Happy Reading!
Revin mendesis saat lengannya terasa nyeri saat digerakkan. Itu baru tangan, bagaimana dengan kaki kanan dan kepalanya yang katanya terluka parah.
"Sial."maki Revin lalu menatap langit-langit kamar. Untuk saat ini hanya matanya yang masih berfungsi dengan baik.
Ceklek
"Sayang, apa kau perlu sesuatu?"tanya Mawar lembut lalu menutup pintu.
"Mama dari mana?"tanya Revin.
Mawar tersenyum."Dari kamar Elia."
Revin tertegun. Itu juga yang masih membuatnya penasaran. Kenapa Elia ada di rumah sakit dan menggunakan kursi roda.
'Sial. Bagaimana aku membawa Elia kabur jika kaki saja tidak bisa bergerak.'batin Revin kesal. Pasalnya setelah pertunangannya dengan Monica, ia sudah menyiapkan tempat untuk tinggal berdua dengan Elia.
"Revin, sayang."panggil Mawar saat putranya terlihat melamun.
"Iya?"tanya Revin sedikit kaget.
Mawar tersenyum."Ada apa, sayang? Apa ada yang sakit atau kau perlu sesuatu?"tanya Mawar lembut.
Revin menggeleng. "Elia.."
"Apa kau mengingat sesuatu, sayang?"tanya Mawar lembut.
"Kenapa Elia di rumah sakit dan menggunakan kursi roda?"tanya Revin pelan.
Mawar tersenyum tipis. Ia pikir putranya mengingat tentang Elia.
"Apa kami kecelakaan bersama?"tanya Revin. Tapi seingatnya ia tidak pernah pergi bersama Elia. Tapi bisa saja kan dia khilaf dan menculik Elia pergi lalu kecelakaan.
Mawar menggeleng."Tidak sayang. Kalian tidak kecelakaan bersama. Sebenarnya Elia jatuh dari pohon."dusta Mawar.
"Ck! Gadis itu memang ceroboh."Gerutu Revin tanpa sadar membuat Mawar terdiam.
Revin kan hanya tidak ingat tentang kejadian beberapa bulan kebelakang. Jadi bisa saja perasaan putranya pada Elia sudah ada, pikir Mawar. Hanya saja Revin lupa tentang penculikan, pelecehan yang dia lakukan dan pernikahannya.
'Iya. Pasti Revin sudah tertarik dengan Elia.'batin Mawar.
"Lalu apa keadaannya parah?"tanya Revin membuat Mawar menahan senyum.
"Tidak separah dirimu."sahut Mawar lembut.
Revin diam-diam menghela napas lega dan Mawar hanya diam memperhatikan wajah putranya.
Tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di kepala Mawar. Dari kejadian ini dan pengakuan Elia tentang alasan kecelakaan terjadi, dari situ saja Mawar sudah bisa menyimpulkan kalau hubungan Revin dan Elia tidak baik-baik saja. Tapi karena sekarang Revin sedang hilang ingatan, bukankah sebaiknya dimanfaatkan untuk mendekatkan keduanya.
"Revin."panggil Mawar.
"Iya, mah?"
"Begini. Pak Hasyim tidak bisa setiap saat menemani Elia di sini dan mama juga tidak bisa selalu meninggalkanmu dan menengok Elia. Menurutmu bagaimana jika Elia pindah ke kamar ini saja?"tanya Mawar membuat Revin menegang. Ada sedikit binar kebahagiaan di mata putranya dan Mawar bisa melihat itu.
"Terserah mama saja."sahut Revin datar.
Mawar tersenyum."Baiklah. Mama akan meminta suster untuk mengaturnya. Lagipula kamar ini cukup besar dan dengan begitu mama bisa menjaga kalian bersamaan."ucap Mawar lalu menekan tombol untuk memanggil petugas.
Satu jam kemudian, Elia sudah pindah ke ruangan Revin. Ranjang keduanya berdampingan dengan jarak sekitar satu meter.
Mawar melirik jam yang ada di dinding. Sudah jam sepuluh malam dan itu artinya saatnya ia untuk pergi.
"Mama akan ke kamar sebelah untuk istirahat."ucap Mawar lalu mengambil tas miliknya.
"Mam.. Nyonya akan pergi?"tanya Elia. Elia sengaja memanggil nyonya di depan tuan Revin karena pasti akan aneh jika ia tiba-tiba memanggil mama.
"Iya sayang. Panggil mama jika Revin perlu sesuatu ya."ucap Mawar lalu melangkah pergi.
"Tapi.."
"Mama sudah berjaga seharian. Dan sekarang adalah waktunya istirahat."ucap Revin membuat Elia menatap pria itu.
"Apa tuan baik-baik saja?"tanya Elia pelan.
"Menurutmu?"
Elia menggigit bibir bawahnya."Tuan Revin harus segera sembuh."ucap Elia lembut.
'Tentu saja. Karena aku harus membawamu pergi ke tempat yang sudah kusiapkan' batin Revin.
Elia menelan ludahnya lalu bangun dan turun mengambil air.
Revin mengernyit. Katanya jatuh dari pohon tapi Elia telihat baik-baik saja, hanya saja gadis itu terlihat memegang perut saat berjalan.
Mungkin perutnya yang sakit, batin Revin.
Elia kembali naik ke tempat tidur setelah mengambil air minum baru di dekat lemari pendingin.
"Tuan ingin minum?"tawar Elia.
Revin mengangguk membuat Elia kembali turun dan..
"Ugh"Rintih Elia memegang perutnya lalu segera kembali naik ke atas tempat tidur. Elia sungguh takut meski itu hanya nyeri biasa. Sepertinya hari ini ia sudah melakukan banyak hal padahal dokter memintanya untuk istirahat total.
"Kenapa?"tanya Revin bingung.
"Tuan maaf, tapi perut saya sakit."beritahu Elia membuat Revin diam. Namun matanya terus menatap ke arah gadis itu.
Elia berbaring dan terus mengusap perutnya.
"Jika sangat sakit, bisa panggil suster."ucap Revin setelah cukup lama diam.
Elia menolah."Tidak tuan. Ini sudah biasa sepertinya bay.. em"
"Bay apa?"
"Tidak. Kenapa tuan terus melihat saya?"tanya Elia seolah tak suka.
"Melihatmu? Apa kau tidak lihat kepalaku sakit, aku hanya bisa menoleh ke arah kiri." ucap Revin membuat Elia mengernyit. Tapi tadi ia melihat tuan Revin bisa menoleh kiri kanan.
"Terserah tuan saja."
"Memang terserahku."ucap Revin mengejek.
Elia menghela napas lalu menutup mata. Sebaiknya ia tidur sekarang.
"Arg"
"Tuan?"Elia segera membuka mata saat mendengar rintihan tuan Revin.
Revin mendesis. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit.
"Saya akan panggil nyonya."ucap Elia dan bersiap bangun.
"Tidak perlu."ucap Revin cepat.
"Tapi tadi tuan.."
"Sudah, diam!"potong Revin membuat Elia akhirnya menutup mata.
Sedang Revin hanya bisa menahan geramannya. Kaki kanannya sakit sekali.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Kesayangan Tuan Revin
RomanceWarning: 21+ Elia Hasyim, gadis berusia dua puluh tahun. Ia adalah putri seorang pengurus kebun yang bekerja di rumah besar tuan Revan dan nyonya Mawar. Namun disaat sedang menanam bibit bunga, tiba-tiba saja Elia dibekap hingga pingsan. Dan begitu...