30 [Mafia]

943 44 2
                                    

30
[Mafia]

***

"Kalau begitu, bunuh mereka semua Almer!"

"Tidak! Membunuh? Apa kau sudah gila?! Suamiku, apa kau lupa siapa kita? Jika para petinggi mengetahui Almer membunuh seseorang, maka pekerjaan kita yang akan ditaruhkan!"

"Mommy, Daddy, sudahi pembicaraan ini. Elisa bangun."

Aku tahu sudah sedari tadi Elisa menguping pembicaraan kami. Aku membiarkannya melakukan hal itu. Bersembunyi dibalik pintu sambil mendengarkan obrolan antara aku yang lebih banyak terdiam dengan Mommy dan Daddy yang terus menerus beradu pendapat.

Elisa dengan cerdik melangkahkan kakinya mendekat tanpa suara. Menyelipkan tubuh kecilnya dibalik pintu dan tembok. Membuatnya dengan leluasa bisa mendengar tiap obrolan yang berputar tentang dirinya kali ini.

Sebelum pembicaraan semakin melebar dengan konsekuensi Elisa mengetahui sesuatu hal yang belum saatnya ia dengar, aku menyuruh kedua orang tuaku untuk segera pergi. Mereka menangkap sinyal itu dengan mudah. Keduanya menghilang dibalik lorong dan aku yang memutuskan untuk memasuki kamar menemui Elisa.

Aku sudah membayangkan berbagai ekspresi menggemaskannya yang tertangkap basah olehku sedang menguping pembicaraan. Entah ia yang akan membulatkan kedua mata sambil memanyunkan bibir atau bahkan menangis merasa bersalah karena aku mengetahui tindakannya itu.

Namun semua yang kubayangkan tidak ada yang terjadi. Elisa selalu berhasil membuatku tercengang dengan segala perbuatannya yang diluar nalar itu.

Disinilah ia sekarang. Kulihat tengah berusaha mengambil ancang-ancang untuk berpura-pura pingsan dengan posisi yang terlihat aneh. Aku berusaha keras menyembunyikan tawa melihatnya yang terkejut akan kedatanganku. Oh, Elisaku yang menggemaskan. Ia seketika berdiri menyembunyikan ekspresi terkejutnya dariku.

Bagaimana aku bisa mengetahui kedatangannya yang diam-diam menguping pembicaraan ini?

Bersyukur aku memiliki intuisi yang begitu dalam padanya. Aku bisa mencium aroma tubuh memabukkannya itu bahkan pada jarak paling jauh sekalipun. Tubuhnya yang menguarkan aroma vanilla dengan mudah bisa kucium keberadaannya. Ia berhasil membuatku gila hanya dengan kehadirannya disekitarku.

Dan disinilah aku sekarang. Memeluk erat tubuhnya yang berusaha keras menjauh dari pelukanku itu. Tidak. Untuk kali ini izinkan aku sedikit bersikap egois. Tak kupedulikan lagi perbuatannya yang ingin lepas dari pelukanku. Justru yang kulakukan adalah semakin dalam memeluknya dengan kedua lenganku yang melingkari tubuhnya dengan erat.

Wanita ini adalah sumber kebahagiaan sekaligus kesedihan bagiku. Insiden pagi tadi membuatku begitu takut melihatnya kembali terluka. Aku masih mengingat ekspresi ketakutan penuh tangisnya dengan tubuh yang bergetar. Memintaku menggendongnya untuk segera pergi dari tempat itu.

Semua yang terjadi pagi ini bagai mimpi buruk paling gelap. Aku bersumpah tidak akan membiarkan Elisa kembali berada dalam kubangan bahaya. Aku akan menjaga wanita ini. Bahkan jika nyawaku yang menjadi taruhannya, akan kuberikan asalkan ia bisa tetap hidup.

Elisa tertidur dalam pelukanku. Kali ini aku kembali menggendongnya dan membiarkannya bergelung manis diatas ranjang. Surainya yang halus terus kumainkan semalaman. Mataku terjaga tanpa ada niatan untuk tertidur sedetikpun. Kutatap ekspresi manisnya dalam pelukanku. Ia begitu ranum dan mekar. Bagai bunga mawar merah yang berseri tiap kali orang lain memandang.

Aku jatuh untuk kesekian kali dalam pesonanya. Tiap hari ia berhasil melakukan hal itu padaku. Hanya dengan memandangnya, rasa cintaku pada wanita ini semakin tumbuh mekar tanpa henti. Aku tersenyum menyadari betapa tergila-gilanya diriku pada Elisa.

The Perfect Obsession (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang