🌗

131 17 67
                                    

Seiring laju larinya semakin cepat, pedang ditangannya menebas lebih dan lebih banyak lagi kepala-kepala musuh yang ingin mencapai dirinya. Satu-satunya hal yang manik gelapnya itu tuju adalah singgasana emas yang diduduki oleh sosok agung bersurai emas panjang dan dua pasang sayap yang membentang lebar. Demi menghampiri mata tajam angkuh yang menantinya didepan sana, ia tidak akan mundur. Walaupun saat ini ia sudah tidak bisa lagi mendengar derap langkah yang menyusulnya seperti biasa, ia tidak boleh berhenti ataupun berbalik. Menemui penjaga terakhir, ia dan Angel yang merupakan jenderal penjaga Uriel itu beradu senjata. Angel itu menghunus tombaknya dengan cepat, dan dengan lincahnya memutar tombak lalu menyerang tanpa henti guna mencegahnya memberi serangan balik. Namun, pertarungan yang seolah tanpa celah itu berakhir pada menit kedua. Dimana ia memutuskan untuk mundur dan melompat, lantas mendarat diatas tombak dan menebas kepala Angel itu. Tumbangnya jenderal terakhir itu menandakan bahwa di bukit ini, hanya tersisa dua individu yang masih hidup. Yaitu dirinya dan satu dari 7 kebajikan yang tersisa, Uriel.



"Sekarang aku mengerti," ucap Uriel sembari bangun dari singgasananya, "manusia, kamu dicintai, tapi tidak dicintai."



Ia merasa tidak ada yang perlu dibicarakan pun mendengarkan apapun lagi. Menyingkirkan darah yang menempel pada pedang dengan tebasan kuat, ia melangkah maju untuk kemudian dikejutkan oleh semburan api yang luar biasa besar. Berhasil menghindar dengan melompat ke sisi kiri, ujung dari pedang berlapis emas mengarah tepat ke lehernya. Berkat refleksnya yang sudah terlatih selama bertahun-tahun, ia dengan mulus dapat menghindari serangan dadakan itu dan membalas dengan menusuk pergelangan tangan Uriel dengan belati. Memanfaatkan kesempatan dengan membuat jarak, ia pasang sikap siaga. Mewaspadai apa yang akan dilakukan Uriel yang terdiam menatap tangannya yang tertusuk.



" ... mengejutkan." Uriel mencabut belati seolah tidak ada rasa sakit apapun yang ia rasakan pada tangannya. "Sepertinya aku sudah salah sangka padamu, manusia. Kamu dicintai begitu banyak. Sampai-sampai aku tidak tahu mana yang tulus mencintaimu dan sebaliknya."



Maniknya menyipit tajam. "Sejak tadi kau terus membahas topik sampah macam itu, apa maumu?"



Mengambil pedangnya yang terjatuh dengan tangan kiri, sosok Uriel yang terbalut jubah putih panjang hingga menutupi kakinya berbalik menghadapnya. "Segala hal yang diciptakan, ditumbuhkan dengan kasih sayang. Sebagaimana manusia membesarkan anak manusia, juga tumbuh-tumbuhan yang dikasihi dengan cahaya dan air. Tidak ada suatu apapun yang tumbuh tanpa kepedulian. Begitupun kamu, manusia. Yang membuatmu dapat hidup sampai detik ini, juga asal dari kekuatanmu, semua berasal dari cinta yang mereka miliki untukmu sehingga mereka merestuimu untuk sampai di wilayahku."



"Ha!" Ia melebarkan seringai penuh ejek. "Benar-benar omong kosong!"



Uriel mengacungkan pedangnya, kemudian disusul sayapnya yang membentang terbalut cahaya. Dari sepasang sayap itu, puluhan helai bulu menyebar dan berubah bentuk menjadi belah pedang. Ia mengenali fenomena ini sebagai salah satu teknik divine power yang dimiliki Uriel, manipulasi senjata.



"Haruskah ku perlihatkan padamu tentang siapa yang paling mencintaimu di dunia ini, manusia?"



Bersiap menyambut serangan, ia membalas dengan intonasi berat penuh amarah. "Tutup mulutmu dan matilah."

Nighty Rain  ||  SoraMafu [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang