Chindy melepas pelukan mereka, terdengar suara ingus yang di tarik dari hidung, tatapannya mulai menghangat, banyak timbul tanya yang menerpa pikirannya.
"Makasih, Kala."
Hanya itu yang mampu keluar dari mulut chindy. Dia bingung harus membalas ucapan Kala seperti apa, dalam dirinya ia meminta maaf jika ucapannya tak sesuai dengan yang di pikirkan oleh Kala. Chindy sungguh berterimakasih ke Kala, karena dukungan dari Kala ia bisa menumpahkan semua emosi kesedihannya, meskipun ia harus merelakan harga dirinya di hadapan Kala.
Tetapi ada sebuah perasaan aneh dalam dirinya, ia yang awalnya sedikit luluh ke Kala tiba-tiba menjadi keras seperti batu, tatapannya kembali dingin seperti biasanya. Tubuhnya menjauh dari Kala, di usapnya secara kasar air matanya, tangannya menepis Kala yang ingin mendekatinya.
"Stop. Mending sekarang kita tidur." Ucap Chindy, ia tak mau menatap Kala. Dirinya malu, sangat tak mungkin jika dirinya secepat ini luluh ke Kala, semua manusia tak ada yang benar-benar tulus, pasti ada munafiknya. Kalimat Kala hanya penenang, bukan beneran tulus. Pikirnya.
"Kak Chindy?" Tanya Kala, menatap heran lantaran Chindy yang tiba-tiba menjauh darinya.
Chindy melenggang pergi meninggalkan Kala, ia duluan berjalan kaki menuju kamar Kala, tanpa menghiraukan Kala yang nampak sangat kebingungan dengan perubahan sikap Chindy secara drastis. Bukannya tadi sedang mellow, ya? Kenapa tiba-tiba jadi canggung begini.
Kala hanya bisa menghela nafas, ia memaklumi atas sifat Chindy yang berubah drastis, mungkin karena mentalnya yang sudah di rusak sejak kecil membuatnya jadi seperti ini. Kala sama sekali tak keberatan dengan kekurangannya Chindy, ia semakin menyukai kakak kelas cueknya ini.
Langkah kaki Kala menyusuli Chindy, di lihatnya pintu kamar terbuka, matanya menatap Chindy yang sudah tiduran terlentang di sisi kiri kasur. Untung saja kasur Kala lumayan besar, mereka jadi gak terlalu sempit untuk tidur.
Kala menutup kembali pintu kamarnya, ia berjalan mematikan lampu kamar, lalu di hidupkannya lampu tidur yang berwarna coklat kekuningan itu. Tubuhnya mengambil tempat di samping kanan kasur, sebelum dirinya benar-benar terlelap akan tidur, sempat di tatapnya wajah Chindy yang tertidur dengan tenang.
Padahal baru saja tadi Chindy menangis di pelukannya, dan sekarang si lebih tua itu sudah tertidur, bahkan wajahnya sangat tenang untuk di pandang, tak ada kesan terukir wajah dingin dan cueknya. Yang terlihat sekarang hanyalah wajah polosnya yang sangat lucu.
Kala mendekati tubuhnya ke Chindy, di usapnya pelan surai rambut Chindy. Matanya menatap lekat wajah Chindy.
Cup
Sebuah keberanian mendorongnya untuk mencium lembut dahi Chindy, dengan tangannya yang masih mengusap pelan rambut Chindy. Ia merasa iba atas latar belakangnya Chindy.
Pergerakan kecil terlihat dari tubuh Chindy yang berusaha menjauhinya, buru-buru Kala langsung melepas ciumannya dari dahi Chindy.
Kala tersenyum kecil, "Sleep tight, ice bear."
***
Di hari Minggu, tepat di pagi buta, secara perlahan matahari mulai memunculkan kehadirannya dari arah timur. Tak lupa suara kicau burung dan ayam saling berkokok. Beberapa manusia melakukan joging pagi di jalanan. Ada juga yang bangun pagi-pagi hanya untuk melihat terbitnya matahari.
Berbeda dengan dua sejoli yang masih asik tidur di kamar itu. Kala tidur dengan gaya yang sangat aneh. Bayangkan, kepala Kala berada di dekat paha Chindy, sedangkan kakinya berada di bantal, entah mengapa posisi kaki dan kepalanya sangat berbalik dari posisi awal saat ia tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
11 MIPA 3
Teen Fiction[Cerita di deskripsi nyambung ke chapter 1] Pernah gak sih kamu naksir sama kakak kelas yang ngambil jurusan MIPA dan ternyata ada pelajaran matematika lanjut? Otomatis dia pinter matematika dong? Jelas. Ini tentang Kala yang naksir sama kakak kelas...