22

2.1K 206 8
                                    




Cahaya matahari menyelinap masuk dari jendela rumah sakit yang terbuka. Renjun terbangun dengan bulir keringat yang menghiasi pelipisnya. Dilihatnya Jaehyun masih tertidur dengan tangan mereka yang saling menggenggam. Melihat pemandangan itu, Renjun tersenyum tipis. Sebelah tangannya yang tak digenggam menyentuh rambut Jaehyun yang jatuh menutupi dahi, merapikan helaian rambut pria itu yang berantakan.

Pergerakan dari Renjun sepertinya membuat Jaehyun terganggu dalam tidurnya, sebab di detik selanjutnya, kedua mata Jaehyun bergerak dan perlahan terbuka. Mereka saling menatap dalam diam untuk sesaat.

Keheningan itu diisi dengan kicauan burung di pagi hari sebelum Jaehyun menegakkan tubuhnya dan mengecup lama punggung tangan Renjun yang terdapat infus.

Jaehyun menyunggingkan senyumnya hingga kedua lesung pipinya terlihat. Ia mengusap peluh di dahi Renjun tanpa merasa jijik. "Selamat pagi," sapanya dengan hangat.

Renjun mengulum bibir bawahnya yang terasa kering sebelum menjawab. "Selamat pagi, juga," ucapnya serak. Tenggorokannya sangat kering dan perih ketika mengeluarkan suara.

Jaehyun segera meraih sebotol air yang berada di atas nakas, membuka tutup botolnya dan memberikannya pada Renjun. Juga membantu Renjun untuk meminum secara perlahan.

"Terima kasih." Renjun mengulas senyum. Sedangkan Jaehyun kembali meletakkan sebotol air yang masih tersisa setengah itu kembali ke atas nakas.

Renjun menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang, menepuk sebelah ranjangnya yang masih tersisa space. Jaehyun sempat mengernyit heran sebelum akhirnya menuruti kemauan Renjun, berbaring di sebelah Renjun dengan posisi saling berhadapan.

Ranjang yang sebenarnya luas untuk satu orang itu menjadi sempit ketika Jaehyun ikut berbaring di sebelah Renjun, sehingga posisi mereka saat ini saling berdekatan dan nyaris menempel. Baik Jaehyun mau pun Renjun bisa merasakan hela napas mereka masing-masing.

Mata Renjun meneliti setiap luka yang ada di wajah yang sialnya masih tetap tampan itu. Beberapa luka bahkan belum mengering terutama di sudut bibir pria itu. Renjun meringis melihatnya, matanya seketika memanas. Perasaannya kini terlalu rumit untuk dijelaskan. Isi kepalanya terlalu penuh.

"Sayang, kenapa?" Jaehyun panik saat netra bening itu tiba-tiba mengeluarkan air mata. Tetes demi tetes air mata meluruh begitu saja.

Renjun menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang keluar dari bibirnya. Rasa sakit di dadanya masih ada dan tak kunjung menghilang, justru semakin parah dan berdarah.

"Seharusnya, a-aku tidak menemuinya," ucap Renjun terbata. "Jika saja aku tak menemuinya, kau dan aku tak akan berakhir seperti ini."

Jaehyun membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapan hangatnya, menepuk punggung Renjun berkali-kali dengan niat menenangkan. Sementara Renjun menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Jaehyun. Tangannya mencengkram erat kemeja putih Jaehyun.

"Aku yang terlambat datang, Renjun."

Tanpa disadari, sepasang kekasih itu saling menyalahkan diri masing-masing. Rasa sesak di dada yang keduanya rasakan masih ada dan belum terelakan.

Renjun lalu mendongak, menatap sepasang mata hitam itu. Jemari kecilnya merambat naik menangkup rahang Jaehyun. Matanya bergetar sebab tak sanggup melihat luka-luka yang menghiasi wajah itu. Dadanya berdetak tak mengenakan dengan denyut sakit yang terasa lagi dan lagi.

Tangisnya semakin menjadi kala kilas balik ingatannya kemarin masih teringat jelas. Semuanya bahkan terasa sangat nyata. Renjun benci dan terlanjur merasa jijik dengan dirinya sendiri. Bagaimana caranya agar ia bisa melupakan semua ini?

Between Us | JaeRen✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang