Kediaman Baswara.
Kala itu, lembayung telah menampakkan askaranya yang cintya sejauh netra memandang.૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა
"Sudah selesai berkencan dengan calon istrimu itu?" tanya Edwin Jovano Baswara (Ayah Leon) yang kebetulan sedang duduk di ruang televisi saat melihat Leon berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Leon menjawab sebentar pertanyaan Edwin tanpa menoleh pada sang Ayah, "Sudah." Lalu dirinya kembali melanjutkan langkahnya.
Edwin menatap punggung tegap putra pertamanya dengan sendu. Bertahun-tahun lamanya tak cukup membuat sang putra kembali menoleh padanya. Namun, Edwin bersyukur, meski begitu Leon tak menghilangkan rasa hormatnya pada Edwin dengan masih memanggilnya menggunakan sebutan 'Ayah'.
Menghela napas kasar, lagi-lagi ia harus berusaha memaklumi sifat putranya itu. Segala yang terjadi begitu cepat, Edwin tak dapat mencegahnya hingga membuat putranya membencinya.
"Mas," panggil Moraya Baswara (istri Edwin) memegang bahu Edwin. "Ra, saya sudah menunggu cukup lama," ucap Edwin terdengar putus asa. Bukan hanya putra pertamanya, bahkan putra keduanya pun tak menyukai hadirnya. Ia lebih senang tidur di apartemen miliknya ketimbang harus tidur satu atap dengan sang ayah dan ibu tirinya. "Kedua putra saya begitu benci pada saya. Segala cara sudah saya lakukan untuk mendapatkan maaf dari mereka tetapi, semuanya sia-sia. Mereka tetap enggan melihat saya, meski begitu setidaknya Leon masih memanggil saya dengan sebutan ayah. Sedangkan Dirga?"
Mora tidak menyahuti curahan Edwin. Dirinya hanya mengelus-ngelus lembut bahu Edwin bermaksud untuk menenangkannya. Tak di sangka putra keduanya, Ibis Dirgareo Baswara saat itu pulang ke rumah dan menyaksikan interaksi antara keduanya. Dirga berdecih sinis, "Cih, drama."
Dirga melewati pasutri itu dengan wajah datar dan tatapan yang dominan dingin membuat hati Edwin terasa sakit. Anak yang dulu selalu memanggil-manggil namanya dalam setiap keadaan sekarang tak pernah lagi di dengarnya menyebutkan kalimat 'ayah' kepadanya. Edwin tau apa alasan Dirga pulang ke rumah yaitu, untuk menemui sang abang, Leon. Mengambil kesempatan yang ada, Edwin memutuskan untuk menyusul Dirga ke kamar Leon.
"Mas, jangan paksa mereka untuk menerima jika mereka masih belum mau untuk menerima," pinta Mora yang di balas anggukan oleh Edwin.
Edwin membuka secara perlahan pintu kamar Leon hingga menguarlah aroma coffee khas pemuda itu. Mulai melangkah masuk hingga terlihatlah kedua putranya sedang bermain game menggunakan stick ps. Begitu asik sampai tak menyadari hadirnya. "Asik banget kelihatannya sampai-sampai Ayah datang pada gak tau," celetuk Edwin begitu bokongnya mendarat di atas kasur Leon.
Sementara Leon dan Dirga sontak terkejut dengan kehadiran Edwin yang tiba-tiba sudah berada di dalam kamar Leon tepatnya di belakang mereka berdua. Dirga berdecak malas, ketika dirinya bersiap untuk bangkit interupsi Leon yang menyuruhnya tetap duduk membuat ia mengurungkan niatnya. Dirga menatap Leon dengan kesal sementara yang di tatap tetap fokus pada stick ps nya. "Lanjut dan abaikan," kata Leon yang langsung di pahami oleh Dirga.
Abang beradik itu kembali bermain game dan mengabaikan kehadiran Edwin. "Leon, Dirga, ada yang ingin Ayah bicarakan," ucap Edwin sembari berjalan dan duduk di samping Leon. Sayangnya tak di hiraukan oleh putra-putranya. "Leon, Dirga," panggilnya yang masih di abaikan oleh keduanya.
Geram akan ucapannya yang tak di respon, Edwin memutuskan untuk mematikan televisi dan mencabut kabel stick ps mereka. Barulah keduanya sama-sama berdecak. "Gue mau balik ke apart," ungkap Dirga bersiap untuk berdiri jika suara Edwin tidak menerobos masuk ke dalam indra pendengarannya. "Duduk Dirga! Ayah mau berbicara sebentar denganmu juga abangmu," ujarnya.
"Waktu gue terlalu berharga untuk anda, tuan Edwin," ucap Dirga. Katakanlah dirinya tidak sopan tapi, jika kalian tau penyebab dirinya bersikap seperti ini pada sang ayah, maka mungkin kalian pun akan membenci Edwin. "Dirga!" tegur Leon menatap tajam dirinya. Merasa tak terima Dirga pun berniat untuk protes, "Bang—."
"Duduk!" sela Leon memerintah yang mau tak mau pada akhirnya di turutin oleh Dirga. "Mau ngomong apa? Penting banget emangnya? Lebih penting mana sama nyawa mama?" pertanyaan Dirga tak di jawab oleh Edwin maupun Leon.
"Leon, Dirga," sebelum melanjutkan ucapannya Edwin menarik napas dalam-dalam. "Maaf atas keegoisan ayah pada kalian."
"Anda tidak bersalah pada kami namun, pada mama kami," sela Dirga acuh. "Iya, saya tau semua ini terjadi karena ulah saya sendiri dan apa yang telah saya lakukan pada kalian dulu termasuk apa yang telah saya perbuat pada mama dan putri saya satu-satunya hingga tiada, saya benar-benar minta maaf. Saya memang pantas mendapatkan sikap dingin dari kalian tapi, apakah tidak ada sedikitpun dari permintaan maaf saya yang kalian terima?"
"Cuma mau bahas hal beginian? Mendingan gue pulang ke apart. ah iya, anda camkan ini baik-baik! Menghilangkan dua nyawa dalam waktu yang hampir bersamaan tak mungkin bisa di maafkan hanya dengan sebuah permintaan maaf. Apalagi yang di lenyapkan adalah istri dan anak sendiri," hardik Dirga lalu langsung bangkit dari duduknya dan pergi dari ruangan pengap itu akibat hadirnya sang Ayah.
"Ayah bisa keluar, saya tidak ingin menjawab apapun," usir Leon secara terang-terangan.
૮₍ ˶ᵔ ᵕ ᵔ˶ ₎ა
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon (Pasutri) [PRE ORDER]
Teen FictionJudul sebelumnya: My Husband is My Ex-Crush DILARANG KERAS PLAGIAT‼️ JANGAN JADI SIDERS, YA READERS YA‼️ HASIL PEMIKIRAN SENDIRI‼️ ••• Seorang perempuan berusia 19 tahun terpaksa menjalin kasih dengan seorang pria berumur 20 tahun atau lebih tepatny...