Tubuhnya sudah sedikit gemetar dipadu dengan gigi atas bawahnya yang mulai bergemeretak menggigil. Tangan kirinya membenarkan selimut yang memeluk tubuhnya. Meski begitu tangan kanannya masih tetap saja kukuh menyendok strawberry sorbet yang sudah di aduk dengan lemon soda.
Tingkahnya yang tidak lagi bisa dicegah itu memancing decak kesal dari bibir Dika.
"Udah minum es nya, kamu udah kedinginan gitu loh."
Dengan tangan gemetarnya, ia malah menepuk nepuk ruang kosong di sampingnya. Mengajak Dika duduk di dekatnya dengan cengiran lebar.
Meski enggan, Dika tetap nurut. Duduk di sampinh perempuan yang sudah tersenyum senang entah karena Dika yang mau duduk di sampingnya atau camilan favoritnya yang sekarang sedang ia santap itu.
Lelaki itu menatap Haura cukup lama entah kenapa. Sebelum ia menghela nafas panjang dan membantu gadis itu merapikan selimutnya dan kembali berdiri.
"Kenapa?" Tanya Haura dengan sendok kecil sorbet yang bertengger diantara gigi atas dan bawahnya.
"Aku pulang dulu yaa" tangan kanan lelaki itu terulur kedepan wajah Haura.
Sedang gadis itu langsung berubah cemberut.
"Nggak mau nginep sini aja? Aku kedinginan tauu. Udah mau winter ini" rengeknya.
"Udah tau dingin masih pesen sorbet. Udah ah. Lagian aku mau tidur mana?"
Haura diam sejenak. Mengerutkan kedua alisnya berpikir sambil sekali lagi menaruh suapan sorbet ke dalam mulutnya.
"Kamu tidur di kamar Anggi nanti Anggi tidur di kamar aku."
Senyumnya kembali mengembang kali ini dipadukan dengan kedipan matanya yang tampak seperti orang kelilipan di mata Anggi yang baru saja kembali dari kamar mandi.
Dika terdiam. Lalu menangkupkan tangannya pada kedua sisi wajah (bukan) pacar nya itu dan meniup pelan wajahnya. Menghentikan gadis itu dari tingkah memohonnya.
"Besok kesini lagi. Mau bantuin Bang Nie beresin barang jastip. Udah janji"
Haura kembali cemberut.
"Kalo aku tiba tiba kangen gimana? Kita kan udah lama nggak ketemu gara gara final (uas)"
Sebenarnya ini aneh. Haura tuh jarang minta minta gini. Haura tuh jarang banget clingy. Gengsinya Haura tuh gede minta ampun.
Sampai sampai dia bisa mengatakan kangen semudah itu?
Refleks Dika menaruh tangannya di dahi perempuan yang masih berselimut itu.
"Kamu pusing?"
"Enggak ih biasa aja. Emang gak boleh ngomong kangen ke elo?"
Decakan Dika terdengar. "Ela elo. Ngomong yang bener. Boleh. Kangen boleh nanti kalo kangen bilang. Aku dateng deh" tawar lelaki itu sembari mengambil jaketnya yang tadi di sampirkan di sofa ruang tamu itu.
"Ah boong. Naik apa? habis ini kereta udah abis kan" balas Haura masih tetap cemberut. Netranya menatap ke kedua kaki yang terbungkus selimut. Enggan melihat pada Dika.
"Berenang aku. Gapapa lah beku dikit demi kamu mah" goda Dika sudah selesai dengan bersiap siapnya. Ia berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Haura yang masih ngambek. Tidak mau menatap padanya.
"Dikaaa pleaseeeee" Haura merengek. Mengganti strategi malah melihat Dika dengan memohon. Berharap laki laki itu luluh dengan tatapan memelasnya.
Tapi laki laki itu malah tersenyum tipis dan mengelus rambut panjangnya. "Udah janji aku. Kan kamu yang bilang kalo nggak suka orang yang batalin janji apalagi mepet mepet. Lagian kamu emang nggak kasihan apa kamu kan tau ngurus jastip itu ribet"
Haura masih menatapnya memohon. Dia sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Yang jelas minggu ujian kemarin membuatnya merasa ingin terus menerus menangis jika tidak ada Dika di sampingnya. Aneh memang. Anggi saja yang melihatnya rasa rasanya ingin menjedotkan kepala Haura ke dinding, setidaknya agar gadis itu kembali normal.
"Besok kesini lagi ya sayang" putus Dika final. Lelaki itu meluruskan kembali kakinya. "Mau nganter ke pintu?" tanyanya yang dibalas dengan wajah sedih Haura dan gelengannya.
"Pulang dulu yaa. Besok main lagi"
Baru Dika hendak melangkah pergi tangan kiri gadisnya keluar dari selimut dan menahannya.
"Besok mau piknik aja ya?"
Air muka Dika berubah skeptis. "Dingin dingin gini?"
"Dikaaaaa"
"Yaudah boleh deh" jawab Dika menarik satu senyuman di wajah lawan bicaranya.