Tepat pukul tujuh malam kedua pasangan suami istri yang baru saja sah sekitar satu minggu yang lalu itu akhirnya tiba di kediaman baru mereka. Samudra juga sudah mulai pulih, jadwal kemotrapinya sudah diputuskan seminggu sekali.
"Ini apartemen hadiah dari Kak Dewa untuk pernikahan kita. Dia bilang, kita harus tinggal berdua, kalau bareng keluarga Sam atau keluarga Fisya, itu kurang baik, karena tidak mungkin ada dua kepala keluarga dalam satu rumah," jelas Samudra panjang lebar.
Gadis itu hanya mengangguk saja disana. Entahlah, Nafisya sepertinya masih belum bisa menerima ini semua.
"Ayo masuk," ajak Samudra. Pria itu menggiring istrinya memasuki apartemen minimalis bernuansa abu muda.
"Apartemen ini kebetulan cuma ada satu kamar, kamu gak masalah, Sya?"
Nafisya mengerutkan kedua alisnya. "Emang kenapa?" tanyanya balik.
Samudra hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Pria itu sempat berpikir bahwa Nafisya sama halnya seperti pasangan muda yang baru menikah layaknya di novel-novel atau drama-drama yang ditontonnya, ingin berpisah kamar atau tidur berpisah dengan suaminya
Nafisya menghiraukan Samudra, ia melenggang masuk ke dalam kamar sambil membawa koper kecilnya. Samudra ikut masuk, mereka berdua kini sibuk merapikan barang-barang mereka.
"Sam bantu ya, Sya?" celetuk Samudra yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Nafisya yang sedang melipat pakaian mereka.
Nafisya berbalik. "Kamu mending istirahat aja, Sam, kan baru pulih."
Samudra menghela nafas, ia tidak boleh terlalu cepat untuk meluluhkan hati istrinya ini. "Baiklah..."
Dengan pasrah akhirnya Samudra merebahkan diri di kasur, mengistirahatkan diri. Ia kemudian mulai memejamkan kedua matanya.
Setelah selesai merapikan pakaian, Nafisya terlihat bergegas ke kamar mandi. Ia berniat untuk membersihkan diri. Melirik ke arah ranjang, gadis itu menghela nafas ketika melihat suaminya yang sudah terlelap. Nafisya tahu, Samudra baru saja pulih dari sakitnya, ia akhirnya mendekatkan diri lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh suaminya.
"Mau kemana, Sya?" tanya Samudra ketika mendengar langkah kaki Nafisya yang kini sudah terlihat berganti pakaian dengan setelan pakaian tidur. Samudra bahkan sedikit berjengkit kaget karena penampilan Nafisya yang sangat-sangat berbeda saat ini. Gadis itu tidak menggunakan hijab.
Cantik. Batin Samudra.
"Fisya mau masak buat makan malam. Oh iya, air hangat udah Fisya siapin buat kamu mandi, sebelum makan bersih-bersih dulu, ya."
Samudra tertegun, ternyata Nafisya tetap bertanggung jawab sebagai seorang istri. Pria itu tahu betul bahwa sebenarnya Nafisya setengah hati menerima pernikahan ini. Tapi nyatanya, gadis itu benar-benar menjalani kehidupan layaknya seorang istri yang bertugas untuk melayani suaminya.
"O-oke termakasih," cicit Samudra.
Pria itu akhirnya memasuki kamar mandi, mulai membersihkan diri sambil menjernihkan pikirannya saat ini.
Di dapur, Nafisya mulai berkutat dengan masakannya. Menu makan malam kali ini simple, Nafisya hanya membuat ayam goreng, tempe orek, dan sayur bayam. Ia memutuskan membuat makanan ini ketika melihat bahan makanan yang tersedia di kulkas, lumayan lengkap.
Samudra sudah selesai dengan kegiatannya, ketika keluar dari kamar, ia lagi-lagi tertegun melihat potongan baju dan celana miliknya yang sudah tersedia di ranjang. Pria itu tahu pasti istrinya yang menyiapkan pakaian untuknya.
Selesai dengan masakannya, Nafisya kemudian menaruh semua makanan itu di meja makan, bersamaan dengan Samudra yang keluar dari kamar menghampiri Nafisya di dapur. Semerbak wangi masakan menggugah selera makan Samudra, ia dengan santai langsung menghempaskan diri di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESAMSYA [ON GOING]
Roman pour Adolescents#3 GEZELLIGHEID SERIES Nafisya Nayyara Almahyra, gadis belia yang terpaksa harus menikah dengan Samudra Shazad Zaigham, sahabat sekaligus sepupu dari orang yang dia cintai, Dewangga Adelard Nadhif. Pernikahan yang tidak diimpikan itu, berlandaskan...