18. Lidah Dewo Menjulur, Menjilati Batang Rama

3.7K 77 8
                                    

Di ruang UKS yang sunyi, suasana menjadi sangat intens antara Dewo dan Rama. Dewo, dengan mata yang lembut namun penuh kepasrahan, membiarkan Rama mengambil kendali. Ketika Rama dengan tegas berkata, "Jangan kabur ya, aku belum puas menghukummu, Bang," ada nada otoritas yang tidak bisa diabaikan dalam suaranya.

 Ketika Rama dengan tegas berkata, "Jangan kabur ya, aku belum puas menghukummu, Bang," ada nada otoritas yang tidak bisa diabaikan dalam suaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dewo, dengan tatapan yang setengah bercanda namun juga serius, merespons, "Maaf Pak, Bapak benar, saya memang layak dihukum. Hukum saya seberat-beratnya, Pak." Namun, ekspresi wajah Rama tetap serius, menunjukkan bahwa ia tidak main-main dalam situasi ini.

Untuk beberapa detik, hanya suara detak jantung Dewo dan Rama yang terdengar.

Lalu Dewo merasakan dasi seragamnya ditarik oleh Rama, mendekatkan wajah mereka hingga hanya berjarak satu senti. Mata Dewo menatap dalam ke mata Rama, penuh pertanyaan dan antisipasi. 'Apa yang akan dilakukan Rama?' pikir Dewo, hatinya berdebar kencang.

Sementara itu, Rama, dengan ekspresi yang tenang namun penuh ketegangan, memegang erat dasi Dewo. Ada ketegangan yang tak terucapkan di antara mereka, sebuah momen yang penuh dengan emosi yang tidak terungkap.

Detik demi detik berlalu, Dewo merasa semakin gelisah. Ia bergumul dengan perasaan dalam dirinya, rasa bersalah bercampur dengan keinginan yang kuat. Akhirnya, ia tidak bisa menahan diri lagi. Dewo mendekatkan bibirnya ke bibir Rama, menciumnya dengan lembut namun penuh kebutuhan.

Kontol Dewo berkedut-kedut, menunjukkan gairah yang terpendam. Setiap sentuhan dari Rama, setiap tarikan dasi itu, semakin membangkitkan hasrat Dewo. Dewo, yang biasanya dikenal sebagai sosok yang tangguh, kini merasa rawan dan terbuka di hadapan Rama.

Di tengah ketegangan dan ketidakpastian, Dewo merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ketika bibirnya bersentuhan dengan bibir Rama, ada getaran mendalam yang meresap ke dalam hatinya, sebuah pengakuan tak terucapkan tentang perasaannya yang sebenarnya. Di dalam kecupan itu, Dewo menyadari bahwa koneksi yang ia rasakan dengan Rama bukan hanya fisik, tetapi juga emosional dan mental.

Sementara Rama memegang erat dasi Dewo, mengontrol setiap gerakan mereka, Dewo merasakan kebebasan yang aneh. Dia, yang biasa berada di posisi pemimpin, sekarang menemukan dirinya dalam peran yang berbeda. Terikat oleh dasi, tetapi entah bagaimana merasa lebih bebas dari sebelumnya. Dewo, yang dibesarkan oleh ayah yang merupakan sosok alpha male, selalu diajarkan untuk memimpin dan mengendalikan. Namun, sekarang, di bawah kendali Rama, Dewo merasa bebannya terangkat. Ada sesuatu yang menenangkan tentang menyerahkan kendali, sesuatu yang membebaskan tentang mempercayakan dirinya pada orang lain.

Kecupan yang awalnya ringan dan lembut berubah menjadi lebih dalam dan penuh gairah. Dewo ingin mengakhiri ciuman itu, tetapi Rama dengan tegas menahan dasinya, memaksa Dewo tetap di tempat. Di dalam benak Dewo, muncul pertanyaan, "Kenapa aku tidak menghentikan ini? Kenapa aku membiarkan Rama mengendalikan aku?" Pertanyaan-pertanyaan ini berkecamuk di pikirannya, tetapi pada saat yang sama, ada kepuasan yang tak bisa dijelaskan. Otot-ototnya yang selama ini menjadi simbol kekuatan dan dominasi, kini tidak berdaya di bawah kendali Rama.

PENTIL DEWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang