Happy Reading!
Revin menatap cincin berlian yang ia beli saat di Eropa. Cincin itu awalnya akan ia berikan pada Elia tapi tidak jadi. Sekarang Revin merasa bahwa Elia tidak pantas mendapatkan apapun, baik itu cinta, kasih sayang ataupun berlian.
Masih jelas teringat di kepala Revin bagaimana Elia menolak kehamilannya. Wanita itu bilang tidak ingin hamil dan itu cukup menjadi alasan bagi Revin untuk tidak bersikap baik.
Dan hari ini akad nikah akan diadakan. Ia bahkan sengaja tidak mengadakan resepsi, lagipula Elia hanya menjadi istrinya selama beberapa bulan ke depan. Revin bahkan sudah siapkan rencana untuk mempermalukan Elia pada saat akad nikah.
Ceklek
"Kau sudah siap?"tanya Mawar dan Revin langsung berbalik kemudian memeluk mamanya.
Mawar tersenyum senang lalu mengusap punggung putranya. "Putra mama akan menjadi seorang suami hari ini."
Revin hanya diam dan Mawar segera mengeluarkan kotak cincin yang ia bawa.
"Bagaimana menurutmu, sayang. Apa Elia akan menyukainya?"tanya Mawar.
Revin menggangguk. Tadinya ia tidak ingin ada cincin tapi mamanya malah menyiapkannya.
Mawar mengangguk."Pergilah ke luar, papamu ingin bicara."beritahu Mawar.
Revin mengangguk lalu melangkah keluar dari kamar. Sedang Mawar hanya tersenyum, saat ini putranya pasti sangat gugup.
Mawar berniat pergi namun matanya tak sengaja melihat sebuah kotak kecil di atas meja.
"Apa ini cincin?"gumam Mawar lalu membuka kotak itu.
Berlian biru? Itukan warna kesukaan Elia.
Mawar langsung tersenyum. Ia pikir putranya tak siapkan cincin. Kalau begitu biar cincin dari Revin yang akan menghiasi jari manis menantunya hari ini.
Satu jam kemudian.
Revin sudah duduk berhadapan dengan pak Hasyim, calon mertuanya. Sedang Elia masih ada di kamarnya bersama Lily.
Elia yang sudah dirias hanya duduk menunggu. Ia akan keluar setelah ijab qabul selesai.
"Kakak sangat cantik."puji Lily dan Elia hanya tersenyum tipis.
"Terima kasih."
"Tidak perlu sungkan. Kak Elia adalah bagian dari keluara sekarang, meskipun dulu aku sudah menganggap kakak sebagai keluarga."ucap Lily lalu duduk di samping Elia dan memperlihatkan layar ponselnya.
Di layar ponsel terlihat jelas tuan Revin yang duduk berhadapan dengan ayahnya. Nampaknya akad nikah akan segera dilakukan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Elia Hasyim binti Hasyim dengan mas kawin uang sebesar dua puluh tiga ribu empat ratus rupiah dibayar tunai." ucap Revin lantang.
"Bagaimana saksi?"
"Sah!"
"Alhamdulillah.."
"Kak Revin so sweet sekali."ucap Lily membuat Elia menatap gadis itu.
Lily yang ditatap segera menjelaskan."Dua puluh tiga ribu empat ratus, bukankah itu tanggal lahir kak Elia?"ucap Lily membuat Elia tertegun. Benar. Ia kan lahir tanggal dua puluh bulan tiga tahun dua ribu empat.
"Aku tidak menyangka kak Revin akan memikirkan angka itu untuk menjadi mahar pernikahan."ucap Lily dengan tawa lebar.
Elia hanya diam. Bisa saja maksud tuan Revin bukan itu. Mengingat apa yang dikatakan pria itu dua hari yang lalu.
"Ayo, kak. Sepertinya sekarang kita harus keluar."ajak Lily dan Elia mengangguk.
Keduanya melangkah keluar dari kamar dan menuju ruang tamu yang disulap sebagai tempat akad nikah.
Lily membantu Elia duduk di samping kakaknya.
"Kak Revin harus menjaga kak Elia dengan baik."bisik Lily lalu menjauh dari sana dan memilih duduk di samping mamanya.
Mawar menggenggam jemari putrinya lalu tersenyum.
"Suatu saat mama juga akan menikahkanmu seperti ini."bisik Mawar. Dan pada saat itu ia pasti akan merasa sangat sedih.
Kembali ke depan, di mana dua pengantin sudah duduk berdampingan. Revin dan Elia diminta menandatangani beberapa berkas hingga akhirnya mereka mendapatkan buku nikah.
Mawar memberikan kotak cincin yang ia simpan dan meminta Lily untuk memberikannya ke depan.
Lily duduk di tengah antara kakak dan kakak iparnya lalu membuka kotak cincin.
Deg
Revin melotot saat melihat cincinya.
Itu kan?
Lily memaksa kakaknya mengambil cincin itu dan segera memasangkan ke jari manis kakak iparnya.
"Cepat, kakak!"desak Lily membuat Revin mau tak mau memakaikan cincin itu ke jari manis istrinya.
Lily juga memberikan sebuah cincin pada kakak iparnya.
"Kak Elia."panggil Lily saat kakak iparnya terlihat melamun.
"Kak.."panggil Lily lagi dan untungnya berhasil menyadarkan Elia dari lamunannya. Elia mengambil cincin yang diberikan oleh Lily lalu dengan perlahan memasangkannya ke jari manis tuan Revin.
"Yey. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk ciuman."ucap Lily tiba-tiba membuat Elia melotot.
"Lily, sayang."tegur Mawar dan menggeleng mengisyaratkan agar putrinya tidak mengatakan apapun lagi.
Namun nampaknya Lily tetap bersikeras.
"Tidak, mah. Lagipula semua yang ada di sini adalah keluarga. Ciuman dikit nggak ngaruh kok."ucap Elia lalu menatap kakaknya.
Revin menggeleng. Jika dulu, mungkin ia tak akan ragu untuk mencium bahkan melumat bibir Elia. Tapi sekarang, ia tidak bisa. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"ck! Baiklah. Kalau begitu kakak dan kakak ipar bisa menciumku. Ayo! Masing-masing di sisi pipi kanan dan kiri."perintah Lily lalu meminta kakak keduanya untuk mengambil foto.
"Siap."ucap Jevin dengan ponsel di tangannya.
"Lakukan saja, Revin."ucap salah satu anggota keluarga.
"Benar. Tidak ada yang salah dengan mencium adikmu."
"Haha Revin tidak mau mencium istrinya di sini tapi nanti pasti dia akan mengurung istrinya di kamar.
"Haha"
"Benar sekali. Dasar anak muda. Malu-malu tapi mau."
Begitulah celetukkan beberapa anggota keluarga dan akhirnya Revin mengalah. Segera lakukan dan selesai.
"Iya. Baiklah."ucap Revin membuat Lily bertepuk tangan girang.
"Baiklah. Sekarang tutup mata dan cium aku!"titah Lily yang entah kenapa dituruti okeh Elia dan Revin.
Sedikit lagi dan ya, Lily memundurkan kepalanya hingga.
Cupp
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Kesayangan Tuan Revin
RomanceWarning: 21+ Elia Hasyim, gadis berusia dua puluh tahun. Ia adalah putri seorang pengurus kebun yang bekerja di rumah besar tuan Revan dan nyonya Mawar. Namun disaat sedang menanam bibit bunga, tiba-tiba saja Elia dibekap hingga pingsan. Dan begitu...