Erwin benar-benar lelah, hingga dia begitu terlelap dalam tidurnya. Siapa sangka, malam itu Erwin bermimpi hal yang biasa dimimpikan seorang cowok.
Namun, deru napas seseorang membuat mimpinya terganggu. Dia segera membuka mata. Langsung panik ketika melihat wajah Thalita yang cukup dekat dengannya.
"Ngapain lo?" Erwin terbangun dan menjauhkan Thalita darinya. Seketika wajah gadis itu berubah tegang.
"Apa?" Thalita gugup.
"Lo ngapain deket-deket gue?" ulang Erwin.
"Enggak! I-itu, tadi ada ta*i cicak di hidung lo," jawab Thalita bohong.
Erwin langsung mengecek hidungnya. Tentu saja tak percaya.
"Lo ganggu mimpi gue!" Erwin kesal, dan segera rebahan dengan membelakangi Thalita.
"Emang lo mimpi apa?" kepo Thalita.
"Bukan apa-apa," bohong Erwin. Tak mungkin dia memberitahu Thalita mengenai mimpi ba*sahnya.
Dia meringkuk sembari menahan sesuatu yang mengganjal dalam tubuhnya. Sementara Thalita menepuk-nepuk pundak Erwin, dia terus bertanya saking keponya.
"Erwin! Jawab napa!"
Erwin berdecak kesal. Dia segera bangun dan mendorong Thalita untuk rebahan. Erwin berada di atasnya dengan kedua siku menjadi tumpuan.
Thalita menelan saliva dengan susah payah. Rasa gugupnya menggebu-gebu melihat wajah Erwin sedekat ini.
"Mau tahu mimpi gue, kan?" tanya Erwin serius.
Jantung Thalita tidak aman mendengar pertanyaan Erwin barusan. Dia segera paham maksud cowok itu.
Erwin mendekatkan wajahnya perlahan, hingga deru napas mereka saling beradu. Tiba-tiba Thalita mendorong dada Erwin hingga terjatuh ke sisi lain ranjang.
"Huekk!" Thalita turun dari kasur dan berlari menuju kamar mandi. Dia mual lagi.
Erwin menghela napas berat, mendengarkan saja suara mual Thalita dari kamar mandi.
"Erwin! Ambilin minyak kayu putih!" teriak Thalita di sela mualnya.
Erwin segera bangun dan datang dengan membawa barang yang diminta.
"Nih!" Erwin menyodorkan benda kecil itu dari ambang pintu.
Thalita menerimanya dan segera ia hirup. Beberapa kali dia masih mual, namun tidak bisa muntah. Padahal makanan dalam perutnya sudah naik hampir ke tenggorokan. Thalita perlu bantuan.
"Win, pijitin punggung gue!" pintanya.
"Hah?" Erwin terkejut.
"Buruan!"
Erwin ragu untuk melangkah masuk. Ini pertama kalinya dia berada dalam kamar mandi bersama seorang perempuan.
Tangannya gemetar ketika hendak menyentuh punggung bagian atas Thalita.
"Erwin! Buruan!" desak Thalita.
Erwin langsung menurutinya, memijatnya dengan penuh penekanan. "Gini?"
"Aw! Pelan-pelan! Sakit," tegur Thalita.
Akhirnya, Thalita berhasil mengeluarkan cairan bercampur bekas kunyahan bubur yang dia makan tadi sore. Rasanya lega sekali.
Thalita ambruk bersandar di kaki Erwin yang berada di belakangnya. Tubuhnya terasa lemas. Dia memandang kosong ke depan dengan sendu.
"Gini amat ya rasanya hamil? Nyium bau nggak enak dikit langsung mual," gumam Thalita.
Erwin mengernyit, dia bertanya, "Lo nyium bau apa emang?"
"Bau badan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA ERWIN
Teen Fiction[UPDATE SESUAI TARGET!] . "Kakak gue yang bikin lo bunting, kenapa gue yang harus nikahin?" - Erwin. ***** Hidup seorang ketua genk motor yang diidolakan banyak gadis, tak semulus kelihatannya. Sifat dingin dan cuek Erwin bukan tanpa alasan, ada ban...