Happy Reading!
Elia melirik ke arah sofa di mana tuan Revin tidur, setelah mengatakan banyak hal.
"Pernikahan ini hanya sampai kau melahirkan. Setelah itu aku akan mengambil anakku dan menceraikanmu.
"Namun aku ingin kita bersikap layaknya suami istri dihadapan orang tua dan aku yakin kau juga tidak ingin ayahmu tahu tentang keadaan pernikahan kita."
"Kita berdua tidak boleh saling mengatur. Aku akan lakukan apapun yang ku inginkan dan kau, aku tidak peduli."
"Satu hal yang pasti. Aku ingin bayiku baik-baik saja. Jika terjadi sesuatu yang buruk padanya maka aku akan membunuhmu."
"Dan terakhir, kita tidak akan tidur satu ranjang."
Setelah bicara panjang lebar, pria itu langsung melangkah menuju sofa dan berbaring di sana.
Elia hanya menghela napas lalu mengusap perutnya. Sebelumnya ia berharap bahwa pernikahan ini akan baik-baik saja tapi ternyata tidak. Namun kabar gembiranya, semua yang tuan Revin katakan tadi sangat menguntungkan dirinya.
Itu berarti Elia tidak perlu repot dengan pernikahan ini, bukankah itu intinya.
Merasa tenang, Elia langsung melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi dan memakai pakaian tidur, Elia langsung menaiki tempat tidur dan menarik selimut.
Elia harap tuan Revin tidak berbohong tentang apa yang ia katakan tadi. Elia tidak ingin satu ranjang apalagi melakukan hal yang lebih dari pada tidur.
Pagi harinya, Revin bangun lebih dulu. Ia merenggangkan kedua lengannya lalu segera melirik ke arah tempat tidur.
Revin berdecak saat melihat posisi tidur wanita itu. Selimut yang jatuh di lantai. Baju tidur yang tersingkap hingga pusarnya kelihatan lalu celana pendek berwarna kuning yang membuat kulit putih Elia nampak menggiurkan.
"Ck! Sial. Apa Elia menggodaku?"gumam Revin lalu mengangguk. Itu pasti maksud Elia. Niat sekali batin Revin lalu beranjak menuju kamar mandi.
Meski sijunior sudah bangun dan membuatnya tersiksa, ia tidak akan mau menyentuh tubuh Elia. Revin ingin Elia tahu bahwa apa yang ia katakan tadi malam tidaklah main-main.
Brakk
Elia langsung membuka matanya saat mendengar suara pintu yang ditutup kasar.
Melirik ke arah sofa, Elia tahu bahwa pelakunya adalah tuan Revin.
"Dia memang papamu, nak. Tapi jangan pernah mengikuti kelakuan atau sifatnya,"ucap Elia pada bayi di kandungannya."Tapi kalau wajahnya, silahkan."lanjut Elia sambil terkekeh. Wajah tuan Revin memang sangat tampan, minusnya cuma disifat yang pemaksa dan egois.
Seperti kebiasaannya, Elia bangun lalu merapikan tempat tidur. Setelah itu ia membuka lemari dan mengambil pakaian ganti. Namun karena tidak hati-hati, Elia malah menjatuhkan pakaian tuan Revin.
"Ya ampun."gumam Elia lalu mengambil celana dan baju kaos putih milik tuan Revin kemudian meletakkannya di atas tempat tidur. Ia akan merapikannya dan memasukkan ke dalam lemari. Sepertinya pakaian itu disiapkan oleh mama Mawar, katanya untuk beberapa hari mereka harus tidur di kamar tamu karena kamar tuan Revin sedang dirombak.
Elia mengambil pakaian untuknya lalu meletakkannya di atas tempat tidur.
Tok tok
"Kak Elia, ini Lily."
Elia yang ingin merapikan pakaian tuan Revin terpaksa meninggalkannya untuk membuka pintu.
Ctak ceklek
"Ada apa, Lily?"tanya Elia ramah.
Lily mengintip ke dalam."Kak Revin mana?"
"Sedang mandi. Apa kau ada perlu dengan tuan Revin?"
Lily menggeleng."Kok tuan. Harusnya kan kak Elia panggil kak Revin sayang."
Elia bergidik."Lily."tegur Elia membuat Lily tertawa.
"Mama ingin kak Elia memilih warna cat untuk kamar,"beritahu Lily tujuannya datang."Dan ya, kami semua sudah sarapan. Tinggal kak Elia dan kak Revin yang belum."
Elia mengangguk. Karena tuan Revin masih mandi sebaiknya ia pergi menemui mama mertuanya dulu.
Sedang di dalam kamar, Revin yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung mengernyit saat melihat baju dan celananya di atas tempat tidur. Di kamar ini hanya ada dirinya dan Elia, jadi sudah pasti wanita itu yang meletakkannya di sana.
Revin mendengus lalu membuka lemari dan mengambil pakaiannya yang lain. Ia tidak mau memakai pakaian yang Elia siapkan.
Elia memilih warna abu-abu untuk warna cat kamar. Sebenarnya Elia ingin warna orange karena akan terkesan cerah dan segar, tapi bukankah akan sangat mencolok untuk kamar. Elia tidak mau egois meski ia memang suka warna biru dan orange.
"Pilihan yang bagus, sayang. Revin pasti juga setuju. Karena suamimu itu tidak suka warna yang terlalu mencolok."ucap Mawar membuat Elia tersenyum.
Revin tiba-tiba saja muncul dan mengambil beberapa pilihan warna di tangan mamanya.
"Aku tidak ingin warna abu-abu."ucap Revin membuat Mawar melotot.
"Tidak bisa. Elia sudah putuskan mau abu-abu."ucap Mawar.
Revin menggeleng."Warna abu-abu terlalu gelap."ucap Revin membuat Mawar menghela napas.
"Lalu mau warna apa?" tanya Mawar kesal. Putranya itu mulai nampak sangat menyebalkan di mata Mawar setelah melihat adegan kuda-kudaan di depan matanya.
Revin melihat semua pilihan warna lalu menyeringai. "Ini. Aku mau warna ini."tunjuk Revan.
Mawar memukul kepala putranya."Siapa yang menjadikan warna orange sebagai kamar. Dasar aneh."gerutu Mawar namun Elia hanya diam lalu mencuri pandang ke arah tuan Revin.
Tidak mungkin tuan Revin memilih warna orange begitu saja. Tapi tidak mungkin juga berpikir bahwa tuan Revin memilih warna itu karena tahu kesukaanku, batin Elia. Pasalnya semua orang tahu warna kesukaannya biru, bukan orange.
"Bagaimana menurutmu, sayang?"tanya Mawar lembut.
Elia hanya tersenyum lalu mengangguk.
Mawar langsung menatap putranya."Kau harus bersyukur karena Elia mau mengalah meski harusnya kau sebagai suami yang mengalah."omel Mawar lalu beranjak pergi. Ia akan sampaikan pilihan warna dengan tukang cat.
Elia menatap tuan Revin.
"Apa?"tanya Revin ketus.
Elia hanya menggeleng lalu mendadak menutup mulutnya dan berlari.
"Elia, jangan berlari!"teriak Revin keras lalu segera menyusul langkah istrinya itu.
Tiba di kamar, Elia langsung memasuki kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya.
"Huekk..huekk"Elia mengusap perutnya. Ia hanya memuntahkan cairan bening, mungkin itu karena ia belum makan.
"Sudah lebih baik?"tanya Revin yang ternyata berdiri di belakang.
Elia mengangguk lalu melangkah pelan keluar dari kamar mandi diikuti oleh Revin.
Hal pertama yang Elia lakukan adalah melipat pakaian tuan Revin kemudian memasukkannya ke dalam lemari.
"Kau tidak perlu lakukan itu."ucap Revin membuat Elia menatap pria itu bingung.
Revin tersenyum meremehkan."Menyiapkanku pakaian. Kau tidak harus melakukan itu. Lagipula pernikahan kita tidak serius."ucap Revin lalu berbalik dan meninggalkan kamar. Sedang Elia hanya terdiam.
'Aneh sekali.' batin Elia lalu melangkah memasuki kamar mandi.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Kesayangan Tuan Revin
RomansaWarning: 21+ Elia Hasyim, gadis berusia dua puluh tahun. Ia adalah putri seorang pengurus kebun yang bekerja di rumah besar tuan Revan dan nyonya Mawar. Namun disaat sedang menanam bibit bunga, tiba-tiba saja Elia dibekap hingga pingsan. Dan begitu...