20. Silih Berganti Salah Arti

295 102 130
                                    

🍂 Dria

Baru keluar dari mobilku, aku langsung tersenyum sambil meraih ponsel pintarku.

Mengetik beberapa pesan untuk wanita paling cantik yang akan terus jadi kecintaanku.

To : Cintaku ❤️

Mamaaa

Dria udah sampai di apartemen

Mau ambil baju dulu, sama beberes sebentar

Kalau udah selesai semua, Dria pasti langsung ke rumah Kak Jo lagi

Jadi, Mama langsung istirahat, yaaa

Jangan tunggu Dria

Takut kemalaman

Love you, Ma ❤️

Rasanya, aku baru saja selesai mengirimkan pesan sekaligus izin pada Mama.

Tapi layar ponselku kini sudah langsung menyala, karena ada panggilan telepon dari si gadis cerdas yang sepertinya sedang sangat menikmati waktu liburannya.

Adik kecil yang selama beberapa waktu ini sering sekali berbagi keluh kesah tentang usaha melupakan gagalnya perjalanan cinta.

Gemas sekali.

Seperti melihat sosok diriku tapi dalam wujud yang berbeda jenisnya.

Jadi dengan senyum bahagia, panggilan telepon sudah langsung kuterima.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Selamat wisuda yang kesekian kalinya, Kakak Ganteng!"

Panggilan ini, memang selalu terdengar manis sekali.

Sebab bukan semata karena bentuk pujiannya saja yang jadi membuatku menggemakan tawa. Tapi karena rasa kasih yang sungguhan bisa langsung terasa.

"Makasih, Adek."

"Kembali kasih juga. Dengan sangat senang hati, Kakak!"

"Happy banget suaranya."

"Iya dong."

"Liburan di Thailand, asik banget, ya?"

"Banget! Di sini, aku puas banget jalan-jalan. Kulinernya juga banyak. Buat hiburan, lumayan. Terus, Kak Dria tahu?"

Aku jelas langsung paham bahwa cerita menyenangkan ini bisa jadi panjang sekali alurnya.

Jadi masih mempertahankan sunggingan senyum yang kupunya, kini aku jadi bersandar di sisi mobilku supaya semua isi cerita dalam panggilan telepon ini bisa kudengarkan dengan seksama.

Jangan sampai ada detail yang terlewat.

Karena aku benar-benar sedang tak ingin membuat seorang gadis jadi marah.

"Apa, Dek?"

"Di Bangkok, aku cuma sekali naik taksi. Sama beberapa kali naik bus."

"Terus, sisanya?"

"Lebih sering naik Tuk-Tuk!"

Gelak tawaku kembali terdengar.

Sebab panggilan suara yang kuterima sekarang sungguhan sangat menggemaskan.

"Kenapa jadi sering naik Tuk-Tuk?"

Cinta Dua NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang