"The ace is in sight, no that's not what I wanted. Get ready!"
***
Naomi membulatkan matanya, tangannya bergetar mengambil sepotong kertas dari laci meja kerja papa-nya. Sepulang sekolah dia menyelip masuk ke ruang kerja milik papa-nya yang ada di rumah.
Jayden Aksara Eloise
Tiga kata yang tertulis di sana membuat dunia Naomi seakan berputar hebat. Dadanya seakan ditikam oleh ribuan pisau.
"Asal lo tahu, karena tahu kelahiran gue—Kirana mati!" Kata-kata itu terus berputar diingatannya.
Damn!
Dirinya serasa dipermain-mainkan, dia segera meninggalkan ruang kerja tersebut tidak lupa membawa secarik kerta yang dia temukan.
Saat menutup pintu ruang kerja, Naomi terkejut mendapati Nathali tengah mengendong Delvan di hadapannya.
"Nat—bunda," ujarnya terkejut. Nathali yang mendengar itu juga terkejut, selama dia menjadi ibu gadis itu, dia tidak pernah dipanggil dengan sebutan bunda oleh Naomi.
"Kakak," sapa Delvan tersenyum lebar. Naomi menatap pria kecil itu, dia ikut tersenyum.
"Ngapain kamu di ruang kerja papa, kamu?" tanya Nathali dengan tatapan menyelidik.
Naomi mengalihkan tatapannya, enggan menatap wanita tersebut. "Aku cuman mengambil barang ku yang tertinggal," ujarnya memperlihatkan gantungan kunci yang sangat lucu.
"Makanlah segera," suruh Nathali membuat Naomi mengangguk, dan beranjak meninggalkan ibu dan anak itu.
Delvan melambaikan tangannya membuat Naomi berdecak gemes. Dia mengusap kepala pria kecil itu sebelum bener-bener meninggalkan mereka berdua.
Setelah dia menyelesaikan segala urusannya di lantai bawah. Naomi masuk ke kamar Isha. Pria itu tengah bergelumun di bawah selimut tebal. Dia melangkah dan duduk di bangku belajar pria tersebut—menatap sederet buku yang berjajar rapi di atas meja itu.
Matanya menangkap objek yang sangat asing baginya. Dia mengambil buku tersebut dan membukanya. Sederet kalimat menjadi sebuah paragraf membuatnya terdiam sesaat—Naomi menatap Isha yang masih terlelap di alam bawah sadarnya. Namun, saat dia membuka halaman selanjutnya, halaman tersebut belum ada jejak tintannya.
Naomi segera meletakkan buku tersebut ke tempatnya kembali. Dia tersenyum kecut—memandangi foto yang tergantung di dinding kamar pria itu.
Ucapan Aksa siang tadi masih terngiang oleh pikirannya.
"Omi," panggil Isha dengan suara serak bangun tidur. Gadis itu langsung menatap ke arah Isha. Naomi jadi bertanya-tanya, apakah Isha tahu mengenai Aksa juga saudara mereka? Memikirkan itu membuat Naomi sakit kepala.
"Ngapain kamu di kamar Abang?" tanyanya bersandar pada kepala ranjang.
"Nggak ada," saut gadis itu cuek. Dia memutar kembali kursinya membelakangi Isha. Pria itu cuman menatap adiknya datar—bangkit menuju kamar mandi. Percikan air terdengar dari arah kamar mandi, Naomi cuman menoleh sebentar—dia memilih meninggalkan kamar itu dan kembali ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread of Life
Roman pour Adolescents"One, but half. Intact, but fragile" Ini bukan tentang apa yang datang, bukan juga tentang apa yang pergi. Ini bagaimana bertahan, dalam hiruk-pikuk yang membuatmu bodoh dalam cerita orang lain. "Can I survive in fear and loneliness?" Sebuah omong...