Ia sungguh benci akan beradaptasi,
akan tetapi untuk hari ini tak mampu Ia hindari.ーDi kelas itu, entah ada apa gerangan di sana, samar-samar terdengar suara gaduh. Ia pun membuka knop pintu kelas itu.
Gila! Apa ruangan ukuran 9 m × 8 m tersebut masih layak dianggap kelas pagi hari ini? Pasalnya, semua di depan mata berantakan seperti kapal pecah; kertas-kertas berserakan, bangku-bangku tersingkir, semua meja-meja saling tumpang tindih.
"Oh, halo?" sapa seseorang di belakangnya sambil menutup pintu.
Ia pun berbalik badan untuk melihat siapa yang menyapanya dan memilih untuk mengabaikan orang tersebut.
"Maaf, kamu anak baru, 'kan?" Seseorang itu bertanya untuk kedua kali.
"Well, it can be said that," jawabnya sambil menarik napas.
"Sorry, apa fungsi kelas ini berubah jadi rumah sakit jiwa?" lanjutnya.
Seseorang itu justru terkekeh pelan, "Aslinya, iya."
Tanpa memedulikan dia yang sedang gagal paham, gadis berbando putih itu menatap sekeliling, lalu kembali melihatnya dan sambil melemparkan senyum misterius berkata kepadanya, "Ya begitulah, setiap pagi akan seperti ini. Jangan heran, kelas ini khusus para kaum elit. So, take it easy...."
Setelah mendengar penjelasan gamblang dari gadis itu, ia pun menjadi sedikit lebih bisa memaklumi.
Tiba-tiba, salah satu alat make-up berbentuk tabung kecil hampir mendarat di atas kepalanya. Dengan sigap ia menangkap benda itu.
"It's a lip tint, man. By the way, welcome and enjoy yourself here. I'm Jessica. Nice to meet you." Pelempar lip tint yang tadi memperkenalkan diri.
Ia pun melempar tas ransel miliknya ke atas tumpukan meja.
"Well, I'm Rajash."
Rajash melempar lip tint yang tadi ke Jessica.
"Widih! Ada anak baru, nih?" celetuk anak laki-laki dengan kemeja kusut dan kancing hanya terkait setengahnya.
"Dih! Apaan sih lo bocah tengil!" sahut Jessica dengan jengkel.
"Heh! Itu pencemaran nama baik, tahu nggak lo? Omong-omong, gue Sebastian," balas si bocah tengil dengan ramah tapi sedikit ketus, menyanggah tuduhan dari teman sekelasnya itu.
Rajash mengangguk dengan agak canggung. Menarik napas. Mengatur udara di paru-paru yang mulai terasa sesak.
"OII! LO PADA! BANGKU MEJA DISERET SEMUA LAGI! SUDAH JAM SETENGAH DELAPAN! SADAR DIRI! KELAS MAU DIPAKAI BELAJAR!" titah sang ketua kelas.
Seluruh penghuni kelas itu pun berlarian ke segala penjuru ruangan; menata meja-meja dengan bangku-bangku itu, sepasang demi sepasang.
"Oh, masih waras?" gumam Rajash sambil mengambil kembali tas ranselnya yang ia lempar tadi.
"Rajash, duduk dulu di bangkumu, ya. Karena kamu anak baru, jadi kamu enggak usah ikut piket hari ini," ucap Jessica sembari memandu Rajash menuju tempat duduk di ujung ruangan dekat jendela.
***
Rajash duduk di sebelah seorang gadis berambut ikal yang masih tak sadar bila kini ada yang duduk di sampingnya.
"Eh, maaf?" ucap gadis itu yang tak sengaja menyenggol lengan kiri Rajash.
Rajash memilih untuk abai. Toh, hal itu wajar. Gadis itu tengah sibuk membaca satu per satu halaman buku.
Di tengah-tengah keheningan yang mampu didengar, gadis itu menoleh dan berkata, "Astaga! Lo anak baru, ya? Sorry, gue enggak sengaja senggol lengan kiri lo tadi."
Rajash mengangguk paham. "Well, it is not a big deal," ucapnya ringan.
"Kenalin. Nama gue Savara," ucap gadis itu memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya.
"Oh, Rajash."
Rajash tak menjabat tangan Savara, justru ia lebih memilih untuk melihat ke arah jendela. Dia menyipitkan mata karena cahaya matahari yang menyilaukan menyeruak menembus kaca.
"Haha! Baru kali pertama duduk di dekat jendela, ya?" Savara meledek sambil menggelengkan kepala.
"Enggak. Udah sering malah," balas Rajash sambil merogoh earbuds di dalam ranselnya ー ia pun memasang earbuds tersebut di kedua telinganya.
Savara menghela napas berat. Buku yang ada di tangannya dibanting asal dan menggerutu, "Astaga! Enggak bisa gue ajak lo sebentar ngobrol? At least, tahu etika jadi anak baru."
Mendengar itu pun Rajash sedikit tahu diri, ia mencabut earbuds-nya dan menoleh ー menghela napas panjang, menggeleng heran.
Lagi dan lagi, celotehan gadis di sebelahnya itu, tak digubrisnya.
Bersambung...
(a/n)
Kirimkan seluruh cintamu di sini
dengan memberi vote, ya, sayang.
Curahkan hatimu di kolom komentar juga ya.
Saran-saranmu akan kusimpan,
juga akan kupertimbangkan.
Terimakasih, sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐇𝐄𝐋𝐕𝐄: To Everything, Who Still Haunt
Teen Fiction❲📑❳ Teen Lit - Drama Romance ❝ Untukmu, yang sulit memaafkan dirimu sendiri, dan memeluk apresiasi atas retakmu. Berbahagialah, cepat sembuh batinmu yang masih terluka. ❞ 𝓁𝓊𝓃𝒹𝒶𝓁𝓇𝒾, 𝚆𝙷𝙴𝙻𝚅𝙴 Bayangan, itulah yang selama ini ada di hari-h...