Babak Pertama: Jatuh Cinta (2)

1.5K 314 42
                                    

Desember 2018

"I'M GONNA SUE THAT BITCH! WHO DID THIS???"

"Udah lah, Mas..."

"UDAH LAH GIMANA? WAJAH LO TUH ASET NEGARA, NO!!!!?"

"Jangan bilang Mama soal ini. Bilang aja gue kepentok meja, atau dilempar botol sama Stalker. Apa aja, asal jangan bilang kalo ini kejadian di kampus."

"No..." Ibram, manajer Noah menatap bocah 18 tahun itu frustasi, "Kerjaan lo banyak loh akhir tahun gini... mana mau Natal, itu pemotretan buat tabloid edisi Natal masih besok, No. Lo udah TTD kontrak, pihak sana kalo tau wajah lo ancur begini pasti stress."

"Ini bisa pake concealer, Mas."

"KAGAKKK, ANYINGGG. Ini bonyok banget gila??? Beneran ditonjok cewek apa cowok? Tenaga macem apa sih kayak Bison."

Mendengar itu, Noah mau tidak mau terkekeh geli. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa, menutup kedua matanya dengan lengan sambil bibir tetap menyunggingkan senyuman geli.

"Udah gila ni anak." gumam Ibram kesal, lelaki seperempat abad itu berlalu meninggalkan Noah sambil menempelkan ponsel ke telinga, berusaha menghubungi beberapa pihak untuk mengabari kondisi terkini Noah yang sedang tidak baik-baik saja.

Namun jauh dari deskripsi yang dipaparkan Ibram, Noah tidak pernah merasa lebih baik dari ini. Bebannya seperti terangkat begitu saja, dan seolah dia bisa rehat walau sejenak.

Tinjuan perempuan bernama Ghiani itu kencang dan menyakitkan. Sempat membuat Noah terduduk di lantai selama beberapa detik dan pening selama beberapa saat.

Amarah yang ditunjukkan Ghiani wajar, namun menurut Noah sih, terlalu berlebihan untuk masalah sepele. Entah mungkin tinjuan itu lebih karena Noah mengatainya Pelacur.

Well, Noah tidak merasa bersalah, toh gadis itu mengucapkan kalimat yang sama menyakitkannya—walau semua yang dilontarkan gadis itu hampir seratus persen fakta di lapangan.

"Gue bilang lo tuh keparat arogan yang cuman bisa nyusahin orang-orang sekitar lo, dan gak bisa hidup tanpa duit orang tua lo!"

"Anjing... mana bener lagi." bisik Noah lebih kepada dirinya sendiri.

Noah tidak pernah suka bekerja. Yang dia lakukan selama ini hanya sebuah tuntutan karena dia anak sulung dari Aktor terkenal Lesmana Gautama yang namanya melambung tinggi di era 90-an.

Menjadi bintang iklan sejak usianya 5 tahun, dan hampir seumur hidupnya dikelilingi kamera sejujurnya membuat Noah sempat muak dan berontak. Namun, apapun yang dia utarakan pada orang tuanya, semuanya tidak akan berbuah manis.

Pemberontakannya tidak dapat dimengerti kedua orang tuanya, dan malah membuatnya di-cap sebagai anak pembangkang.

Noah berhenti menolak saat menginjak usia 15 tahun. Apapun yang dia lakukan, meskipun hampa, Noah hanya berusaha melakukan semampunya.

Tidak terasa hampir seumur hidupnya, Noah hanya mengabdikan hidupnya pada orang tuanya tanpa memikirkan apa yang dia inginkan. Noah juga ingin hidup layaknya anak remaja pada umumnya yang pergi ke sekolah setiap hari, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi, bahkan ikut serta setiap ada acara field trip.

Namun, tidak. Noah tidak pernah merasakan itu semasa sekolahnya—yang dia lakukan hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Teman-temannya adalah orang yang lebih tua darinya, sampai Noah bahkan tidak tahu apa yang tengah trend saat ini pada anak seusianya.

Saat Noah berpikir, dia sudah tidak punya kesempatan lagi untuk bersosialisasi dengan anak seusianya, Noah mendapat harapan setelah lulus SMA.

"Kamu mau lanjut kuliah Bisnis gak, Bang? Boleh pilih di kampus mana aja, yang penting kata Papa kuliah Bisnis."

Dalam Tiga BabakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang