Jungkook memutuskan pulang lebih awal begitu tahu di kawasan Kuningan sedang berlangsung Street Food Festival. Inginnya dia mengajak istrinya sejak pagi tadi, andai pekerjaan di kantor tak menuntut dia untuk duduk bergelung lebih lama dengan berkas-berkas laporan.
"Jimin suka jelajah kuliner. Hobinya jajan dan makan enak."
"Bukannya kau pun sama, malah lebih parah 'kan, Jung?" Sekretarisnya menyangkal, sambil pria ini merapikan berkas laporan bulanan yang telah ditandatangani Jungkook dari setiap kelompok divisi perusahaan.
"Itu yang bikin kita berjodoh, sepertinya."
"Bukan sepertinya, memang semestinya." Mereka sekadar menggulir senyuman seiring pergerakan tetap fokus pada aktivitas masing-masing di mana Jungkook tampak sedang mengemasi barang-barang di meja kerjanya.
"Kau tidak pergi?!"
"Belum tahu, sih. Kurang asyik kalau pergi sendirian."
"Makanya cari pasangan sana! Betah sekali single lama-lama. Cari pacar kek, atau calon istri."
"Cari di mana? Kau pikir cari pasangan itu semudah menemukan kopi enak?"
"Bukan begitu juga, Cha. Aku cuma heran, di Seoul kau ini terkenal playboy. Kenapa di Jakarta nasibmu segini mirisnya. Banyak perempuan cantik di kantor, atau kau bisa coba lewat aplikasi pertemanan. Aku dengar karyawan kita banyak yang berhasil melalui jalur itu. Ada yang berpacaran, sampai yang menikah pun ada, Cha Eunwoo."
"Belum ketemu yang pas kayaknya, Jung."
"Tipemu seperti apa? Mana tahu aku bisa bantu."
"Sebelas dua belas sama Jimin, istrimu. Kira-kira ada tidak?"
"Wah, limited stock itu, Cha! No repeat available." Spontan sekretarisnya tertawa sambil menggeleng-geleng. "Katamu tempo hari ada kenalan baru di Seoul. Kelanjutannya apa?"
"The end."
"The end? Kok bisa? Belum apa-apa sudah tamat duluan. Baru ketemu 'kan, sekretaris Tuan Choi."
"Tidak ada kecocokan, Jung. Kepribadiannya kelewat rumit. Apa-apa harus terjadwal, masa iya komunikasi bisa segitu payahnya. Baru rencana pendekatan, dia justru kasih aturan ini dan itu, lebih parah dari daftar pelanggaran perusahaan. Siapa yang tahan sama perempuan otoriter? Tidak bermaksud memusuhi emansipasi wanita, bukan berarti juga dia bisa semena-mena. Apa karena cantik?! Cantik relatif, bisa dijumpai di mana-mana."
"Memang repot menjalani hubungan dengan pasangan yang over treat. Kita berusaha santai pun, dia tidak bakal mengerti. Apa-apa pakai standar dan limit. Yang sebetulnya membutuhkan keterbukaan, jadi privasi. Terus, apa gunanya menggabungkan dua pemikiran dan perasaan?"
"Berkat perkataanmu, aku makin lega. Artinya dia belum layak dipertahankan. Aku juga kepingin punya pasangan yang benar-benar membutuhkan keberadaanku, bukan sekadar bergantung primer dan sekunder. Ini tentang cara melibatkan aku dalam setiap keputusan dan kepentingan dia. Menurutmu berlebihan?"
"Masuk akal. Tidak ada porsi berlebihan kalau keduanya sama-sama sepakat ... aku balik duluan, ya. Mumpung ini belum sore, biar Jimin puas mencicipi ke sana sini."
"Selamat bersenang-senang, Pak Direktur." Cha Eunwoo tak akan melihat munculnya seringai Jungkook akibat ucapan sarkasmenya.
-----
Dini turun dari mobil, Jungkook pun mempercepat langkahnya. Dengan semangat yang tinggi dia langsung mendorong pintu, memasang raut gembira sembari ke dalam untuk menemui istrinya. "Dek, Adek di mana?! Mas sudah pulang ini." Kakinya diayun ke dapur lebih dahulu, menenggak segelas air putih dari kulkas sebelum kakinya menapaki anak tangga menuju kamar mereka. "Adek di dalam?" Melongok dari balik pintu, mendapati istrinya sedang menyusun kain ke lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jiji & Mas Jungkook
RomanceJimin yang manja selalu merasa bahwa suaminya tidak akan pernah menolak segala permintaan dia. Lagi pula, Jungkook punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa bisa berbuat kasar sekalipun sekadar penegasan. Lalu, Jimin yan...