Pikiran Hansel berkecamuk mengingat kejadian fantasi yang masuk ke dalam hidupnya. Di dunia asing ini perubahan nasibnya begitu drastis. Ia tidak lagi menjadi miskin justru menjadi anak orang kaya.
Seharian ia telah berpikir, bahkan sampai malam menjelang pagi. Ia tidak bisa tertidur memikirkan masalah ini. Ia tidak pernah meminta untuk dihidupkan kembali jika tetap merasakan perlakuan yang sama dari keluarganya.
Tok! Tok! Tok!
Hansel terkejut dengan menatap ke arah pintu. Ia menghela napas, kali ini apa lagi yang akan dia dapatkan. Tidak di dunia asalnya dengan dunia parallel nasib dalam keluarganya selalu saja buruk.
"Hansel ini abang."
Ia mengerutkan keningnya. Ia kira yang mengetuk pintu itu ibunya ternyata lelaki itu. Ia masih tidak terbiasa menyebut lelaki itu sebagai abangnya karena selama ini dirinya yang menjadi anak sulung.
Hansel beranjak dari kasur dengan malas. Ia membuka pintu dengan menatap malas abangnya itu. Ia bisa melihat tatapan bingung dari abangnya. Namun, yang lebih aneh lelaki itu menatapnya dari atas sampai ke bawah.
"Hansel ... abang tau kamu itu males kuliah, tapi setidaknya jangan bolos mulu. Kasian ayah udah kerja keras buat ngasih pendidikan terbaik buat kamu. Paling nggak kamu kasian sama abang yang juga kerja keras buat masa depan kamu."
Hansel menatap ke arah lelaki itu dengan heran. Lelaki berumur 25 tahun itu terlihat cerewet berbeda dari pertemuan pertama mereka. Tatapan dingin itu entah mencair karena panasnya matahari.
Aditya Arya Nugroho sosok kakak sulungnya di dunia ini. Sosok yang terlihat dingin awalnya tidak seburuk itu. Sikapnya yang cerewet membuktikan pria itu mengkhawatirkan dirinya. Pria itu mempunyai wajah yang tampan, bahkan hampir mirip dengannya. Akan tetapi, yang membedakan tatapan tajam lelaki itu jika sedang serius.
"Hmm, ngantuk gue, Bang. Nggak bisa tidur," desisnya mencoba mengelak daripada membincangkan permasalahan kuliah.
"Siapa suruh nggak tidur?" ungkap Arya dengan menggelengkan kepalanya. "Coba kamu liat sekarang udah jam berapa."
Hansel melirik ke arah jam yang berada di atas nakas. Ia berdecak kesal dengan menatap malas kakaknya itu. Sekarang masih pukul enam pagi dan sebenarnya cukup lama untuk dirinya beristirahat.
"Udah pukul 6, kan?" tanyanya sambil memberi perintah, "Kenapa kamu nggak siap-siap buat kuliah?"
Hansel menatap kakaknya dengan memelas. Ini masih pagi sekali dan dirinya diminta untuk bersiap-siap menuju kampus. Kakaknya sepertinya sangat ingin dirinya menjadi penghuni kampus.
Namun, tanpa menjawab pertanyaan kakaknya. Ia berjalan dengan malas yang menurut Arya akan menuju kamar mandi. Akan tetapi, justru adiknya itu melemparkan tubuhnya di atas kasur. Arya yang melihat hanya bisa memijat keningnya. Setiap dibangunkan untuk kuliah selalu saja begini.
Arya berjalan cepat menuju kasur adik kesayangannya itu. Ia menarik selimut Hansel dengan sekali tarik. Ia tidak peduli adiknya akan memukul wajahnya lagi dan lagi. Setidaknya dengan ini masa depan adiknya akan terjamin.
"Bangun! Kamu kan ada kuliah pukul 7 pagi!" seru Arya yang berusaha membangunkan adiknya dengan nada serius.
Hansel yang mendengar tidak lagi melawan. Ia justru berlari kencang menuju kamar mandi. Dimana menyisakan Arya yang menatapnya bingung dengan menggelengkan kepalanya.
"Anak itu," gumam Arya yang selalu dibuat heran oleh adiknya.
###
Hansel berlari menuju ruangan kelasnya. Ia mengelap keringat yang mulai menetes. Ia berdecak kesal karena lingkungan kampus begitu luas. Rasanya ia terus saja mengelilingi tempat yang sama.
Ia menatap ponsel, dimana telah menunjukkan pukul 07.05 pagi. Ia merasa dibuat kesal karena lima menit lagi dosen akan masuk. Namun, ia bersyukur setidaknya lelaki itu memberitahu ruangan kelasnya.
Hansel berhenti berlari waktu berada di depan ruangan. Ia menghirup udara berkali-kali agar menjadi lebih tenang. Ia sudah panik berkali-kali setiap bertanya kepada orang-orang lokasi fakultas dirinya.
Tangannya mengetuk pintu dengan menahan napas. Dalam seumur hidup baru kali ini dirinya telah masuk kelas. Saat selesai mengetuk pintu tidak ada balasan sedikitpun. Namun, sepertinya ia telah menyadari kesalahannya.
Hansel telah mengganggu konsentrasi dosen waktu mengajar. Ia meringis kecil karena menyadari kebodohan dirinya. Dimana dosen sangat tidak menyukai namanya terlambat ditambah mengangguk perkuliahan dengan cara mengetuk pintu. Jika ingin masuk kelas bisa saja langsung masuk dan duduk.
Akhirnya Hansel masuk dengan perlahan. Mata melirik isi kelas dengan menghela napas. Ternyata dosennya masih belum masuk kelas. Setidaknya ia bisa menghirup udara bebas sebelum kelas dimulai. Berbeda dengan tatapan teman sekelasnya yang terlihat memelas.
"Anjir, tuh anak keknya makin jadi aja!"
"Hust, jangan keras-keras! Nanti kalo dia denger gimana?! Nanti kita yang kena masalah."
Hansel yang mendengar hanya menatap heran saja. Ia menduga teman sekelasnya cukup membenci dirinya. Dirinya tidak di dunia dulu, bahkan sekarang di dunia parallel orang-orang masih membenci dirinya. Namun, ia tidak terlalu memperdulikannya. Setidaknya dengan nasibnya yang sedikit berubah, orang-orang tidak akan pernah berani menyentuh tubuhnya.
Saat ingin mencari tempat duduk. Ia bagaikan tersambar oleh petir. Ia melihat sosok yang tidak disangka akan kembali bertemu di dunia ini. Sosok dengan senyuman licik itu menatap dirinya. Ia mengepalkan tangan, seketika ingatan masa lalu mengenai perbuatan lelaki itu terlihat jelas dipikirannya.
"Hi, Hansel!"
Suara itu! Suara orang yang mengintimidasi dirinya selama lima tahun terakhir. Suara itu membuatnya menjadi marah, bahkan sangat marah besar. Orang itu setelah melakukan kejahatan besar. Mengapa orang itu masih bisa hidup dengan santai? Mengapa orang itu bisa hidup dengan nyaman? Orang itu hidup aman di dunia dulu maupun dunianya sekarang.
Rasanya sangat tidak adil melihat perlakuan lelaki itu kepadanya dulu. Jika dulu ia tidak bisa melawan geng lelaki itu, tetapi sekarang nasibnya cukup berbeda. Di dunia ini ia bisa mencengkeram kekuasaan pada dirinya. Ia tidak perlu lagi tunduk kepada orang-orang itu.
"Oh, halo Harlan!" sapa Hansel dengan menekankan nama lelaki itu sebagai tanda rasa tidak sukanya.
Harlan Prince Leonardo, pria dengan senyuman licik. Pria itu merupakan sosok yang berkuasa di dalam kampusnya. Tidak ada yang berani melawan lelaki itu walaupun selalu melakukan kesalahan. Kekuasaan lelaki itu selalu menjadi tameng baginya juga temannya.
Namun, rasa terkejut lelaki itu pada hari ini membuatnya cukup heran. Seumur hidup ia tidak pernah melihat ekspresi terkejut lelaki itu. Biasanya lelaki itu selalu menunjukkan senyuman angkuh kepada dirinya.
"Oh, gue baru tau lo bisa ngomong," ejek Harlan lalu tertawa bersama teman-temannya.
Hansel justru tertawa kecil. Sekarang kesempatan dirinya untuk membalas dendam. Dunia ini membuatnya bisa melakukan apapun yang membuat lelaki itu menderita.
"Lalu gue baru tau lo banyak ngomong kek bencong," ungkapnya dengan mengangkat bahunya.
Ternyata perkataannya membuat lelaki itu tersulut emosi. Lelaki itu seketika mencengkeram kerah bajunya. Ia menepis tangan lelaki itu, lalu mengibas kerah bajunya dengan menatap jijik lelaki itu.
"Mau main-main ternyata," desis Harlan dengan menatap tajam Hansel.
Bugh!
Bugh! Bugh!
"Harlan! Hansel! Apa-apaan ini?!"
***
Jangan lupa vote dan komen :v
Baru aja ketemu udah brutal banget🫠
Double up😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Paralel
CasualeDi sebuah tempat yang penuh ketidakadilan. Hansel Bima Nugroho merupakan sosok pion yang tidak berdaya. Hansel terjebak dalam sebuah labirin kekejaman yang didominasi oleh Harlan Prince Leonardo, sosok yang kuat layaknya Enigma dari kalangan atas. N...