"Kenapa mas, aku kurang apa!" Ucap Nindi dengan nada bergetar, Hamka terkekeh mendengar itu.
Hamka menunjuk Nindi, "lo nggak sadar hah, lo itu nggak bisa ngurus anak dengan baik," ucap Hamka.
ππππππππππππππππππ
"Gak bisa ngurus anak kamu bilang?" Nindi menatap dalam mata suaminya itu, matanya mulai berkaca-kaca tak menyangka suaminya berani melakukan ini.
"Emang iya kan," cetus Hamka.
"Cih, aku yang mengandung mereka, aku yang besarin mereka, walau aku belum bisa adil buat mereka bertiga setidaknya aku selalu berusaha buat jadi ibu yang baik! Sedangkan kamu apa, kamu nggk ada usaha sedikitpun nggak usah banyak banyak buat anak yang kamu paling tunggu tunggu kelahirannya buat Fian itu kamu ada peduli enggak."
Nafas Nindi memburu perasaannya sakit sekali suami yang ia percayai malah melakukan hal menjijikan seperti ini.
"Gue sibuk cari duit buat lo pada, nggak usah banyak nuntut deh lo," jawab Hamka bodo amatan, Nindi yang mendengar itu terkekeh.
"Kamu pikir yang aku sama anak anak butuhkan itu cuma uang, enggak mas enggak kita juga butuh kamu."
"Dan satu lagi apa tadi kamu bilang jangan banyak nuntut? terus yang selama ini kamu lakuin ke aku itu apa." Suara Nindi bergetar ia tak bisa menahan tangisannya lagi, air mata yang ia tahan itu dengan cepat luruh juga pertahanannya hancur.
"Gue gak peduli, lo gak usah ikut campur urusan gue."
Setelah mengatakan hal itu Hamka kembali pergi dari rumah, meninggalkan wanita yang katanya kesayangannya itu menangis akibat kelakuannya.
Hera yang kebetulan lewat didepan kamar Mamah Papahnya itu mendengar suara isak tangis membuatnya menghentikan langkah kakinya, dilihatnya sang ibu sedang menangis sendirian dikamar itu.
"Mamah kenapa?" Tanya Hera sambil memegang tangan Mamahnya, dingin yang Hera rasakan dari tangan itu.
Nindi terkejut mendengar suara anaknya, dengan cepat dia memeluk anak perempuannya itu, "Sayang maafin mamah atas perbuatan Mamah selama ini sama kamu," ucap Nindi dengan tangan tak henti mengelus surai lembut rambut Hera.
Hera paham arah pembicaraannya hanya bisa mengangguk saja, Nindi paham dengan itu anaknya masih kecewa padanya dan ia mengakui kesalahannya ini.
"Ayo kita makan bareng"
Hera menatap mamahnya dengan binar, benarkah ini mamahnya mengajak dia makan bersama, bukan kenapa selama ini Nindi selalu mengacuhkan Hera sejak kelahiran Fian jadi Hera lumayan terkejut mendengar ini.
"Bo-boleh mah"
"Ayo, kamu bangunin Fian sama Nala ya, mamah siapin makanannya," ucap Nindi, lalu mereka berdua pergi ketempat tujuan masing masing.
Hera berjalan dengan antusias tinggi ini kali pertamanya ia diajak makan bersama mamahnya sejak kelahiran adiknya,Hera senang bukan main saat ini.
Didepan pintu yang saling menghubungkan 2 kamar itu pun Hera berjalan masuk ia akan membangunkan Fian dulu.
"Bangun, makan."
Fian menggeliat kecil, matanya perlahan terbuka hal yang pertama kali ia lihat adalah kehadiran kakaknya, orang yang ia sayangi.
"Eh kakak, ayo kak ayo."
Hera memandang Fian dengan pandangan kosong ia masih tak bisa menerima semuanya, karna semuanya berubah sejak Fian dan Nala lahir.
"Cuci muka dulu, terus bangunin Nala."
Hera berjalan meninggalkan Fian yang menatapnya sendu, dengan segera Fian membasuh mukanya lalu berlari menuju kamar adiknya guna membangunkannya.
Belum sempat masuk pintu kamar itu sudah terbuka dan menampilkan sosok Nala yang sedang berdiri didepan pintu.
"Abang mau bangunin Nala ya, Nala udah dibangunin kak Hera bang," ucap Nala dengan semangat.
"Ayo buruan nanti kita ketinggalan makan makannya bang."
Fian dan Nala berjalan bersama menuju meja makan, sepanjang jalan Nala berceloteh tentang kakaknya yang tiba tiba berbicara dengan dirinya.
"Nala seneng banget kak Hera bangunin Nala," ucap Nala yang membuat Fian mengangguk membenarkan ucapan adiknya itu.
Sampailah dimeja makan disana terlihat Hera yang sedang duduk sambil meminum jus buatan mbak Lala, dan ada Nindi yang sedang menata makanan.
"Eh udah ayo ayo sini cepet kita makan bareng, mbak Lala mau kemana sini kita makan bareng bareng ayo ayo," ucap Nindi dengan semangat.
Lala yang mendengar ucapan majikannya itu pun mengangguk saja, dia tidak ingin membuat Hera sedih bisa diliat dari mata Lala saat ini Hera sedang senang walau tertutupi oleh wajah bodo amatnya itu.
"Mari makan anak anaknya mamah."
Nala dan Fian langsung memakan makanannya berbeda dengan Hera yang memandang piring didepannya lama tanpa diduga seutas senyum terlihat diwajah anak itu.
Lala yang melihat itu senang akhirnya anak majikannya ini yang selama ini ia rawat akhirnya tersenyum lagi, Nindi pun sempat melihat senyum anaknya itu ikut tersenyum bahagia, sore itu mereka habiskan dengan canda tawa di meja makan Lala menjadi saksi kebahagiaan mereka walau tak ada sosok Hamka disitu.
Follow IG: its.blue_cat
03-01-24
KAMU SEDANG MEMBACA
In Omnia Paratus (On Going)
Historia CortaAnak yang haus perhatian orang tuanya sejak kelahiran adiknya itu tumbuh menjadi anak yang tak peduli sekitar, ditambah masalah yang selalu datang setiap ia mulai merasakan bahagia. Mampukah anak itu bertahan, atau malah menyerah?