(2) °°•• -360 ••°°

477 36 8
                                    

°°••Vote••°°

2.

Pria dengan sarung hitam itu terlihat menawan dan tampan. Banyak wanita yang menatapnya secara terang-terangan dan ada juga yang hanya melirik.

Pria itu tak peduli, dirinya akan pergi kesebuah pengajian yang diadakan dikompleknya.

Banyak orang yang mengantri untuk masuk kedalam masjid yang memang tempat diadakannya pengajian.

"Heh, bro sendiri aja. Kapan ni bareng sama istri kepengajian?" Ujar salah satu teman dari pria itu.

Pria itu hanya tersenyum tipis. Lalu dengan pelan memukul lengan sang teman.

"Besok, kalo udah ada jodohnya" ujarnya dengan suara pelan.

Temannya hanya bisa menganggukan kepalanya. Selalu saja begitu jika ditanya kapan kepengajian bareng istri.

"Naren mah nunggu dikejar. Kalo kita mah ngejar" ujar salah satu teman dari pria itu yang tak lain adalah Naren.

Ya, kalian tak salah membaca. Naren kini sedang berjalan menuju masjid bersama dua temannya.

Mereka akan mendengarkan pengajian yang diisi oleh ustadz yang cukup terkenal dimasa itu.

"Gimana mau ngejar? Kalo yang dikejar aja nggak ada" ujar Naren membuat mereka tertawa.

Mereka terus mengobrol hingga tak menyadari jika sudah sampai didepan masjid.

"Anak muda zaman sekarang mendengarkan pengajian aja pakaiannya begitu" sindir ibu-ibu yang lewat dan melihat mereka.

Mereka bertiga pun terdiam. Mereka melihat penampilan mereka sendiri dan tidak ada yang aneh.

Mereka masih menggunakan sarung, mereka juga masih menggunakan baju koko dan peci. Apanya yang salah.

"Maaf buk, apanya yang salah ya?" Tanya salah satu teman Naren, Satria.

Naren yang mendengarnya langsung menyenggol lengan Satria untuk memberi tahu jika tidak usah diperpanjang.

Terlihat ibu-ibu tadi semakin memasang wajah julid khasnya.

"Iya gitu" jawab ibu-ibu tadi.

"Gitu gimana?" Tanya teman Naren yang satunya, Varrel.

"Sudah" gumam Naren dan langsung mengajak dua temannya itu masuk kedalam masjid.

°°•••°°

"Aneh banget tu ibu-ibu. Kenal aja kagak, ngomentari orang. Mana nggak ada alasan yang jelas lagi" dumel Satria dan duduk dengan kesal disamping dua temannya.

"Namanya juga ibu-ibu Sat, ya gitu" ujar Naren agar temannya itu bisa tenang.

Satria hanya menghela nafas mendengarnya. Setelahnya mereka mendengarkan pengajian yang sudah dimulai.

Mereka mendengarkan dengan hikmat. Hingga satu jam berlalu. Tetapi, kejadian tak terduga terjadi.

Naren langsung saja berlari keluar dari masjid dan disusul oleh dua temannya yang panik.

Mereka langsung menyusul Naren dengan wajah panik. Terutama Satria yang terlihat hampir menangis.

Naren terus saja berlari hingga sampai disalah satu taman yang ada disekitar masjid tadi.

Ia langsung duduk dikursi kayu dibawah pohon yang cukup besar dan lebat daunnya.

Ia termenung, mengingat perkataan dari ustadz yang ceramah tadi.

This is about us (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang