CHAPTER 10

47 8 0
                                    

"See? Dia Ezra, apa yang bakal lo lakuin setelah ini?"

Setelah berbisik demikian, Revan kembali ke posisi semulanya, duduk bersandar santai seolah tidak ada beban di dunia ini.
Zeya diam. Tidak tahu harus mengatakan apa.

Zeya terdiam. Lidahnya kelu. Pikiran berputar, namun tak satu pun kata terucap. Situasi ini membuatnya bingung, lebih dari yang dia kira.

"Lo yang namanya Zeya?" Suara Kesya tiba-tiba memecah kebisuan.

Zeya mengangguk pelan, meskipun hatinya bertanya-tanya. Bagaimana Kesya bisa tahu namanya? Apakah Ezra sering membicarakannya? Jika benar, berarti hubungan Ezra dan Kesya lebih dari sekadar teman biasa, bukan?

Dengan gelisah, Zeya mengalihkan tatapannya ke Ezra yang tak kalah intens menatapnya. Detik keempat, dia tak kuasa, lalu memalingkan wajah. Tatapan Ezra terlalu menusuk, seolah menuntut jawaban yang tidak Zeya punya.

"Gue muak banget liatnya. Lo gak bisa jujur, heh?" kata Revan, sarkastis, matanya terarah tajam pada Ezra.

"Bukan urusan lo," jawab Ezra ketus tanpa menoleh. Ada dingin dalam suaranya, membuat Zeya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi antara mereka.

Zeya, yang semakin penasaran, tak bisa menahan diri. "Kalian berdua kenapa sih?" tanyanya, meski dia tahu mungkin ini bukan saat yang tepat.

Revan terkekeh, tawa kecil penuh makna. "Tanya aja cowok di depan lo itu."

"Zeya kembali menatap Ezra, namun kali ini Ezra hanya memasang wajah datarnya, seolah tak berniat mengatakan apapun. Zeya menghela napas panjang, merasa semakin terjebak dalam suasana yang semakin rumit.

"Zey!" suara Jaziel tiba-tiba terdengar. Zeya seketika bangkit dari duduknya, merasa lega mendapat alasan untuk pergi. Tanpa pamit, dia melangkah menghampiri Jaziel.

Jaziel, seperti biasa, langsung menggenggam tangan Zeya dengan lembut namun mantap, memberikan rasa aman yang tak pernah gagal.

Namun, sebelum benar-benar menjauh, samar-samar Zeya mendengar suara Revan, kalimat yang membuat hatinya berdegup lebih cepat.

"Lo keberatan kalo dia jadi pacar gue?"



✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧



Kantin biasanya menjadi tempat favorit para murid untuk menghabiskan waktu saat jam kosong atau bahkan membolos saat pelajaran berlangsung. Guru BK, yang jarang menginjakkan kaki di sana, membuat tempat ini seolah menjadi "zona aman" bagi mereka yang ingin menghindari kelas.

Zeya, seperti hari-hari sebelumnya, tengah asyik menikmati semangkuk soto kantin seorang diri. Biasanya, kedua sahabatnya akan menemaninya, tapi mereka sudah pergi, meninggalkan Zeya tanpa teman untuk membolos. Bukan berarti dia kesepian, dia memang sengaja memilih untuk sendiri.

Setelah menyeruput es jeruk yang mulai mencair, Zeya memandang sekeliling kantin. Suasana agak sepi hari ini, hanya ada beberapa murid yang sedang makan, bisa dihitung dengan jari. Dengan malas, Zeya membuka ponselnya, menscroll beranda TikTok untuk mengusir kebosanan.

Jaziel, sepupunya itu tidak masuk sekolah hari ini karena menghadiri acara keluarga. Zeya tahu pasti itu acara dari pihak ayahnya. Kalau dari keluarga ibunya, sudah pasti Zeya juga akan ikut izin.

"Zey, gue duduk sini, ya?" Tiba-tiba suara Kinan memecah lamunannya. Zeya menoleh dan mendapati Kinan sudah menarik kursi di sebelahnya. Kinan membawa nampan berisi semangkuk bakso dan segelas lemon tea.

Echoes of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang