57. Kesedihan

66 5 1
                                    

"Peluk hati kecil yang penuh dendam ini, Ayah"

-Alisya Calista Graham

*****

"Kakak berangkat dulu, ya? Jaga diri baik-baik disini. Jaga kesehatannya, jangan sampai lupa makan. Sayang sama diri sendiri, ya? Jangan disiksa lagi dirinya, oke?" Pesan Venus di menit terakhir sebelum dirinya pergi meninggalkan Alisya.

Alisya memeluk Venus dengan sangat erat seolah-olah tak rela jika harus berpisah dengan Kakaknya. Entah sudah berapa lama mereka berdua berpelukan layaknya Teletubbies disana, tapi yang jelas mereka berdua sama-sama tidak mau kehilangan momen terakhir sebelum berpisah.

"Jadi adiknya Kak Venus itu harus kuat. Nggak boleh sedih kayak gini,"

"Lisya bakal kuat kalau ada Kakak disamping Lisya. But, Lisya bakal coba kuat walaupun Kakak nggak ada disamping Lisya," balas gadis itu dengan suara seraknya.

"Hebat, Kakak pegang omongan Lisya. Lisya bakal kuat walaupun Kakak nggak ada disamping Lisya,"

Alisya mengangguk lalu melepas pelukan mereka berdua. Ia mendongak menatap Venus yang memang lebih tinggi darinya. "Good bye, Kak. I definitely miss you,"

Venus berjalan mendekati Grey yang memang ikut mengantarkannya ke bandara. Ia memeluk sang kekasihnya dengan hangat lalu memberikan kecupan singkat dikening wanita tersebut.

"Gue berangkat dulu, baik-baik disini. Matanya jangan jelalatan lihatin cowok-cowok. Gue titip Alisya juga ke lo. Jagain dia selama gue lagi di Surabaya," pesannya.

"Iya, tenang aja, sayang. Kamu juga jangan lihatin mbak-mbak cantik disana lho," balas Grey dengan kekehan ringannya.

Venus mengangguk singkat, pandangannya beralih menatap Raka yang sedang berdiri disamping Alisya. "Rak, gue titip adik gue ke lo sama Grey, ya? Jagain dia biar nggak bandel. Ingetin buat makan juga,"

"Iya," balas Raka singkat.

"Well, I've got to you, bye." Venus melambaikan tangannya kearah mereka sembari berjalan menjauh. Ada sedikit rasa kecewa kepada dirinya sendiri karena harus meninggalkan adiknya sendirian dirumah. Mungkin jika keadaan rumah mereka seharmonis keluarga Cemara lainnya, Venus tidak akan khawatir meninggalkan adik ya sendirian.

Alisya dan Grey sama-sama membalas lambaian tangan Venus. Setelah Venus menghilangkan dari pandangan mata, barulah air mata yang sejak tadi Alisya tahan mati-matian jatuh membasahi kedua pipinya. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya kedalam pelukan Raka lalu menangis sesegukan didalam dekapan hangatnya.

"Nangis aja, Sya. Nangis sepuasnya sama Raka," kata Raka membiarkan Alisya untuk melegakan hatinya dengan menangis.

"Ada saatnya kita itu harus kuat dan juga ada saatnya kita itu butuh istirahat. Nangis itu wajar, yang nggak wajar itu kita pura-pura kuat didepan semua orang padahal kita tahu kalau kita itu juga butuh istirahat,"

Melihat hal itu, Grey yang tadinya berdiri agak jauh dari mereka berdua pun mendekat. Ia tersenyum melihat Alisya yang tengah menagis didekaoan Raka. Namun jika kalian tahu, senyum tersebut terlihat seperti senyum seseorang yang memiliki sebuah dendam. Senyum smirk yang menakutkan jika kita lihat dengan saksama.

"Lisya, sayang, Kakak pulang dulu, ya? Kakak ada janji mau nongkrong sama temen kuliah," pamit Grey kepada Alisya sebelum pergi.

"Iya, Kak. Hati-hati," balas Raka.

Setelah itu, Grey pun segera pergi meninggalkan Raka dan Alisya ditengah-tengah keramainan bandara. Langkah kaki wanita muda itu mengarah ke kantin bandara yang terletak tidak jauh dari tempat ia mengantarkan Venus tadi. Itu artinya, kantin bandara berada tidak jauh dari posisi Raka dan Alisya sekarang.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang