Boby sedang jatuh cinta.
Semuanya dimulai dari semester 1. Boby sedang mengerjakan tugas di kelas sendirian. Dia sengaja tidak langsung pulang setelah kelas bubar. Langit sudah mulai orange saat itu, dan Boby sudah mulai bosan.
Entah apa yang dipikirkannya saat itu, dia melepaskan earphonenya dan malah memutar lagu kuat-kuat di dalam kelas. Tugas di depannya pun diabaikan, Boby malah bernyanyi mengikuti lagunya.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kelasnya. Boby yang kaget menghentikan karaoke dadakannya.
Dia menghela napas lega. Dia kenal orang di pintu itu.
"Em, hai." Sapa orang itu.
"Hai juga. Naual kan?"
Naual mengangguk dan tersenyum lebar. Dia melangkah ke dalam kelas, dan duduk disebelah Boby.
"Kamu daritadi nggak pulang Bob?"
"Hm, aku lebih suka mengerjakan pekerjaanku di kampus. Kalau di rumah aku malah bermalas-malasan."
Boby kembali memandang Naual. Rambut anak ini setengah basah. "Kau sendiri?"
"Tadi ada ujian penerimaan anggota klub sepak bola." Naual tersenyum lebar, memamerkan giginya.
Oh?
Boby tanpa sadar memandangi Naual atas dan bawah. Bukannya berniat merendahkan, tapi fisik Naual ini tidak sesuai dengan gambaran laki-laki yang bermain bola. Lihat saja postur badannya yang kecil dan kurus. Belum lagi wajahnya yang bersih seperti orang korea.
Naual mengikuti arah pandangan Boby. Dia bingung beberapa detik, tapi akhirnya dia mengerti.
"Walaupun badanku begini, aku ini masuk tim reguler sewaktu SMA."
Okey, kali ini Boby kaget dan kagum disaat bersamaan, "Seriusan?"
"Mhm, aku suka tim 'Setan Merah'. Kau mengerti istilah itu kan?"
"Iya. Aku juga suka tim itu."
"Eh? Seriusan? Aku kira kau nggak kenal loh Bob."
"Gimana bisa aku nggak kenal?" Boby terkekeh kecil, "Aku juga dulu masuk tim sepak bola."
"Aku mengira kau anak band gitu loh. Soalnya suaramu bagus."
Okey, Boby jadinya agak malu, "Ya. Aku dulu nggak masuk tim reguler. Jadinya aku punya banyak waktu untuk bermain band juga."
Mata Naual berkilat kagum.
Boby, salah satu teman sekelasnya ini adalah orang yang tergolong mahasiswa luar biasa. Bagaimana tidak? Mereka masih semester 1, tetapi semua dosen yang masuk ke kelas mereka sudah mengenal Boby karena dia pintar. Tugas-tugasnya semua bernilai A. Belum lagi wajahnya yang menjadi salah satu pendorong kepopulerannya.
Naual berani bertaruh, tidak ada satu orang pun di fakultas mereka yang tidak mengenal Boby, si anak semester 1 jurusan Arsitektur.
Ternyata diluar otak jeniusnya, Boby juga aktif di kegiatan atletik dan musik. Talenta anak ini terlalu banyak untuk jadi manusia biasa.
Naual semakin penasaran dengan Boby. Dia semakin gencar bertanya mengenai hobi dan kegemaran Boby.
Boby tidak ingat kapan terakhir kali dia menikmati mengobrol selama ini dengan orang lain. Apalagi itu mengobrol mengenai dirinya sendiri.
Setelah jam menunjuk tepat pukul 6, Naual mengajaknya makan malam Bersama sebelum pulang. Boby mengikutinya dengan senang hati.
2 tahun lebih berlalu sejak pertama kali mereka mengobrol di kelas berduaan. Naual dan Boby sudah menjadi sahabat. Walaupun sibuk dengan kegiatan organisasi masing-masing, mereka bertemu setiap hari.
Naual berhasil menjadi ketua klub sepak bola di fakultasnya. Sedangkan Boby menjadi ketua Humas di himpunan fakultasnya.
Sebelumnya sudah banyak kakak tingkat yang menawarinya menjadi wakil ketua bahkan ketua himpunan. Tapi dia selalu menolak, dengan alasan dia tidak memiliki waktu yang cukup. Entah Boby sadar atau tidak, semenjak dia menjadi salah satu anggota himpunan fakultas, dia tetap menjadi salah satu anggota kepercayaan ketua fakultas dari tahun ke tahun.
Boby memilih memasuki organisasi karena 2 alasan. Pertama, dia bisa mendapatkan banyak informasi untuk menaikkan citra fakultasnya dengan mengajak setiap organisasi fakultas ikut banyak acara baik internal dan eksternal. Dalam artiannya, dia bisa membantu Naual untuk menaikkan eksistensi klub sepak bola nya.
Kedua, dia bisa bekerja dengan Naual untuk membuat perencaan untuk klub nya.
Bersembunyi dalam status sahabat itu sebenarnya membuat Boby gelisah. Dia ingin terus berada di sisi Naual. Tapi dia takut Naual akan menjauh bila Boby jujur padanya. Walaupun Naual tidak pernah protes mengenai kedekatan mereka saat ini.
Dia harus puas dengan keadaan mereka saat ini.
Tapi sejujurnya kesabaran Boby seperti sedang diuji.
Beberapa hari lalu ada satu anak yang entah kenapa selalu berusaha mendekati Naual. Boby mengenalnya, dia adalah Patra, seorang anak semester 2 yang baru saja bergabung dengan tim reguler. Entah apa masalahnya, anak itu terus saja ada disekitar Naual, mengganggu pemandangan saja.
"Kak Naual, hari ini imut banget deh." Dih buaya.
"Kak Naual, kakak ganti sepatu ya?" Itu gue yang beliin, diam aje lu.
"Rambut kak Naual kalo lagi basah seksi deh." Anjir.
Tim klub Naual juga sama sekali tidak membantu, malah ikut-ikutan menyoraki semangat untuk Patra. Padahal disini Boby terbakar cemburu. Naual memang nggak pernah menganggap godaan Patra serius, dia malah ikutan tertawa. Membuat mood Boby semakin jelek.
"Naual, masih lama?"
Naual menatap Boby bingung. Latihan memang sudah selesai, tapi dia masih harus merapikan peralatan klub dan mengecek loker sebelum bersiap-siap pulang. Boby sudah tau setiap rutinitasnya setiap hari. Kenapa tiba-tiba hari ini dia bertanya?
"Boby hari ini buru-buru? Kalau Boby sibuk, nggak papa pulang duluan loh."
Alis Boby malah semakin menuki ke bawah.
"Iya kak Bob. Aku bisa temani kak Naual pulang kok." Seriusan suara dari anak ini saja cukup membuat semua kesabaran Boby menguap habis.
Tangan Patra masih mengalung santai di pundak Naual. Untuk Naual itu mungkin bukan apa-apa. Tapi Boby mau memotong tangan itu putus. Berani sekali dia nempel-nempel di Naual. Seperti upil.
"Nggak. Cepat ganti bajumu. Kita pulang sekarang."
"Tapi masih banyak yang harus kubereskan Bob." Naual mengerutkan alisnya bingung. Dia tau sebentar lagi Boby akan mengambek. Tapi dia tidak bisa meninggalkan kewajibannya sebagai ketua klub.
"Kau punya banyak anggota. Suruh saja juniormu itu membereskan peralatan dan ruang klub. Mereka juga nggak sibuk kan."
Dengan itu Boby melangkah keluar dari lapangan, mungkin menuju parkiran. Naual berbalik dan membubarkan anggotanya setelah memberikan mandat untuk beres-beres. Nggak papalah sesekali menyuruh anggota tim untuk membereskan peralatan mereka.
Dia buru-buru ke ruang mandi di loker, mandi kilat, dan segera berlari menuju parkiran setelah memakai pakaiannya. Dia memindai cepat parkiran, mencari mobil Boby. Setelah mendapatkannya, dia membuka pintu disebelah pengemudi
Bukannya segera memakai sabuk pengaman, Naual malah melotot pada Boby.
"Kau kenapa?"
"Tidak apa-apa kok. Aku nggak paham apa maksudmu." Bohong. Kenyataannya Boby jelas-jelas menghindari mata Naual.
"Kalau kamu nggak ngomong, aku nggak akan ngerti Bob."
Naual menghela nafas Lelah. Dia meraih sabuk pengaman dan memasangnya. Perjalanan hanya diisi hening hingga mereka sampai ke rumah Naual.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boby dan Naual
FanfictionBoby, seorang mahasiswa tingkat 3, sedang jatuh cinta. Tapi dia jatuh cinta pada Naual, teman sekelasnya yang tidak peka itu. Cerita ini adalah hasil halu. Jangan dibawa ke pikiran, karena kemungkinan kebanyakan alur cerita ini nggak masuk akal.