Happy Reading!
Elia memakai pakaian sederhana dan melangkah di belakang tuan Revin. Sebenarnya tadi mereka berjalan bersama tapi ada seorang pria yang mendekat dan bicara dengan tuan Revin. Setelah itu langkah keduanya menjadi sangat cepat.
Di depan sana, tuan Revin dan pria di sampingnya sudah melangkah memasuki lift. Elia sendiri langsung berlari namun tidak sempat, pintu lift sudah tertutup.
"Tuan.."cicit Elia pelan. Tuan Revin melihat ke arahnya tapi pria itu tidak melakukan apapun.
Elia menatap sekeliling lalu melangkah menuju kursi. Sebaiknya ia menunggu dijemput, mungkin saja tuan Revin tadi melihat dirinya tapi ada pekerjaan yang mendesak karena itu terpaksa pergi lebih dulu.
Sembari menunggu, Elia hanya memperhatikan banyaknya karyawan yang lalu lalang. Diantara mereka bahkan menatap aneh dirinya dan Elia hanya bisa menunduk. Pakaiannya terlihat lusuh dibanding mereka yang rapi dan wangi. Elia bahkan ingat bahwa baju yang ia kenakan adalah setelan diskonan yang ia beli di toko online.
"Tuan Revin lama sekali."gumam Elia. Ia sudah menunggu hampir satu jam. Pinggangnya bahkan sudah sangat pegal karena kelamaan duduk.
"Elia."
Elia mengernyit. Sepertinya ada yang memanggil dirinya.
"Ternyata benar. Apa yang kau lakukan di sini?"
"Kak Fajar?"kaget Elia sekaligus senang.
"Iya. Kenapa duduk di sini?"tanya Fajar.
Elia segera berdiri."Aku menunggu tuan Revin."adu Elia membuat Fajar menatap sekeliling.
"Sejak kapan?"tanya Fajar.
"Satu jam yang lalu."sahut Elia jujur dengan wajah memelas.
Fajar melihat jam tangannya. Tadi ia diminta untuk mengantar tuan Revan. Katanya ada rapat penting, kemungkinan rapatnya akan selesai setelah beberapa jam.
"Di depan ada warung sate, kau mau mencobanya?"tawar Fajar membuat Elia mengangguk dengan mata berbinar.
"Kalau begitu, ayo!"ajak Fajar.
Elia tersenyum dan tanpa sadar menggandeng lengan Fajar. Keduanya melangkah keluar dari tempat itu.
Disisi lain, Revin yang berada di ruang rapat kembali melirik jam tangannya. Sudah satu jam. Elia pasti sudah lelah menunggu.
Revin segera memanggil asistennya dan meminta untuk menjemput Elia di bawah.
"Baik, pak."
Revin menyeringai. Puas sekali rasanya jika bisa mengerjai Elia.
Ting
Pintu lift terbuka, pria bernama Toni itu langsung berkeliling di lobi. Tapi wanita yang tadi bersama bos nya tidak terlihat di manapun.
"Iya. Wanita yang tadi datang bersama pak Revin." ucap Toni. Ia bertanya kepada resepsionis.
"Maaf pak, tapi wanita itu tadi duduk di sana." tunjuk resepsionis ke arah kursi tunggu.
Toni berdecak. Jika ada di sana maka pasti ia sudah melihatnya.
"Sepertinya tadi pergi ke luar, pak."
"Kapan?"
"Baru saja."
Toni segera berlalu keluar. Ia akan bertanya dengan petugas keamanan di depan.
"Bersama pria? Bapak yakin?"tanya Toni lalu memijat keningnya. Pak Revin bisa marah kalau tahu istrinya pergi dan itupun bersama seorang pria.
"Iya. Kalau tidak salah, supirnya tuan Revan."
Toni langsung mengeluarkan ponselnya dan memberitahu tuan Revin.
Di lantai atas, Revin langsung saja berdiri dan meminta ijin untuk pergi dari ruang rapat pada papanya.
Revan hanya menghela napas lalu mengangguk. Dilihat dari ekspresi putranya, sepertinya itu masalah serius.
Revin tiba di lantai bawah.
"Petugas keamanan sudah berpencar mencari bu Elia, pak."ucap Toni dan Revin hanya mendengus.
Mendengar istrinya pergi saja ia sudah marah. Ini malah ditambah bersama pria lain dan itupun adalah Fajar. Pria yang Revin anggap dekat dengan istrinya.
"Sial. Lihat saja bagaimana aku memberimu hukuman."ucap Revin kesal.
Setelah lima belas menit, akhirnya posisi Elia dan Fajar diketahui. Revin bergegas menuju tempat itu.
Begitu keluar dari mobil, Revin langsung melangkah memasuki warung sate pinggir jalan. Ternyata mereka tidak pergi jauh.
"Terima kasih. Kak Fajar tau saja kalau aku lapar."
Revin melotot. Senyum Elia lebar sekali. Bahkan bukan hanya senyum tapi tawa. Wanita itu tidak pernah tertawa saat bersamanya.
"Sama-sama. Lain kali jika kau mau, kakak akan mengajakmu ke tempat makan langganan kakak."
Elia mengangguk dengan mata berbinar.
"Bol.."
"Tidak boleh."potong Revin cepat.
Elia dan Fajar melihat siapa yang datang langsung melotot kaget dan segera berdiri.
"Tuan.."
"Kau mau selingkuh?"tanya Revin membuat Elia dan Fajar menggeleng.
"Tuan. Tuan salah paham. Kami hanya.."
"Kami? Beraninya kau menggunakan kata kami untuk dirimu dan istriku."bentak Revin keras. Dan tentu saja teriakan Revin berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sana.
"Tuan.."cicit Elia pelan lalu menggeleng.
"Apa?"tantang Revin.
Elia menggeleng dengan air mata yang mengalir."Tuan jangan marah hiks. Kak Fajar tidak salah, saya yang meminta untuk diajak ke sini."
Revin tersenyum miring.
"Tidak, tuan. Saya yang mengajak nyonya Elia ke sini. Sekali lagi maaf dan.."
"Cukup!"bentak Revin lalu menarik lengan Elia keluar dari sana.
"Akh tuan, sakit."rintih Elia karena pergelangan tangannya dicengkram begitu erat.
"Sakit? Lebih sakit mana dengan hatiku, Elia?"tanya Revin membuat Elia diam.
"Beraninya kau pergi bersama pria lain setelah menjadi istriku,"omel Revin lalu tersenyum licik."Apa sebaiknya aku bunuh saja Fajar agar kau tidak bisa lagi bertemu dengan pria itu."
Elia melotot lalu menggeleng keras."Tuan tidak boleh melakukan itu."
"Kenapa tidak? Kalau perlu aku akan membunuhnya di depan matamu."ucap Revin tajam.
Elia menggeleng saat tuan Revin berbalik. Pria itu pasti mau mencari kak Fajar.
"Tuan,"teriak Elia."Jika tuan menyakiti kak Fajar maka saya akan bunuh diri."teriak Elia membuat Revin berhenti melangkah dan berbalik.
Alangkah terkejutnya Revin saat melihat Elia yang melangkah mundur menuju jalan.
"Elia, jangan gila."teriak Revin. Bahkan ada banyak orang di sana yang juga ikut berteriak.
"Tuan yang gila."balas Elia lalu memejamkan matanya saat yakin ia sudah berada di tengah.
"Eliaa.. Dasar bodoh!"Teriak Revin sembari berlari kencang.
Brukkk
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Kesayangan Tuan Revin
RomansaWarning: 21+ Elia Hasyim, gadis berusia dua puluh tahun. Ia adalah putri seorang pengurus kebun yang bekerja di rumah besar tuan Revan dan nyonya Mawar. Namun disaat sedang menanam bibit bunga, tiba-tiba saja Elia dibekap hingga pingsan. Dan begitu...