2. Partner in Crime

77 7 16
                                    

"Aisy selamat ulang tahun, semoga panjang umur, sehat selalu, dan juga dapat membanggakan keluarga." Daniel berucap dengan korek api menyala di tangannya, Aisy lantas tersenyum.

"Aamiin," ujar Aisy lalu meniup korek api Daniel. Sesaat kemudian Daniel terjatuh dari gunung, berteriak meminta tolong dan Aisy hanya bisa membungkam mulutnya. Daniel terperosok jauh sementara dia merasa tubuhnya semakin terbawa meninggi, semuanya terjadi begitu cepat dan tegang membuat gadis itu merasa jantungnya akan melompat.

"HAHH!!" Aisy bangun dari tidurnya, ia menghela napas berulang kali berusaha menetralisir keadaannya. Rupanya dia sempat tertidur di meja belajar, ia merasa lega bahwa ini semua hanya mimpi buruk. Sialnya mimpi buruk itu begitu nyata karena memang demikian cara Daniel mengucapkan ulang tahun untuknya tahun lalu.

Aisy meneguk sedikit air lalu melihat kembali koran yang sedari tadi ia analisis. Aca dan Arma pasti sudah tidur dan ia dibiarkan untuk berpikir sendirian?
Ia membuka ponselnya sejenak ingin mengetahui hal lain selain Daniel, rupanya ada pesan dari Ibu Daniel yang sudah lebih stres darinya.

Daniel's Mother
"Nak, istirahat yang cukup. Terima kasih sudah membantu mendoakan Daniel, ya? Sering-sering main ke rumah, Ibu kesepian sekarang sudah tidak ada Daniel.
Arma bilang kamu sering tidak tidur, ya? Pikirkan dirimu sendiri juga. Jaga kesehatan ♥️"

Aisy masih belum tahu caranya membalas pesan itu, jadi jemarinya hanya menekan foto profil ibu Daniel. Fotonya waktu masih kecil, Aisy tersenyum sambil mengelus wajah mungil yang terpampang di layar. Senyum Aisy kemudian luntur saat menyadari sesuatu.

Secara tergesa gadis cantik langganan insomnia itu mengambil koran yang ia baca entah berapa ratus kali. Saking lamanya membaca dia bahkan sampai hafal rentetan nomor yang tertera pada koran tersebut. Setelah berulang kali menatap ponsel dan juga lembar koran bergantian Aisy menyadari sesuatu.

"Nomornya beda?"

***
"Diculik siapa, sih? Kak Daniel, 'kan jago?" Arma sedih. Bergabung dengan gadis-gadis cantik itu sebenarnya semakin membuatnya sedih, semakin mengingat Daniel lebih dramatis.

Waktu itu adalah saat-saat yang menegangkan. Keadaan wajahnya tidak jauh berbeda dengan wajah Arma saat ini, warnanya merah muda dan air matanya mengalir. Arma sedang membawa kucing berbulu lebat warna abu-abu yang terlihat tidak sadarkan diri dengan perut besar karena sedang mengandung.

"Kak Daniel!!!" Arma merengek, Daniel mengerutkan keningnya.

"Wati kenapa?" tanya Daniel sebagai salah satu tetangga yang baik.

"Ini namanya Mega, Kak!" bantah Arma.

"Ya, nama lengkapnya Megawati, 'kan?" Mendengar itu Arma langsung mengangguk.

"Mau melahirkan tapi dia udah nggak kuat lagi! Ayo ke dokter hewan, di rumah gada siapa-siapa terus uang jajanku habis!" Arma menangis kencang, Daniel tidak tega melihatnya. Sehingga ia harus mengeluarkan motor R15 warna biru miliknya dan mempersilakan Arma untuk naik.

Singkatnya mereka sudah sampai di dokter hewan, dokter bilang bahwa jika tidak cepat dioperasi kucingnya akan mati. Arma kehabisan akal, dua-duanya tidak membawa uang jika harus kembali maka tindakan akan semakin lama dan Mega akan tewas. Karena masih menggunakan seragam SMA dokter hewan tidak berani mempercayai keduanya.

"Chat nyokap lo, Arma."

"Gak dibales, centang satu, Kak!" Arma hanya terisak. Daniel menarik tangan Arma keluar, ia menghapus air mata Arma yang tidak terbatas itu dengan ibu jarinya.

"Tenang dulu!" Daniel memakai topi yang ia simpan di tas punggungnya.

"Kak Daniel mau ngapain?" tanya Arma.

Danielist [Akan Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang