9. One of the Girls

42 7 17
                                    

"Gimana keadaan Kak Daniel?" tanya Aisy, ia langsung segera mencari keberadaan Daniel dirawat bahkan sebelum dokter memberikan izin. Banyak orang di sana, bahkan orang tuanya. Ibu Daniel datang memeluknya sambil menangis, ia tidak tahu menangis karena anaknya tidak mati atau menangis karena kembali dengan keadaan yang tak cukup baik.

"Maafin Ibu, ya? Harus membuat kamu terluka demi anak Ibu. Kita sudahi semua ini, ya, Ais? Kita selesaikan ini. Kalau kita melawan lagi, takut kamu semakin dicelakai," ujar Ibu Daniel.

"Enggak mau, Bu! Pelakunya hampir bunuh saya dan Daniel, melecehkan Daniel!" Meskipun tidak sampai ke tahap sex tetapi menyentuh-nyentuh Daniel di saat dia tidak menginginkannya juga termasuk ke dalam pelecehan. Itu dilakukan di depan Aisy, tentu semuanya akan membekas di ingat Aisy mau pun Daniel.

"Jika Ibu ingin berhenti memperjuangkan hukum yang setimpal untuk Daniel, silakan. Tapi saya mau, Bu. Saya akan menghukum orang yang berani melukai anak saya sampai seperti ini." Itu ayah Aisy, dialog yang membuat anaknya sendiri terpukau. Aisy tersenyum lalu memeluk Ayahnya, pantas saja Ibunya sangat kagum terhadap sosok dominan ayahnya.

"Kalau ada Papa, Aisy gak akan takut lagi."

"Bukannya kamu masuk sarang penjahat itu tanpa rasa takut dan itu tanpa Papa juga? Ayah bangga sama kamu, Aisy." Kemudian pria itu juga memeluk anaknya.

***

Aca mengambil bunga-bunga kering di dalam vas. Lalu menggantinya dengan beberapa bunga yang ia petik di halaman rumahnya. Selama ini memori tentang Daniel adalah tentang bunga, Daniel selalu mempersembahkan bunga yang lebih sering dipetik sendiri daripada dibeli. Hari ini Aca yang melakukannya untuk menghias nakas ruang inap Daniel yang masih setiap memejamkan mata pasca operasi pengangkatan peluru di kepalanya.

"Sekarang aku lagi senyum, loh. Abis nyium bunga ini." Aca tersenyum ke arah Daniel, beberapa detik kemudian dia mendadak murung. "Senyumannya menyedihkan banget, Niel."

Pintu ruang inap terbuka, masuklah beberapa anak yang beberapa pekan ini menguasai lingkup gerak Aca. Ada Aisy, Arma, dan Rama. Daniel tidak mungkin makan buah jadi Aisy kemari membawa bunga tulip, tapi sayangnya di vas sudah ada bunga dari Aca. Mata gadis cantik itu beralih ke tangan kiri Daniel yang tidak terinfus, digenggam begitu erat oleh Aca. Semua ini membuatnya canggung tiba-tiba, perasaanya tidak menentu.

"Aisy, kamu bawa bunga? Sini." Aca mengambil tulip dari Aisy lalu meletakkannya di nakas, bukan di dalam vas.

"Gue mau ngucapin terima kasih buat kalian semua yang udah selametin gue. Terima kasih bantuannya ya, Aca, Arma, Pak Rama." Aisy tersenyum ke arah semuanya.

"Sama-sama cantik, ngomong-ngomong kuliah apa kerja, dek?" Rama langsung membuat Arma kesal sampai ingin memukul gaya norak halo dek Rama.
Namun, bagi Aca dan Aisy itu lucu jadi mereka tertawa.

"Sayangnya, Daniel masih harus berjuang."

"Gak apa-apa, Daniel sudah berangsur membaik, kok." Aca di sini berhari-hari tanpa pulang ngomong-ngomong demi menjaga Daniel. Jadi dia adalah orang yang paling tahu soal kondisi Daniel selain keluarga.

***
"Aisy, ngaku aja lo suka, 'kan sama Daniel?" Arma menggoda Aisy. Mereka berdua sedang berada di kamar Aisy setelah pulang dari rumah sakit.

"Emang kenapa?" tanya Aisy, ia sedang menorehkan coretan abstrak ke dalam bindernya. Aisy tidak tertarik dengan ocehan Arma yang sedang berguling-guling di atas kasurnya.

"Ya gue suka juga, saingan gue nambah kalau lo suka Daniel juga." Aisy meletakkan pulpennya, lalu berbalik badan dan menatap Arma mantap.

"Suka. Lebih dari suka."

***

Katanya laki-laki hanya bisa jatuh cinta sekali seumur hidup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya laki-laki hanya bisa jatuh cinta sekali seumur hidup. Sisanya hanya meneruskan hidup, Daniel bermimpi sedang berada di pantai dan melihat gadis cantik yang selama ini selalu saja hadir dalam mimpi-mimpi panjangnya. Selama ini pintu hatinya sudah benar-benar dia kunci untuk satu gadis bernama Accacia Nattaya, tapi entah kenapa gadis lain selalu hadir di kepalanya. Apa dia harus merasa bersalah pada gadis pecinta ranking satu yang menolaknya?

 Apa dia harus merasa bersalah pada gadis pecinta ranking satu yang menolaknya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis yang membuatnya ragu juga di pantai. Sial sekali keduanya terlihat sangat cantik dan cocok berada di pantai.
Accacia Nattaya atau Aisy Paradista.

"Kamu nunggu aku udah lama, ya, Niel? Sekarang sudah waktunya." Aca mendekat, menggenggam tangannya dan memberikan setangkai mawar.

Pandangannya beralih ke Aisy, gadis itu hanya tersenyum. Berlahan menghilang di antara deburan ombak.

"Siapa pun pilihan kamu, ayo bangun dan katakan langsung, Niel."

***

Daniel membuka matanya setelah beberapa hari menjadi mayat hidup di ranjang. Ia menatap langit-langit rumah sakit yang asing, pencahayaan itu begitu silau untuknya yang baru bangun dari tidur.

Kepalanya sakit. Bayang-bayang soal dia bertengkar dengan para penjaga kembali meringsak di otaknya, Daniel mencengkram kepalanya. Perasaannya sedang campur aduk sekarang.

"Daniel, kamu udah bangun? Tapi kamu?" Daniel membuka matanya, yang pertama kali dia lihat adalah Aca.

Senyum Aca yang sumringah saat melihatnya bangun kembali membuat Daniel yakin bahwa dia berharga. Sampai membuat gadis secantik ini menunggu kehadirannya.

"Ais ... sy." Kata pertama yang keluar dari mulut Daniel membuat Aca kecewa. Senyumnya luntur.

"Kita mirip, ya? Iya, tapi Aisy lagi pulang. Dia lagi ngurus kasus kamu." Aca menekan tombol untuk memanggil tenaga medis.

***

"Kenapa, sih, Ma?" tanya Rama yang baru saja pulang bekerja. Ia memberikan titipan Arma yang minta macam-macam seperti es boba dan juga coklat yang besar. Katanya moodnya sudah tidak karu-karuan.

"Menurut lo, Daniel bakal pilih siapa? Aca atau Aisy?" tanya Arma meminum boba super manisnya.

"Gue aja misal jadi Daniel pusing. Sama-sama cantik, mirip lagi mukanya."

"Ya emang sepupuan."

"Emang mereka suka Daniel?" Rama bertanya dan anggukan Arma adalah jawabannya.

"Ya ampun pusing banget tau dua-duanya temen."

"Kalau lo suka juga nggak sama Daniel?" tanya Rama.

Arma terlihat berpikir sembari menggigit sedotan hitam. Teringat bagaimana Daniel rela mencopet demi kucing, kalau Arma dalam bahaya juga mungkin Daniel rela menghancurkan dunia dan itu membuat Arma merasa sangat dicintai.

"Iya, suka. Lebih dari suka." Arma meniru dialog Aisy.

Rama menghela napas, dalam batinnya ... Mundur mas, sainganmu Ramadhaniel.

Danielist [Akan Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang