." Sahut umik dengan mata berkaca-kaca.

"Mik, Abi tau perasaan Umik. Abi juga ngerasa sama, tapi mau gimana lagi? Udahlah, kita serahin semuanya ke mereka, Abi yakin dan percaya. Alna pasti bisa mengatasi masalah ini. Alna itu hebat, cerdas mik. Bijak arek iku. Abi yakin Alna ndak bakal sembrono. Kita harus percaya dan dukung apapun yang jadi keputusannya nanti." Abi mengelus lembut tangan umik yang sedikit dingin karena kecemasannya.

"Nggih pun, Lafif nderek apa kata Abi saja. Abi benar, kita harus percaya dan mendukung Alna sepenuhnya. Umik sampun mikir nemen-nemen nanti darah tingginya kumat. Pasrah mawon mik." Imbuh Lafif berusaha meredam kecemasan sang ibu.

Obrolan terus berlanjut sampai pada akhirnya Abi memutuskan untuk masuk ke kamar Alna guna mengajak putri kesayangannya berbicara, abi hanya berharap semoga Alna bersedia untuk berbagi dengannya.

Abi mengetuk pintu kemudian mengucap salam, saat dijawab dan dipersilahkan masuk. Abi langsung membuka pintu dan masuk.

Abi mendapati Alna masih dengan posisi yang sama, sepertinya Alna hanya meninggalkan ranjangnya saat shalat dan ke kamar mandi, selebihnya abi tebak Alna akan kembali pada ranjangnya, entah itu posisi tidur terlentang, miring, duduk sampai tidur lagi.

AlghanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang