29
[Almost Raped]***
Almer mengendarai mobil Bugatti Centodieci miliknya secepat kilat. Mengabaikan beberapa pengguna jalan yang hampir saja terserempet akibat mengganggu jalur kendaraannya. Rambu lalu lintas tak bisa Almer patuhi untuk keadaan genting saat ini. Fokus utama lelaki itu adalah secepat mungkin sampai di Art Galery yang berada cukup jauh dari perusahaannya itu.
Sepanjang perjalanan, ingatan Almer kembali pada kenangan masa lalu yang menjadi mimpi buruknya selama ini. Dimana dirinya yang masih berusia 16 tahun kala itu, datang membelah dinginnya hutan demi menyelamatkan Elisa.
Bedanya kali ini bukanlah hutan yang menjadi tempat Elisa berada dalam ancaman bahaya, justru sebuah art galery sama sekali tidak masuk dalam list tempat berbahaya yang harus Elisa hindari.
Almer menghembuskan napas gusar. Kedua tangannya mencengkram kemudi dengan erat. Beberapa kali merutuki keputusannya tadi pagi. Membiarkan Elisa pergi tanpa dampingan darinya. Almer menyesali keteledorannya. Ia membiarkan Elisa hanya didampingi seorang supir, bahkan tidak memaksa beberapa bodyguard untuk mengintai wanitanya diam-diam seperti biasa.
Almer akan mengutuk dirinya sendiri, jika ada hal buruk yang terjadi pada Elisa.
"Kumohon bertahanlah, sayang."
Almer terus menerus mengucapkan kalimat itu bagai rapalan doa yang akan menenangkan hatinya. Namun tidak. Apapun yang ia lakukan sepanjang perjalanan, perhatian dan pikirannya hanya tertuju pada Elisa.
Almer menyesal telah membiarkan Henry melarikan diri. Lelaki itu merasa bersalah pada Elisa. Seharusnya Almer membunuh Henry sebelum ia mempunyai niat untuk mendekati Elisa. Ia sedikit terkecoh dengan berbagai masalah yang ada beberapa hari belakangan ini. Tentang Elisa yang tiba-tiba hilang dan tidak pulang semalaman. Lalu ia yang memutuskan untuk berduaan dengan Elisa di Mall. Kedatangan kedua orang tuanya di mansion, berujung mereka yang meminta kembali dipertemukan dengan Elisa. Hingga terakhir masalah perusahaan.
Almer berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan membiarkan hal serupa terjadi lagi nantinya. Ia akan memastikan Elisa selalu ada bersamanya. Andai Almer bisa menyadari bahwa Henry mengincar wanitanya, ia tidak akan mungkin membiarkan Elisa berpergian sendirian lagi.
Mobilnya berhenti tepat didepan gerbang Art Gallery. Ia keluar seraya berlari memasuki tempat itu. Mengabaikan mobilnya yang parkir sembarangan dengan kunci yang masih tertempel. Almer bahkan tak peduli jika mobil itu dicuri orang. Fokusnya sekarang hanyalah keselamatan Elisa seorang.
Brak!
Almer membuka kasar pintu dihadapannya. Matanya membola melihat Elisa yang berada dilantai dengan Henry bertumpu diatas tubuh ringkih wanitanya. Tanpa pikir panjang, Almer segera menendang tubuh lelaki itu. Membawa Elisa yang menangis meraung-raung dalam dekapannya.
Almer memindai keadaan Elisa. Wanitanya berantakan. Keringat dan tangis bercampur menjadi satu di wajah cantik Elisa. Almer mengusapnya perlahan. Hatinya mencelos, melihat luka dengan darah yang mengalir deras di dahi dan dagu wanitanya itu. Juga pipi kiri Elisa yang memerah, Almer jelas mengetahui luka apa yang diberikan oleh Henry pada wanitanya itu. Warna merah di pipi Elisa terlihat begitu kontras dengan kulit putihnya. Sudut bibirnya turut robek dengan memar yang telah membiru.
"Beraninya kau menamparnya!"
Melihat kobaran amarah dalam netra gelap Almer, Elisa seketika memeluk erat tubuh lelaki itu. Begitu erat sampai Almer dapat merasakan betapa terguncang dan bergetarnya tubuh Elisa dalam pelukannya. Elisa membutuhkan Almer sekarang. Ia bersandar di dada bidang Almer seraya mengatur napasnya dengan penuh kekuatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Obsession (Tamat)
RomanceJika orang lain menganggap obsesi adalah hal negatif, maka jauh berbeda untuk Almer. Ia terobsesi dengan Elisa. Dan melalui cerita ini, akan ia tunjukkan sebuah obsesi baru yang penuh cinta dan ketulusan. _____ Elisa Jasmine selalu berharap bahwa ke...