Terhitung sudah memasuki satu minggu Gamavin bangun dari koma. Satu minggu itulah Ia habiskan untuk pemulihan pernafasan.
Hal ini karena Ryan menyarankan untuk Gama bisa kembali mengontrol cara bernafasnya, sebelum akan dimulai terapi berjalan.
Sesuai prediksi, otot gerak pada beberapa titik bagian tubuh Gama memiliki masalah. Sehingga sosok dokter itu mendiagnosa bahwa putra tunggal Markus mengalami kelumpuhan.
Beruntung Ryan mengatakan bahwa ini hanya sementara. Jika tidak, bisa dipastikan sang Tuan Besar Herlambang akan mencengkram lehernya saat itu juga.
Pembagian tugas sama seperti sebelumnya. Orion yang akan menggantikan presensi Sang Kakak pada kursi kebesaran, dibantu Herlambang dengan segala kendala yang tak mampu diselesaikan.
Sementara Markus, akan senantiasa 24/7 disisi Gama.
Perkembangan kontrol pernafasan Gama semakin hari— semakin membaik, bahkan sejak kemarin malam nasal canula yang biasanya terpasang kini tak ada lagi.
Sinar mentari pagi begitu menyejukkan, membuat siapa saja seakan enggan untuk memulai aktivitas. Lain halnya dengan pria satu anak disana.
Markus terusik dengan pancaran sinar yang menusuk mata. Segera sosok Ayah itu kembali menutup gorden untuk menyamankan tidur putranya.
Berhubung Gamavin masih nyenyak, Ia lebih memilih untuk membersihkan diri dan sarapan. Karena prinsipnya saat Gamavin terbangun maka fokusnya hanya untuk sang anak.
Mengecup sayang kening Gama, menarik senyum untuk menyambut pagi yang begitu menyenangkan.
"Istirahat dulu ya, Ayah tinggal sarapan sebentar." gumamnya pelan, takut mengusik tidur nyenyak sang Putra.
Setelahnya, sosok pria satu anak itu segera meninggalkan ruangan. Membuka kegiatan dengan membasuh badan dengan sarapan pada hotel terdekat.
Mengapa tak pada kamar mandi ruang rawat? ini karena keluarga Martin tak mau toilet pasien itu tercemar akan kuman yang mereka punya.
Biarkan kamar mandi itu tetap steril untuk Gama. Begitu katanya.
Beberapa saat berlalu begitu cepat. Netra yang semula tertidur pulas, kini mulai mengerjap terusik akan cahaya yang memaksa menyela.
Lenguhan dengan usapan pada matanya, menandakan anak itu terbangun dari acara tidurnya. Netra Gamavin mengedar, mencari sosok yang tiap pagi selalu menyambutnya. Kekanan dan kekiri, tidak ada. Dimana Ayahnya ini?
Hembusan nafas kasar menandakan rasa pasrah yang hanya bisa Ia lakukan. Gamavin akan memilih menunggu sang Ayah.
5 menit.....
10 menit......
15 menit.......
Hingga genap 30 menit Gamavin menunggu presensi Markus yang tak kunjung terlihat. Tolonglah, Ia merasa lapar sekarang.
Biasanya ketika Gama terbangun, sosok Markus telah siap dengan segala tetek-bengeknya. Mulai dari wadah air untuk membilasnya, air putih yang menyambut paginya, hingga sarapan yang siap untuk disantap.
Tapi sekarang? semua itu tak ada.
Apakah Ayahnya sedang pergi ke kantin? atau sedang menemui dokter? sungguh Gamavin tak sabar.
Hingga anak itu memutuskan untuk beranjak. Meski tubuhnya seakan berat dan lemah, Ia tak gentar untuk mencari sang Ayah.
"Asshh" lenguhnya.
Gamavin mulai dengan menyentak kasar infus yang terpasang pada punggung tangannya. Sedikit perih dengan bercak darah membekas.
Tangan yang tak seberapa kuat itu berusaha mendudukkan tubuhnya. Setelahnya kaki kanan yang terasa mati rasa itu Ia angkat untuk turun keranjang, dilanjutnya dengan kaki satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamavin and The Martin [END]
Dla nastolatkówKeseharian yang mengalir bagaikan arus sungai, tiba-tiba saja terusik dengan kabar bahwa dirinya akan diadopsi oleh seorang DUDA KAYA RAYA. Keseharian yang seharusnya berjalan tanpa arah harus berubah dalam arahan seseorang, bahkan aturan sebuah kel...