Tetangga (Dika - Dinda)

1.1K 6 0
                                    

Ceritanya masih sama aja, cuma aku perjelas dikit di beberapa bagian yang ada plotholenya. Yang udah baca gak dibaca lagi gak papa sih, cuma soal detail keluarga Dinda aja dikit.

---

Sabtu sore merupakan waktu yang ditunggu-tunggu Dinda. Pasalnya Dika-si tetangga samping rumahnya- akan mengajak Dinda untuk berkeliling kota Yogyakarta. Dinda memang pendatang baru di perumahan ini, baru 1 tahun keluarga Dinda pindah. Walaupun begitu, hubungan keluarga Dinda dan keluarga Dika sudah sangat akrab. Jarak usia mereka yang tidak jauh, hanya terpaut 3 tahun saja, membuat keduanya cepat akrab.

"Mas, kamu jadi ngajakin aku keliling lagi?" tanya Dinda di telefon. Dia hanya ingin memastikan lagi apakah Dika jadi mengajaknya pergi atau tidak. Pernah satu waktu Dika membatalkan janjinya secara mendadak karena ada pertemuan angkatan kuliah, di mana saat itu maba-termasuk Dika- diwajibkan untuk datang.

"Iya jadi, minggu kemarin udah ke mall ya, nanti kita ke Alkid aja. Belum pernah kan kamu?"

"Belum, kan Mas Dika orang satu-satunya yang ngajak aku keliling Jogja."

"Iya ya, kamu sama teman-teman kamu pasti ke mall terus. Sekali-kali dong ke Tamansari atau ke Beringharjo gitu lho, merakyat."

"Ish apa sih Mas. Ya terserah aku sama teman-temanku dong." Dinda mulai sebal, terserah dia dan teman-teman mau kemana dong, pikir Dinda.

"Iya iya maaf. Nanti aku ke rumah jam 4 aja ya, Mas dika mau tidur siang dulu."

"Dih kaya anak kecil aja."

"Loh jangan salah, Din, justru tidur siang itu surganya orang dewasa. Kamu sih masih kecil belum dewasa. Gak akan ngerti," ucap Dika meledek Dinda.

"Enak aja, aku udah gede ya. Aku udah bisa bikin bayi." Dinda kaget sendiri, dia juga tidak menyangka akan keluar kata-kata seperti itu dari mulutnya. "Eh eh maaf mas."

"Kaget lho aku, Din, sumpah. Speechless," balasan Dika setelah cukup lama terdiam.

"Maaf, mas, gak sengaja, gak tahu tiba-tiba keluar aja gitu."

"Gak mungkin tiba-tiba sih, kamu habis ngapain hayo. Jangan aneh-aneh lho, nanti aku laporin Tante Hali."

Tante Hali yang disebut Dika merupakan nama dari Ibu Dinda.

"Hmm ... tadi di sekolah teman aku cerita mas kalau dia udah dapet first kiss dari pacarnya," ucap Dinda malu-malu.

"Heh kalian baru aja masuk kelas 2 SMA ya kok udah kaya gitu. Dulu seumuran kalian mas masih fokus nongkrong, gak ada mikir pacaran. Awas kalau kamu kaya begitu ya, Dinda."

Dinda suka omelan Dika. Ya benar, Dinda sudah menaruh hati pada Dika, sejak pertama kalinya Dika mengajak berkenalan. Cinta pada pandangan pertama kata teman-teman Dinda. Tapi dasarnya Dika tidak peka, sehingga Dinda harus berusaha ekstra menunjukkan perasaanya.

"Enggaklah mas, aku juga tahu diri. Aku gak sembarangan deket sama lawan jenis ya. Cuma orang tertentu aja yang aku izinin deket-deket aku, kaya orang yang aku suka aja."

Dinda sih berharap Dika peka terhadap kata-kata yg keluar dari bibir Dinda. Coba mari kita lihat responnya.

"Iya udah bagus deh kalau gitu. Pertahankan ya, nak."

Tuh tuh apa Dinda tidak sebal jika Dika membalas seperti layaknya bapak dan anak atau kakak dan adik.

"Tau ah Mas. Bye. Nanti jemput aku jam 4. Titik."

Dinda mengakhiri sepihak telefon yang sedang berlangsung tanpa menunggu jawaban Dika. Dia terlalu sebal pada manusia yang katanya dewasa tapi tidak peka itu.

Oneshoot storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang