Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kembali lagi dengan xyzharyatih di sini!
Di hitung-hitung udah lama juga ya cerita saya nganggur, maafkan saya telah mengghosting kalian selama beberapa tahun ;-;
So, i bring the latest new to all of u, Loyry! Saya menulis cerita ini karena terinspirasi dari kisah nyata seseorang.
Di cerita manapun, saya bakal manggil kalian dengan sebutan "Loyry" (Lover of my story).
Walaupun saya gatau kalian bakal jatuh cinta atau ngga sama cerita saya. Tapi, sebutan itu keren aja bagi saya.
Okei, demi kesejahteraan bersama, panggil saya "Terry" (Writer Story), bukan Jerry ya wkwk. Sebenernya si Story Writer, tapi saya ga bisa nemuin singkatannya.
Segitu dulu dari Terry, i hope all Loyry like my story. Happy reading yay ^^
_____
"Sedamai dhuha saat bersamamu, sehening isya ketika tak membersamaimu."
- Dark Light -
_____
Bangunan mungil berwarna putih berada jauh di depan seorang gadis. Bulan sabit dan bintang yang berdampingan menghiasi bagian atas atapnya. Pertanda bahwa tempat tersebut adalah duplikasi masjid dalam bentuk yang lebih sederhana.
"Dhuha, laksanakan sholat ashar dengan segera. Allah telah memanggilmu untuk menghadap-Nya."
Bisikan itu terdengar jelas di telinganya. Siapa yang mengatakannya? Ditolehnya ke kanan dan kiri, tapi tidak ada siapapun.
Dhuha hendak pergi kesana, tapi eh apa ini?!
"Hahaha. Kenapa engga pergi sholat, Dhuha? Engga bisa ya?"
Tubuh Dhuha tak bisa digerakkan sama sekali. Bahkan untuk sekedar memainkan jari pun terasa sulit. Dhuha mencoba mengeluarkan suara. Namun, tak ada hasilnya. Semakin dia berusaha, oksigen di sekitarnya semakin menipis. Rasanya sesak. Dhuha tak kuat lagi.
"Hasbunallah wani'mal wakil. Ni'mal maula wani'man nasir."
Tunggu! Dhuha mendengar suara orang lain. Tiba-tiba saja, lengan gamisnya sudah ditarik keluar dari dimensi transparan tadi. Nafas Dhuha naik turun, sedang tidak stabil. Dia terduduk di lantai depan laboratorium jurusan.
"Istigfar. Terus, ucapin hamdalah."
Dhuha tertegun. Ada sesuatu yang mengelus hijabnya dengan lembut. Dia mendongak, menemukan mawar putih di atas kepalanya dan seorang laki-laki.
"Astaghfirullah hallazim. Alhamdulillah, ya Allah," ucap Dhuha ketika sadar dengan kalimat yang dikatakan laki-laki itu.
Dhuha menyipitkan matanya. Berusaha melihat wajah laki-laki yang menolongnya tadi. Namun, yang dilihat Dhuha hanyalah cahaya benderang.
"Hahaha. Jangan ngeliatin aku kayak gitu."
Aduh, memalukan! Dhuha terkejut mendengar kalimat yang dilontarkan laki-laki itu. Dia terlihat bersinar, terlebih lagi mengenakan pakaian putih. Sudah seperti penghuni surga saja.
"Terima kasih udah bantuin saya," ucap Dhuha dengan pelan.
Laki-laki itu tersenyum di balik cahaya wajahnya. Suara perempuan di depannya ini sungguh lembut.
"Terima kasihnya ke Allah. Aku cuma perantara dari-Nya."
Dhuha terdiam, kemudian berdiri. Sesaat, dia tersenyum ketika melihat gamis hitamnya berpadu dengan pakaian putih laki-laki itu. Mereka melangkah bersama.
"Kenapa sendirian kalau mau ke mushola?"
Lagi, suara milik laki-laki itu menghiasi frekuensi di pendengaran Dhuha.
"Temen deket saya lagi udzhur. Makanya, saya sendiri."
"Oh gitu. Hmm, tempat tadi ngga boleh dilewati kalau lagi sendirian. Kamu harus bawa temen."
"Terima kasih. Maaf ngerepotin kamu."
"Terima kasih kembali, Nona Muslimah. Kalau gitu, mari ke mushola. Udah masuk waktu ashar."
Lengkung senyuman terbit di mulut Dhuha ketika mendapati panggilan Nona Muslimah. Dia menundukkan kepala, melihat ke bawah untuk menyembunyikan senyumnya. Laki-laki yang tak diketahui namanya itu, melihat Dhuha dengan tatapan teduh.
Sekarang mereka terpisah untuk beberapa menit. Masing-masing mengambil wudhu dan menunaikan sholat ashar.
Waktu telah berlalu lima belas menit. Dhuha membuka pintu belakang mushola, hendak keluar. Tapi, dia menunggu terlebih dahulu. Apakah laki-laki yang tadi belum selesai sholat? Rasa penasaran menyelimuti raga Dhuha. Dia masuk kembali, mengintai dari balik tirai yang membatasi shaf perempuan dan laki-laki.
"Eh? Kok?"
Dhuha terkejut melihat shaf laki-laki yang kosong. Tak ada seorang pun di sana. Dhuha segera berlari, menelusuri bagian luar mushola. Tidak ada siapapun kecuali dirinya. Bahkan, sandal laki-laki tadi tidak ada.
Dhuha menoleh ke kanan-kiri, berharap menemukan laki-laki yang penuh cahaya tadi. Dia belum sempat menanyakan nama laki-laki tersebut. Padahal, Dhuha ingin mengenang kebaikannya.
"Ayo, Dhuha! Cari sekali lagi!" ucap Dhuha menyemangati dirinya agar tak menyerah.
Tidak ada. Laki-laki itu entah kemana. Tapi, Dhuha menemukan sesuatu. Kotak kecil berwarna putih. Setelah diingat-ingat dengan baik, semua yang berada di sini serba putih. Hanya dirinya yang mengenakan gamis hitam, seakan melambangkan kedukaan.
Dhuha membuka kotak tersebut. Ada tasbih berwarna putih dan selembar surat. Dengan pelan, dia membaca isi surat tersebut.
Assalamu'alaikum.
Siapapun yang menemukan barang ini, itu artinya memang ditujukan untukmu. Simpanlah dengan baik tasbih ini. Dengannya, kamu dapat mengingat Allah di setiap waktu. Dimanapun kamu berada, di waktu kapanpun itu, hanya Allah sebaik-baiknya penolong. Maaf, aku pergi dulu. Langkah kita tak bisa berada di satu jalur yang sama lagi. Aku tak bisa melindungimu lebih lama, meski hanya di sini. Maaf dariku untukmu. Tetaplah jadi orang baik seperti aura wajahmu yang bersinar.
Wassalamu'alaikum.
Isya, orang yang tadi membersamai langkahmu.
Bulir sebening kristal jatuh dari netra Dhuha. Air mata yang tak terbendung, menghiasi lunturnya tulisan surat tadi. Dhuha bingung dengan dirinya sendiri. Rasa sedih memenuhi ruang hampa di hatinya. Perasaan apa ini? Dhuha tak mengerti. Seseorang dengan nama Isya itu, akan menjadi bagian dari separuh ingatannya.
Perlahan, dimensi putih ini dikelilingi cahaya yang begitu terang. Sangat bersinar sampai akhirnya gadis itu terbangun dari alam mimpi. Ternyata, dia tertidur di atas sajadah. Air matanya masih tersisa sedikit layaknya embun hujan. Tasbih putih yang tadi berada di mimpi, berada di genggamannya. Pemilik mukena putih itu tersenyum miris.
"Masih umur segini, malah dikasih hilal jodoh. Sad ending lagi."
_____
To be continue.
Fyi, Hasbunallah wani'mal wakil. Ni'mal maula wani'man nasir artinya adalah "Cukuplah bagi kami Allah, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami."
Waduh, mimpi milik siapakah itu, siapa yang bisa tebak hayo 😱
Don't forget give a star for darklight story, if u tidak keberatan boleh juga meninggalkan komentar ^^
See u in the next chapter n thank u, Loyry!
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
- Terry
YOU ARE READING
Dark Light
Teen Fiction"Kehidupan hanyalah titipan yang akan sirna." - Dark Light "Jangan redupkan gemerlap sinarmu hanya untuk gulita yang menyertaiku." - Arfan, Dark Light "Bersamamu adalah definisi lain dari ketidakmungkinan yang abadi." - Calla, Dark Light __________ ...