Master

6 2 0
                                    

Rachel berjalan perlahan mendekati Mr. Milo yang langsung mendongak melihat kehadiran murid perempuannya itu.

"Lho, kamu, Rachel. Mama kamu ke salon lagi?" ujar Mr. Milo sembari melepas earphone-nya.

Rachel mengangguk, kemudian tersenyum lebar.

"Bapak kesini lagi? Berarti memang hampir tiap Minggu dong ya?"

"Nggak selalu sih. Tapi memang sering."

Rachel manggut-manggut. "Ehm ... Sekarang Bapak baca apa lagi, nih?"

"Oh, ini. Novel lama, udah pernah baca sampai tiga kali. Pengen baca lagi," ujar Mr. Milo. Ia tertawa.

"Ih, udh dibaca kok dibaca lagi, Pak?"

Membaca kembali buku yang sudah dibaca, agak jauh logikanya bagi Rachel. Mungkin Sophia akan protes dengannya, tapi ya memang Rachel adalah seorang pemula.

Mr. Milo tertawa kembali. Renyah dan merdu di telinga Rachel. "Ya, karena menarik. Ada detil yang seru kalau dibaca ulang. Just like watching a movie. 'Kan kalau nonton film favorit, diulang-ulang juga seru. Sampai hapal dialognya bahkan."

"Iya juga ya. Eh, Pak. Saya baru baca beberapa halaman Circe-nya."

"No problem. Just take your time. Baca aja pelan-pelan."

"Cuma, saya iseng-iseng baca Animal Farm yang waktu itu saya chat Bapak. Dan, saya sudah selesai bacanya," ujar Rachel terlihat bangga.

"Serius? Wah, keren sudah baca sampai habis."

Mr. Milo bersungguh-sungguh memuji Rachel. Ia senang bila orang lain memiliki ketertarikan membaca dan ia bisa membantu mereka dalam ketertarikan itu.

Dan, Rachel, seperti biasa, terlihat begitu cantik dan menawan.

Untung saja Mr. Milo sudah mampu menjelaskan perasaannya sendiri. Sebelumnya, Mr. Milo terkaget-kaget dengan pesona Rachel Loh, muridnya sendiri. Ia sempat merasa bersalah, sekaligus aneh karena sempat terpesona pada kecantikan Rachel. Namun, sekarang ia sudah paham benar bahwa tidak ada salahnya mengakui kecantikan seorang murid asal tidak terbawa dan lebih jauh melakukan tindakan-tindakan yang sama sekali tidak profesional.

Rachel, tanpa dikomando, langsung duduk di samping Mr. Milo di bangku taman yang sama dengan minggu lalu. "Jadi, apa yang Bapak sedang baca sekarang?"

"Nih," ujar Mr. Milo sembari menunjukkan sampul novel berjudul "Haroun and the Sea of Stories" oleh Salman Rushdie.

Rachel mengernyit. "Dongeng ya, Pak?"

"Yah, semacam itu lah. Satir juga. Jadi bukan dongeng anak-anak. Isinya penuh simbol."

Rachel kembali manggut-manggut.

Angin yang cukup keras mendadak datang, membuat dedauanan bergemerisik dan mengacaukan rambut panjangnya. Rachel memperbaiki helaian rambutnya dengan menyelipkannya di belakang telinga.

"Bapak suka banget baca ya. Tapi di akun Instagram, Bapak kayaknya suka fotografi gitu."

"Saya kebanyakan hobi, Rachel. Suka ini, suka itu. Suka-suka aja. Ehm, kalau kamu? 'Kan sekarang mulai suka baca nih, tapi sebenarnya kamu suka apa sih? Nonton, atau shopping mungkin?"

Rachel menempelkan jari telunjuknya di kening berlagak sedang berpikir, tapi kemudian tertawa. Sepasang pipi dan bibirnya memerah. "Nggak ada yang khusus sih, Pak. Sophia jelas suka baca. Dwi sama Vivian suka shopping, berdandan. Dua-duanya tuh suka bikin konten beauty di TikTok. Tapi, aku biasa aja. Jujur, aku sebenarnya dari kecil suka lihat desain interior ruangan gitu. Di laptop juga sering iseng-iseng main-main program desain. Tapi, ya cuma sekadar suka aja, gak serius."

Kini Mr. Milo yang manggut-manggut. "Ya, nggak perlu terlalu serius. Namanya juga hobi dan kesenangan. Kalau serius, profesi namanya."

"Ooo ... Jadi, Bapak serius dong ya jadi guru?"

"Ya, iya lah. Kalau nggak, nggak dibayar nanti saya."

Keduanya tertawa pada lelucon yang sebenarnya tidak terlalu lucu itu.

Kehangatan mengalir di dalam dada Rachel. Ia merasa semakin nyaman di dekat Mr. Milo yang sama sekali tidak kaku, kikuk, apalagi garing. Ia tidak menyangka mereka kembali bisa mengobrol seperti ini. Rachel tidak hanya menikmati menelusuri pandangannya pada sisi dan sudut-sudut wajah Mr. Milo, tetapi juga menikmati obrolan mereka ini.

"Eh, ngomong-ngomong soal Instagram, saya kayaknya belum follback kamu ya?"

"Ih, nggak usah, Pak. Ngapain juga. Nggak ada isinya. Lagian follower saya seiprit, cuma temen-temen deket aja."

Mr. Milo tertawa. Sikap Rachel berbalik seratus persen dengan Silvia yang jelas-jelas memintanya untuk follow back akunnya.

Mr. Milo kini sudah tidak merasa canggung lagi dengan pesona yang dipancarkan Rachel. Ia sudah tidak takut untuk mengakui kecantikan Rachel. Diam-diam ia sedikit menikmati. Tak apalah, asal tidak terlalu terbawa, pikirnya.

"Eh, Pak. Kita pakai kaos warna yang sama lho. Putih-putih. Lucu ya?" ujar Rachel.

Tak butuh waktu lama untuk dirinya menjadi diri sendiri. Cara berbicaranya sudah mulai lancar dan mengalir.

"Iya juga ya."

"Pak, foto yuk. Selfie. Lucu aja. Jarang-jarang ketemu guru sendiri di taman."

Rachel tak peduli lagi kalau ia ternyata senekat ini. Entah darimana keberaniannya tersebut. Ia hanya merasa tak mau kehilangan kesempatan sedikitpun. Lagipula, ia sudah melakukan persiapan matang untuk menemui Mr. Milo. Jadi, kalau bisa memaksimalkan hasilnya, kenapa tidak?

Mr. Milo tertawa. Rachel merasakan sentakan mendadak, jantungnya bergemuruh. Ia khawatir Mr. Milo menolak, karena ia bakal malu. Selain itu, tawa Mr. Milo membuat gurunya itu tampan maksimal.

"Iya, iya. Pake hape kamu aja ya. Nanti share ke saya deh ya."

Rachel menjerit tertahan. Ia tak bisa menahannya. Maka, segera ia ambil hape dari dalam tas kecilnya, kemudian mendekat ke arah Mr. Milo dan memosisikan tubuhnya agar tepat masuk di dalam frame.

Rachel dapat mencium aroma menenangkan dan harum khas Mr. Milo.

Rachel mengambil selfie bersama dengan berbagai gaya yang fokusnya adalah kaos putih mereka. Ia mengangkat telunjut dan jari tengahnya membantuk lambang victory, mengajak Mr. Milo menunjukkan novel-novel mereka di depan kamera hape, manyun, atau dengan pose tersenyum dan tertawa.

Ah, apa yang bakal terjadi kelak ketika Vivian dan Dwi melihat foto-foto antara dirinya dan Mr. Milo? Rachel tak sabar melihat respon mereka.

"Lucu ih, Bapak. Suka pakai beanie ya, Pak? Warna merah lagi. Kayak bendera Indonesia, Pak," ujar Rachel ketika keduanya melihat hasil foto-foto selfie mereka.

Mr. Milo kembali tertawa.

"Saya senang kamu mulai suka baca. Tadi denger kamu selesai baca Animal Farm, saya jadi bangga. Kayak menemukan pengikut baru," kata Mr. Milo tiba-tiba. Tidak merespon kata-kata Rachel mengenai foto-foto mereka tadi.

"Well, I'm a beginner, Pak. Sophia ngejek saya karena selesai baca sampai beberapa hari, padahal dia nggak nyampe 3 jam."

"Jangan khawatir. Balas aja ejek dia. Bilangin kalau dia masih kalah. Saya baca Animal Farm pertama kali cuma satu jam. Terus saya juga udah baca sampai lebih dari lima kali. Sampai hapal."

Rachel menutup mulutnya. Sepasang matanya membuka lebar. "Woaahh ... Masteeerrr! Sungguh master!"

Rachel meletakkan kedua novel yang ia pegang sedari tadi itu ke atas bangku taman. Kemudian ia menunduk dalam-dalam sembari menjulurkan tangannya ke depan, meniru adegan 'menyembah'.

Mr. Milo tertawa lepas melihat tingkah laku Rachel tersebut.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang