1. Lantah

2 1 0
                                    

Langit mengelabu sebelum jatuh menggelap, suara sahutan teriakan bagai gema kaset rusak. Ia mana tahu akan hadir di keluarga yang seperti apa, ia mana ingin dilahirkan diantara dua insan yang menolak bersatu. Ia hanya sebuah titipan, sebuah kepercayaan yang diberikan Tuhan. Entah tawaran apa yang membuat Jovan mengiyakan saat ditanya malaikat dulu apakah ia mau hidup kedunia fana ini.

Kepingan vas bunga bersemarak dilantai kayu, berhamburan tak tentu arah. Kursi mahal tergeser pontang-panting, bahkan meja bundar terjatuh dari posisi asalnya. Rumahnya hancur lebur, atau mungkin dari awal bangunan ini tidak layak disebut tempat pulang. Hangatnya tidak pernah meresap, kasihnya tidak berasa. Jovan hanya tau perihal luka, diajarkan pun tentang pahitnya saja.

Anak kecil itu penuh trauma, kilas balik memukulnya bagai tiada hari esok. Sebab Jovan rasa, setiap hari layaknya hari terakhir dihidupnya. Otak kecilnya bertanya-tanya, makna bahagia itu seperti apa? Cinta itu yang bagaimana? Pelukan itu akan se-erat apa? Karena, dalam empat tahun untaian nafas di paru-paru penuh debunya, ia tidak pernah tau maknanya.

Arti kata orang tua bagi Jovan adalah dua orang yang menghadirkan berbagai bentuk siksaan, kesengsaraan pun keputus asaan dikanvas polosnya. Jovan lelah, tapi ia tidak tahu harus melakukan apa. Pikirannya berkecamuk hebat, pemuda kecil itu tidak pernah dipukul, tidak pernah mengalami kekerasan apapun, namun apa tamparan akan sama sakitnya dengan hati kecilnya saat kedua orang itu saling memaki dihadapannya setiap malam.

Dengan begitu, Jovan memilih menyerah. Ia menerima, ia ikhlas. Sebab neneknya bilang, apapun yang terjadi cukup sambut saja satu-satu dengan tangan terbuka. Hadirnya senja perlu berjam-jam panasnya siang, begitu pula lahirnya pelangi, harus ada hujan berkepanjangan. Jadi, meski diterjang badai, Jovan akan tetap bertahan sekuat tenaga.

Langkah kecilnya ia bawa menjauh, sudah terbiasa menginjak pecahan keramik kaca. Sudah mati rasa, sudah kebas pula. Infeksi tidak dapat menandingi dominasi lelehan tinta hitam dibukunya. Terlanjur rusak, barang busuk.

"Bi, tolong nanti langsung diganti saja seperti biasa." Pintanya santai, kakinya membawa ke lantai dua tempat kamarnya berada.

Sosok renta itu hanya dapat mengiyakan suruhan sang tuan muda, hati Bi Lasmi sakit melihat anak kecil itu tumbuh salah. Tapi ia bisa apa, tidak ada tulang yang sempurna.

Teguran remeh Jovan dapatkan dari seorang lelaki yang menunggu ditangga paling atas, "Dari mana saja, pecundang?"

Mendengus pada sambutan kasar, Jovan mendongak pongah, "Bukan urusan lo, keparat." Pundaknya ia tabrakan pada lutut si lawan bicara.

Walau usianya masih begitu belia, Jovan sudah begitu lancar berbicara. Otak pintar mendukung, pehamanan seperti muncul sendiri. Mungkin Tuhan tau jika dua sosok itu tidak layak mengajari pemberian mulianya.

Remaja itu mengejar langkah kecil milik si mungil, menarik kasar bahu Jovan agar kembali menghadap kearahnya.

"Udah berani lo sama gue?"

Jovan tersenyum miring, kepalanya ia tolehkan kesamping.

"Ngapain takut sama tikus kayak lo. Azi, lo pikir lo siapa?" Tanya anak kecil itu angkuh, nada suaranya terdengar sangat meremehkan.

Azi menggeram marah, pemuda kelas dua SMP itu mencubit keras lengan kiri Jovan, namun anak itu tidak bergeming. Masih setia memberikan senyuman miring penuh provokasi.

"Awas lo, liat aja nanti!" Seru Azi marah, ia mendorong tubuh Jovan hingga terjerembab mundur menabrak teralis. Manik si lebih muda melirik lantai satu, tepat sekali ia jatuh dipinggir penahan balkon yang mulai lapuk. Jika mendapat tendang lebih bertenaga sedikit, pasti akan roboh.

Jovan memilih berdiri lebih dekat kearah pembatas, memasang kakinya persis dikayu paling rusak. Balita itu mendongak, menampilkan air mata buaya. Azi semakin emosi dibuatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kepada JovanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang