Pagi ini terasa begitu lebih menyenangkan dari sebelumnya, keluarga Martin dihadiahi kabar menggembirakan dari sosok Ryan.
"Gamavin sudah boleh pulang."
Kalimat pertama yang menyambut kebahagiaan, datang setelah pemeriksaan rutin pada Gama.
Raut senang tak luntur dari wajah yang lebih tua. Markus senantiasa melakukan rutinitas pagi pada Gama dengan senyum merekah.
Bahkan sosok Ayah satu anak itu tengah melepaskan pakaian rawat Gama dengan raut bahagia.
"Senyum mulu, gajian pak?" goda Gama.
"Ayah cemberut aja gaji ngalir terus." balas Markus enteng. Pria itu dengan cakap menyiapkan handuk basah untuk membilas putranya.
"Cuci muka di kamar mandi aja Yah, gak seger kalo cuman di seka gitu." pinta Gama menahan lengan Markus.
Terhitung sudah beberapa minggu dirinya tak menyentuh air secara langsung. Seluruh kegiatan membersihkan diri dilakukan Markus hanya dengan membilas tubuhnya dengan handuk basah, sungguh tidak menyegarkan bagi Gama.
"Yasudah, Ayah gendong aja ya biar kamu gak perlu jalan? belum sarapan, Ayah takut kamu gak kuat"
"Idih, bilang aja emang mau gendong."
Markus tak mengindahkan ucapan sang Putra. Toh memang benar, Ia ingin sekali membawa putranya pada gendongan, berasa punya anak kecil Hahahaha.
Langkah Markus berjalan kearah kamar mandi ruangan, dengan Gama yang berada pada posisi koala. Anak itu dengan nyaman memeluk leher sang Ayah.
Kondisi kaki Gama memang terlihat tak apa-apa, tapi lain dengan yang merasakan. Gama masih tetap kesulitan dalam menggerakkan kakinya, bahkan terapi yang Ia jalani berkembang secara perlahan.
"Duduk dulu ya? kasih tau Ayah kalau ngerasa udah gak kuat." Gama mengangguk cepat.
Markus mendudukkan Gama pada permukaan wastafel dengan menghadap kearahnya. Ia akan mulai membasuh wajah putranya dengan air dibelakang Gama.
Beberapa menit dilakukan. Hingga Markus kini mulai membersihkan wajah putranya dengan salah satu handuk kering disana.
"Nah sudah, sip! seger gak?" Gama mengangguk senang, bahkan rambut lepek karena cipratan air anak itu ikut bergoyang.
Gamavin merentangkan tangan, meminta sang Ayah untuk kembali menggendongnya.
Hap
Cup! cup! cup!
Beberapa kecupan diberikan Markus pada Gama. Mulai dari kedua pipi hingga kening Gama tak luput menjadi sasaran.
Gamavin tersemu malu, memalingkan muka menoleh pada cermin disisinya. Raut merah itu seketika berganti dengan pias datar pada wajahnya.
Pandangannya menyendu. Merasa asing melihat sosok yang sayangnya ialah dirinya. Wajahnya berbeda—
—Terlihat kurus bak orang mati.
Markus melihat. Bagaimana raut senang itu berganti datar setelah Putranya melihat kondisi wajahnya.
Inilah yang membuat Markus tak mau Gama bercermin. Kondisi tubuhnya yang berbeda dengan terakhir kali Gama mengaca, pasti akan membuat anak itu sedih.
"Hey, lihat Ayah." Markus menangkup pipi Gama, meminta sang Putra untuk menoleh kearahnya.
"Ay-yahhh"
"Sayang...Gama kan sedang sakit, jadi wajar badan Gama berbeda. Ini hal biasa yang terjadi saat orang sakit— pola makannya yang tidak sebaik orang sehat kebanyakan, dan nutrisi yang masuk tak seperti biasanya." ujar Markus mengelus surai Gama dengan satu tangan, tangan satunya tengah menahan berat tubuh Putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamavin and The Martin [END]
Teen FictionKeseharian yang mengalir bagaikan arus sungai, tiba-tiba saja terusik dengan kabar bahwa dirinya akan diadopsi oleh seorang DUDA KAYA RAYA. Keseharian yang seharusnya berjalan tanpa arah harus berubah dalam arahan seseorang, bahkan aturan sebuah kel...