Jepara

7 2 2
                                    

"Udah kok Mih, tadi Babas udah sarapan, Mamih gak usah khawatir. Iya ini Babas bawa jaket tebel kok kalau nanti kedinginan. Iya Mih, ini dompet Babas juga udah ditaro di tas Babas kok, udah Babas kekep ini. Mamih gak usah khawatir ya, Babas juga gak sendirian, ini ada Sakha sama Dek Mei, Mamih gak usah khawatir ya. Udah dulu ya Mih, Babas udah nyampe nih. Iya iya Mih, love you mamikuh mwahhh" Babas kini menutup panggilan telfonnya setelah melayangkan satu kecupan manja pada Mamihnya di ujung panggilan. Sementara itu Sakha dan Meidiana berusaha mati-matian untuk menahan tawa mereka dari adegan dan obrolan yang barusan mereka dengar.

Tak terasa setelah sekian jam perjalanan dan sakit punggung sampailah tiga remaja dewasa ini di suatu kota yang nampak indah dan asri, Jepara. Sinar matahari memang sedang terik-teriknya namun angin pelan dan suara-suara manusia di kota ini mendatangkan rasa nyaman pada Baskara, Sakha, dan Meidiana. Rasanya mereka ingin tinggal lama dan tak ingin kembali lagi. Tapi mereka tidak mau terlena dan tenggelam dalam teduhnya kota ini. Mereka langsung melaksanakan misi mereka untuk menyelesaikan tugas akhir dan mendapatkan nilai yang bagus. Sakha dan Baskara berharap mereka tak lagi mengulang mata kuliah ini. Sementara Meidiana berharap dia akan mendapatkan nilai yang memuaskan karena ya seperti yang bisa diduga, ambisi mahasiswa baru memang sedang membara-membaranya. Jadi untuk Meidiana mendapatkan nilai yang sempurna bukanlah pilihan namun sebuah keharusan.

Mobil mereka berhenti di sebuah parkiran di rumah produksi pahatan kayu milik omnya Baskara. Kedatangan mereka bertiga disambut sangat baik oleh sang paman yang biasa Baskara panggil dengan Om Wisnu. Mereka bertiga diajak berkeliling rumah produksi dan dijelaskan mengenai proses produksi pahatan-pahatab kayu. Bahkan tak jarang Om Wisnu mengenalkan mereka bertiga pada para pemahat dan beberapa orang yang ikut andil dalam rumah produksi ini. Tak lupa sakha dan kameranya siap memotret dan mengabadikan segala hal yang kiranya bisa dimasukkan dalam laporan tugas akhirnya. Sebuah pengalaman baru untuk mereka bertiga bisa melihat proses pahatan kayu dan juga rumah produksinya. Selama ini yang mereka tau dari pahatan kayu hanya hasil jadinya dan tidak lebih. Suara ketuk dari tatah yang berbenturan dengan kayu, aroma pohon tua dari kayu-kayu yang tertumpuk, dan guratan alis yang menukik serius dari para pemahat sungguh membuat ketiganya merasa terkagum-kagum.

Setelah puas berada di dalam rumah produksi, Om Wisnu mengajak Baskara, Sakha, dan Meidiana untuk duduk santai di ruang kerja pribadi milik Om Wisnu. Ruang kerja Om Wisnu terlihat sangat apik. Dengan sofa panjang yang terasa lembut, beberapa ukiran cantik yang terpajang, meja kerja yang dipenuhi oleh foto-foto keluarga dan beberapa tanaman kecil, juga jendela yang cukup besar yang mengarah pada sawah indah yang padinya sedang tumbuh rimbun dan hijau. Om Wisnu menghidangkan pisang goreng, ubi rebus, dan teh hangat nan wangi untuk ketiganya. Karena memang sudah mau memasuki jam makan siang ketiganya dengan lahap menyantap sajian dari Om Wisnu. Setelah puas Om wisnu pun mulai menjelaskan mengenai rumah produksinya, bagaimana ia merintis usahanya, darimana bahannya didapat, dan sampai kemana saja produk-produknya itu dipasarkan. Ketiganya memasang telinga lebar-lebar sambil sibuk menulis hal-hal penting itu. Awalnya memang tujuan mereka jauh-jauh ke Jepara supaya dosennya luluh dan memberikan mereka nilai yang amat memuaskan, tapi setelah mereka sampai disini mereka tidak lagi memikirkan hal tersebut, yang mereka rasakan sekarang hanya bersyukur bisa mendapatkan ilmu dan pengalaman yang amat berharga ini. Jikalau mungkin salah satu dari mereka nantinya akan jadi pebisnis, Om Wisnu pasti akan mereka jadikan role model dan panutan tentunya dalam kegiatan bisnis mereka.

🍒

"Kenyanggggggggggggggg!!!!!!" seru Baskara menepuk-nepuk perutnya dan menyenderkan punggungnya di kursi dengan kepala tengadah ke atas. Saat ini ketiga remaja itu sedang berada di sebuah rumah makan dan baru saja menghabiskan pesanan mereka. Setelah menyelesaikan wawancara dan observasi mereka di rumah produksi Om Wisnu mereka memutuskan untuk makan siang bersama. Sebenarnya Om Wisnu sudah menawarkan makan siang bersama, namun karena ketiganya merasa sungkan takut merepotkan Om Wisnu jadilah mereka memutuskan untuk makan siang dengan uang mereka sendiri.

Titik TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang