Rafel dan Rachel

2.7K 160 6
                                    

hai semua! setelah kurang lebih satu minggu gue ga ngelanjutin cerita ini karna inspirasi yang stuck dan laptop yang selalu dipake sama kakak gue, akhirnya gue bisa lanjutin juga cerita ini! sorry banget kalau misalnya part ini feelnya ga dapet. gue udah berusaha semampu gue biar part ini gereget. tapi, yaudah lah. selamat menikmati kejutan yang gue buat!


Hari ke 4 Ujian Nasional

Shania benar-benar bertahan pada pilihannya yaitu mencuekki Revan selamanya. Sudah satu minggu lamanya Revan terus mendekati Shania. Tapi Shania tetap saja diam dan tidak menganggap Revan ada. Tapi, bukan Revan namanya jika cowok itu menyerah begitu saja. Semakin Shania menolak, semakin gencar Revan mengejarnya.

Pernah waktu itu, selepas pulang sekolah sehari sebelum Ujian Nasional dilaksanakan, Revan nekat mengajak Shania berbicara.

Revan langsung membereskan barang-barangnya setelah bel pulang berbunyi. Cowok itu cepat-cepat berdiri dari kursinya, agar bisa mencegat Shania biar gadis itu tidak bisa keluar.

Anak-anak yang lain Revan perbolehkan melewatinya, namun, begitu Shania dan Rachel menuju pintu kelas, Revan langsung menutup pintu itu dengan badannya.

Shania hanya mendengus dan memutar kedua bola matanya. Rasanya tangannya sangat ingin untuk menampar Revan.

"Udah siap buat UN?" kata Revan sembari menaik-naikkan kedua alisnya.

Shania tetap diam. Digamitnya tangan Rachel, dan gadis itu mencoba melewati tubuh Revan yang menghalangi jalan. Diterobosnya tubuh Revan dengan sekuat tenaga. Namun, walaupun Shania mempunyai tenaga kuli, tetap saja tenaganya kalah dengan tenaga Revan.

"Gapapa, terus aja lo mencoba melewati gue. Nanti, kalau badan lo yang sakit, jangan salahin gue," ujar Revan dengan senyuman yang membuat Shania ingin menghadiahkan senyuman itu dengan satu bogem mentah.

Rachel mencoba menyuruh Revan menyingkir dengan isyarat melalui kedua matanya, namun cowok itu seakan tak melihat kode yang Rachel berikan. Mata Revan tetap berpusat pada gadis di hadapannya, yang mukanya mulai memerah.

"Lo jelasin semua sekarang. Jelasin kenapa lo marah sama gue. Setelah itu, gue gaakan ganggu lo lagi." tandas Revan.

Shania yang tadinya memalingkan wajahnya sambil berpikir bagaimana caranya agar bisa keluar dan melewati si jelmaan arca ini, kontan saja langsung menatap Revan dengan pandangan tajam.

"Kenapa sih, lo selalu aja gangguin gue!? Emang ga cape apa, terus-terusan ngusik hidup gue!?" akhirnya, Shania membuka suaranya. Gadis itu sudah tidak kuat menahan amarahnya lama-lama.

"Kurang jelas ya, apa ucapan gue sebelumnya?" tanya Revan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Shania mendengus, lalu kembali mencoba menerobos tubuh Revan. Tentu saja, Revan tidak mengizinkan Shania pergi begitu aja.

"MINGGIR GA, LO!? MINGGIR!!! GUE CAPEK! GUE MAU PULANG! GUE KESEL! GUE MARAH! GUE DONGKOL! GUE MAU BELAJAR! GUE PUSING! GUE GAMAU NGELIAT MUKA LO!!!" untuk kedua kalinya, Shania kembali histeris di kelas. Untung saja yang melihat hanya Rachel dan Revan.

Rachel yang tidak kuat melihat Shania histeris begitu, akhirnya angkat bicara. "Udahlah, Van. Kalau Shania gamau ngomong, gausah dipaksa."

Akhirnya, sadar usahanya sia-sia seperti kemarin-kemarin, Revan menghembuskan nafasnya pelan dan mengangguk paham.

"Tapi, lo harus jelasin alasan kenapa lo marah sama gue. Kapan pun itu. Paham?"

Shania kembali melotot kearah Revan. Merasa bingung, kenapa cowok itu tetap keukeuh ingin mengetahui alasannya marah? Shania bahkan sudah capek meladeni cowok macem Revan! Emangnya, Revan ga capek didiemin melulu setiap berusaha meminta penjelasan? Emang sih, ga selalu didiemin. Tapi, mentok-mentok juga Shania baru bersuara kalau dirinya sudah emosi berat. Dan lagi-lagi gadis itu bakal histeris.

Behind The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang