Hujan tidak pernah gagal untuk membolak-balikan hati seseorang. Entah berubah jadi bahagia, tenang, ataupun murung. Dibulan kedelapan di tahun akhir perjalanan menengah pertamanya hujan berhasil membuat jadi berbeda. Hujan turun deras memberi ruang lega di tengah panasnya cuaca tiga bulan ke belakang.
Di bawah atap halte tempatnya biasa menunggu angkutan umum, seorang remaja berseragam batik corak biru—dengan rok biru sekolah selutut—duduk menengah menghindari rintik hujan yang tiba-tiba datang. Helaan nafas keluar dari mulut Nilam. Hari sudah dipenghujung sore ditambah hujan ini.
Sampai sebuah gemericik air menatap ban menyapa indra pendengarnya. Dua orang pemuda bergerak cepat turun dari motor untuk meneduh di halte, meninggalkan sepeda motornya di bawah guyuran hujan yang semakin deras. Tawa kedua pemuda itu masih jelas walau bersaingan dengan suara air menatap atap.
Lihatlah seragam batik yang serupa dengan Nilam sudah hampir setengahnya basah. Celana hitam—yang seharusnya biru—jadi lebih gelap dari sebelumnya. Semua pergerakan mereka tidak lepas dari netra Nilam, tentu anak itu mengenalnya. Padahal baru beberapa saat sejak naik ke menengah atas membuat keduanya sudah tampak berbeda. Tentu masih mengenakan batik khas SMP Manggala, hanya saja memilih dipadu padankan celana hitam. Salah satu dari mereka membiarkan kancing dalam keadaan terbuka memperlihatkan kaos polos hitam dibaliknya sedangkan lainnya masih menampakkan seperti anak sekolah menengah pertama seharusnya, membuatnya tampak menggemaskan.
Nilam tahu kedua wajah itu. Kak Nanda dan Kak Mahesa, alumni yang diundang OSIS hari ini dalam acara re-or. Selain melibatkan kepengurusan sebelumnya OSIS juga melibatkan kepengurusan setahun sebelumnya untuk melakukan pengoreksian.
Nanda dan Mahesa duduk berjarak dua bangku dari Nilam. Baik Nanda atau Mahesa memilih bungkam sekarang.
"Eh? Anggota Osis?" tanya Nanda. Mungkin tidak tahan dengan keheningan di sana.
"Eh iya, Kak."
"Nunggu jemputan apa gimana?" Nanda bertanya. Nilam mengangguk sebagai jawabannya. "Udah sore banget ini. Anak-anak juga pada masih di dalem. Kenapa gak gabung aja?"
"Buru-buru kak. Nanti ada acara keluarga," jawab Nilam ramah.
Nanda mengangguk-anggukan kepala. "Gak takut mau maghrib di luar sendiri?"
Nilam menggeleng. Sudah biasa dia seperti ini. Sering menunggu sendiri Nilam jadi terbiasa. Tidak ada hal-hal aneh yang menakutkan. "Udah biasa. Oh iya, kakak SMA mana?"
"Ini di SMANDA."
"Kenapa gak di Smansa nya Kak?" tanya Nilam. Kebanyakan orang akan berbondong-bondong ke Smansa yang terkenal dengan tempat berkumpulnya para murid berprestasi.
"Gue sih awalnya mau ke sana tapi setelah dipikir-pikir kayanya lebih cocok di smanda. Kemampuan gue unggul di non-akademik sih. Kalo di paksa di smasa takut gak se passion lagi."
"Halah Pencitraan," cibir Mahesa. Nanda dan Nilam langsung menatap Mahesa. "Dia itu di smanda ngikut gue."
"Heh itu tu yang menjadi pendorong gue ikut lo," bela Nanda.
"Nah, lo kalo mau pilih sekolah jangan ikut temen ya. Nanti senasib sama ni anak lagi."
Nilam tersenyum melihat pertengkaran mereka. Ada-ada saja tingkah anak SMA di sampingnya ini. Membahas SMA, Nilam sendiri tidak menyangka sedikit lagi mendekati kenaikan semester genap yang artinya dia akan fokus ke ujian, ujian, dan ujian. Masa menengah pertama akan segera selesai. Tentu dia excited.
"Kak, tadi adek kelas ada yang minta draft laporan akhir," kata Nilam teringat adek kelas kepengurusan tadi.
"Memang di angkatan lo gak ada?"
Jujur, Nilam tidak terlalu paham. Nilam hanya bidang acara jadi perencanaan acara itu ditangan timnya tapi lainnya tidak tahu. "Kalo kata ketuanya sih gak ada."
Nanda tampak berbicara dengan Mahesa, mungkin meminta siapa yang mengirim. Nanda kemudia mengoper ponsel Mahesa ke Nilam. "Nomer lo."
Nilam menerima lalu menulis nomor miliknya. Ponsel merc keluaran Korea Selatan itu kembali lagi ke sang pemilik. Ponsel itu memiliki aroma yang melekat pada case-nya.
"Nanti gue kirimin."
°°°°°
Hey aku bawa cerita baru semoga suka^^
Agak takut setelah sekian lama tapi yaudahlah ya😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Atap Merah Delima
Teen FictionDi bawah atap merah delima, cinta, benci, dan kasih sayang bisa terbentuk. Cinta bisa semakin tumbuh. Benci bisa lebih membara. Tapi yang pasti kasih sayang selalu ada diantara mereka.